Jakarta, ProSiar.com – Tokoh masyarakat Madura Abdul Aziz Salim Syabibi, ST., mengecam rencana atas aturan pembatasan jam warung kelontong Madura dan lainnya. Dimana rencananya Kementerian UKM dan Koperasi (Kemenkop) mengatur pembatasan warung Madura yang buka 24 jam.
“Aturan pembatasan jam warung Madura sungguh fenomena aneh atas aturan tersebut. Padahal warung Madura banyak membantu masyarakat dan negara di tengah ekonomi yang sulit. Jadi saya mengecam dan protes aturan tersebut,” kata Aziz sapaan akrabnya, kepada media, Senin (29/4/2024) di Jakarta
Kata dia, warung kelontong Madura ini bisa menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran yang semakin naik. Apalagi usai pandemi Covid-19 kemiskinan dan lapangan kerja yang belum tersedia dengan luas.
“Warung Madura adalah UMKM dengan modal sendiri, bukan milik investor. Bahkan, dijaga sendiri, dikelola sendiri dan tidak diorganisir oleh perusahaan,” ucap Aziz.
Apalagi menurutnya, masyarakat sekitar terbantu dengan warung kelontong Madura, karena bisa belanja tidak jauh dari rumahnya. Apalagi juga warung kelontong Madura harga terjangkau dan murah.
“Adanya warung Madura juga mengurangi angka kriminalitas, karena membatu lingkungan sekitar dengan nuka 24 Jam. Ketika ada pelaku kejahatan akan berpikir ulang, karena ada yang masih belum tidur,” jelas Aziz.
Terakhir kata Aziz, sebagai tokoh masyarakat Madura dirinya, mengecam keras atas aturan yang akan diterapkan pemerintah ini. Pemerintah seharusnya membina, membatu rakyat dan bukan malah berpihak pada pengusaha besar dengan aturan pembatasan tersebut.
“Kami dari ALIANSI MASYARAKAT MADURA RAYA akan datang Ke Kementerian Koperasi dan UKM, DPR RI dan PresidenRI bersama para pedagang kelontong di seluruh Jabodetabek. Kami akan sampaikan protes akan rencana aturan tersebut,” pungkas Aziz pria asal Sumenep Madura ini.
Tiga Tipe UMKM di Indonesia
Sementara itu Syafrudin Budiman SIP Ketua Umum Perhimpunan UKM Indonesia (P-UKMI) menerangkan, UMKM terdiri tiga macam bentuk. Setiap bentuk tipe UMKM, memiliki sistem dan langkah geraknya masing-masing.
Pertama, UMKM Organik atau alamiah yang bergerak secara mandiri dan independen. UMKM Organik ini bergerak secara sistem kolektif kolegial antar persaudaraan, rekanan, mitra, keluarga, kerabat dan kepercayaan.
“UMKM Organik ini tidak membutuhkan bantuan pemerintah dan bank. Mereka bisa menyelesaikan problematikanya masing-masing dengan realitas yang ada di lapangan. Pelaku UMKM ini tidak tergantung pada otoritas-otoritas yang ada dan bergerak secara alamiah,” jelas Pendiri dan Ketua Umum Partai UKM Indonesia ini.
Kedua, UMKM Stimulus yang bergerak karena adanya utang atau kredit dari perbankan dan pemodal. UMKM Stimulus ini memiliki resiko tinggi, karena jika gagal dalam planing bisnis atau karena sesuatu kejadian non teknis akan menyebabkan kegagalan.
“UMKM Stimulus akan terjebak hutang dan beban pengeluaran operasional meninggi karena menanggung cicilan hutang. Kalau gagal jaminan bisa disita, kalau berhasil akan ditambahkan modal utang lagi,” terangnya.
Kata Gus Din, UMKM yang bisa mengutang adalah UMKM yang sudah berjalan lima tahun ke atas dan membutuhkan pelebaran usaha. Tapi lucunya, para start up malah dijejali hutang dan iming-iming bunga rendah yang menyebabkan terus terjebak hutang.
“UMKM Stimulus ini jarang yang berhasil, karena banyak praktek analisa kredit perbankan yang terlalu longgar. Makanya, UMKM tidak pernah berkembang cepat di Indonesia,” tandasnya.
Ketiga UMKM Project / Proposal, yang mana pelaku UMKM ini menerima bantuan modal UMKM secara cuma-cuma dari pemerintah. Bahkan, mendapatkan modal bantuan uang atau alat-alat produksi/olahan secara cuma-cuma.
“UMKM Project ini sifatnya tumbuh sesaat dan kemungkinan besar akan gagal. Sebab, tidak memiliki jiwa-jiwa enterpreneur UMKM, maka geraknya manja dan mudah putus asa jika ada kendala di lapangan,” ungkap Gus Din.
Untuk itu kata pria bermata sipit ini. dalam rangka penguatan untuk menuju UMKM yang kuat dan handal, diharapkan digitalalisasi teknologi. Pemerintah harus memberikan pelatihan dan memberikan sarana teknologi digital.
“Apabila pengetahuan pelaku UMKM tentang digital teknologi semakin meningkat, maka otomatis ada efisiensi, efektifitas dan tentunya menghasilkan hasil yang produktif dan maksimal,” pungkas Mantan Anggota Majelis Ekonomi PP Muhammadiyah dan Saudagar Muhammadiyah ini. (red)