JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih menyatakan, pengambilan keputusan dalam pelaksanaan Pertemuan Tatap Muka (PTM) di sekolah sebaiknya melibatkan otoritas daerah dan satuan Pendidikan setempat. “Termasuk apakah suatu daerah mau diterapkan 100%, 50% atau bahkan dihentikan sama sekali, bila memang kondisinya tidak memungkinkan,” ucapnya di DPR, Kamis (27/1/2022).
Di tengah meningkatnya angka infeksi Covid-19 terutama varian omicron di tanah air, politisi PKS ini mengingatkan perlunya evaluasi pelaksanaan PTM di setiap sekolah di berbagai daerah.
“Klaster-klaster baru bermunculan di sekolah, namun yang paling tahu kondisi real di lapangan tentu satuan pendidikan setempat,” katanya.
Apalagi bila ternyata PTM mengakibatkan gangguan Kesehatan dan ancaman keselamatan jiwa karena terpapar Covid-19, “Maka pemerintah harus memperhatikan masukan-masukan dari berbagai pihak, terutama dari sisi keilmuan dan kiprah di dunia Pendidikan,” imbuhnya. Seperti masukan dari IDAI, KPAI dan lainnya.
Selain itu, Fikri meminta agar semua pihak harus membantu memfasilitasi pembelajaran tatap muka (PTM). “Mari semua pihak saling membantu memfasilitasi agar PTM ini terlaksana dengan baik. Sekali lagi pendekatannya fasilitasi, bukan instruksi apalagi sanksi,” ajak Fikri.
Fikri mengungkap, selama dua tahun pandemi, berbagai pihak meyakini bahwa PTM belum tergantikan daam kegiatan belajar mengajar. “Kegiatan belajar mengajar memang tidak hanya transfer ilmu, tetapi tetapi juga membangun karakter. Maka tidak mudah bila hanya dengan daring,” katanya
Apalagi, lanjut dia, ada mata pelajaran praktik yang tentu tidak mungkin hanya memperlihatkan tutorial lewat media virtual. Sehingga PTM adalah sebuah kebutuhan yang sangat ditunggu semua pihak siswa, guru maupun tenaga kependidikan.
Diakui, pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 menurut laporan Kemendikbudristek efektifitasnya mengalami fluktuasi dan paling rendah hanya sekitar 46%. “Wajar bila learning loss ini bila terakumulasi dalam kurun waktu lama bisa mengakibatkan generasi yang hilang (lost generation),” tutupnya. (*)
Editor: Gus Din