Prosiar.com, Jakarta – Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), hadir dalam Dialog Publik Seni yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat pada Senin sore, 23 September 2024.
Dalam kesempatan itu, Ridwan Kamil menegaskan bahwa kebudayaan adalah identitas yang harus terus lestari meski Jakarta akan dibawa naik kelas menjadi kota global oleh pasangan RIDO.
Hal itu ditegaskan oleh Ridwan Kamil saat berdialog dengan para panelis yang hadir. Gubernur Jawa Barat periode 2018-2023 itu menyampaikan bahwa kebudayaan adalah identitas yang sangat penting.
”Budaya itu adalah identitas kita, dia yang membedakan kita dengan yang lain,” kata pria yang akrab dipanggil Kang Emil tersebut.
Karena itu, meski Jakarta akan dibawa menjadi kota global oleh pasangan RIDO, Emil ingin budaya tetap kukuh sebagai salah satu fondasi membangun Jakarta.
”Bahwa kebudayaan adalah identitas yang penting, Jakarta adalah simpul luar biasa, going global. Tapi tidak boleh melupakan kebetawiannya, maka kami ada program yang namanya Gerbang Betawi,” terang Emil.
Gerbang Betawi adalah akronim dari Gerakan Membangun Kebudayaan Betawi. Program itu meliputi pendidikan, kesenian, arsitektur kota, hingga pelestarian situs-situs budaya.
Program tersebut bakal dikombinasikan dengan berbagai masukan dan saran yang disampaikan oleh masyarakat, termasuk diantaranya curhatan dari komunitas-komunitas pegiat budaya dan pecinta kesenian yang hadir dalam dialog di TIM. Dia ingin itu menjadi prioritas untuk diselesaikan.
”Jangka pendek dari saya dan Pak Suswono itu sebenarnya membereskan curhatan-curhatan yang tadi disampaikan. Itu paling konkret. Jadi, kalau curhatannya ada dinamika dengan Jakpro (terkait penggunaan TIM), ya sudah nanti kita tengahi apa masalahnya,” ucap Emil.
Demikian pula dengan curhatan yang terkait dengan anggaran. Emil menyampaikan, dia bersama Suswono akan mencarikan solusi. Kurator Ibu Kota Nusantara (IKN) yang pernah menjadi wali kota Bandung itu pun mencontohkan optimalisasi dana Corporate Social Responsibility (CSR) dengan menghadirkan Buku CSR Jakarta.
Dia memastikan bahwa salah satu BAB dalam buku tersebut berisi kebutuhan-kebutuhan untuk kelestarian budaya dan eksistensi pelaku seni.
”Di dalamnya ada BAB tentang kesenian. Sehingga orang orang yang punya akses kepada ekonomi dilobi oleh gubernurnya bisa menjadi patron di dalam yang namanya kebudayan. Sehingga tidak selalu bagi saya, pemajuan kebudayaan kesenian harus selalu seratus persen mengandalkan yang namanya anggaran,” ungkap suami Atalia Praratya tersebut. (red)