Prosiar, Purworejo – Pewarna Indonesia dalam Napaktilas rasul jawa pada hari yang ke 6 sampai ke Dusun Karang Joso, Kutoardjo Kabupaten Purworejo. Dimana saat ini sudah ratusan tahun berdiri megah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Karang Joso. Disinilah sarasehan Pewarna Indonesia dihari terakhir Napak Tilas Rasul Jawa (NTRJ), Sabtu, (02/04/2022) di Jakarta.
Di komplek Gereja tersebut ternyata Ada rumah dijaman dahulu Kiai Sadrach yang sekarang sudah alih fungsi menjadi museum Kiai Sadrach.
Banyak peninggalan kuno meja, kursi, lemari, tempat tidur yang terbuat dari kayu jati. Dan juga buku-buku dan foto-foto, yang ternyata Kiai Sadrach sangat gemar menulis.
Joglo berikut rumah tersebut dipertahankan bentuk aslinya usai direnovasi Radius Prawiro (mantan menteri diera orde baru) yang terletak bersebelahan dengan GKJ Karang Joso.
Saresahan yang menampilkan beberapa Narasumber yang memahami tentang siapa itu Kyai Sadrach dan apa perannya dalam penginjilan pada masyarakat Jawa Kala itu, dan narasumber yang pertama Pdt.Petrus Mardiyanto menjelaskan bahwa ; “Abdulah atau Ngabdulah dulu biasa dipanggil saat Kiai Sadrach tiba didusun Karang Joso, sebagai Penginjil untuk mewartakan kabar baik tentang keselamatan Yesus Kristus sang juru selamat. Dari dusun ke dusun dengan berkendara kuda menginjil warga yang belum mengenal Yesus.”
“Beliau membuka diri dan berelasi dengan orang lain khususnya moslem. Orang tua Kiai Sadrach sendiri memberi nama Radin. Berawal dari Batavia Jakarta 14 april 1867, lalu kepesisir Utara sampailah ke Dusun Bondo Jepara bertemu dengan Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, diutus kearah selatan Jawa dan ditemukanlah dusun Karang Joso ini.”
Warisan Kiai Sadrach ada Gereja Kristen Kerasulan yang sampai saat ini masih exis.
Demikian disampaikan nara sumber yg kedua, Rasul Frans Selawa ketua sinode Gereja Kristen Kerasulan Indonesia (GKKI). Bersinode dan terdaftar di kementrian agama Republik Indonesia.”
Cabangnya ada dikota ; Tempel, Kopeng, Muntilan, Kebumen dan diwilayah barat ; Sidaredja, Cilameang, Waringin sari dan masih banyak lagi. Demikian juga tersebar ke Sumatra, Kalimantan bahkan ke Luar Negeri. Sampai sekarang sinode ini setahun 1 kali bertemu untuk beribadah bersama.”
Narasumber berikutnya Purwanto menambahkan,
“Muridnya awalnya ada 12 orang, kemudian berbeda pandangan dan tersisa 3 orang. Yg bernama Kasian Kefas dibaptis di GKJ Purworejo walaupun tinggalnya di Jogyakarta, karena ikut orang Belanda yang tinggal di Purworejo.”
“Kiai Sadrach dulunya menamai Mesjid (Mesjidnya orang Kristen) kepada warga, sebutan Gereja saat itu.
Beliau punya kawan akrab yang beragama Islam yaitu Kyai Pekik, karena berbeda pandangan dan ajarannya dianggap tidak benar, akhirnya Kiai Sadrach sampai mendapatkan Surat Keputasan (SK) dari Ratu Belanda Wilhelmina sehingga tetap aman dalam penginjilannya.”
“Sudah ribuan orang dibaptis Sadrach setiap tahun. Sehingga membuat Kolonial Belanda irihati, dianggap berbahaya bisa merekrut warga untuk menyerang Belanda. Akhirnya ditangkap dan dipenjara 40 hari lamanya.”
“Dulunya dusun Karang Joso itu penuh misteri (wingit) banyak kuasa gelap. Diibaratkan peribahasa Jawa Jalmo moro, Jalmo mati = Orang datang pasti mati, tapi Sadrach terus semangat, tidak takut sedikitpun dalam pelayanan.
Karena dianggap punya ilmu, mumpuni, punya kelebihan, orang yang hebat maka disebutlah Kiai pada saat itu. Jadi tidak berkaitan dengan agama sebutan Kiai tersebut.”
“Sadrach masih keturunan bangsawan kerajaan Kediri. Cucunya Kasian Kefas yang banyak menulis tentang Kiai Sadrach.” Demikian usai sudah paparan para nara sumber dalam sarasehan sabtu siang 2 april 2022. (red)
Penulis: Christy
Editor: Gus Din