Aktivis Jember: PPK Membuka Kotak Suara adalah Tindak Pidana, Tapi KPUD Jember Membiarkan 

Jember, ProSiar.com – Sejumlah elemen masyarakat dari berbagai profesi, seperti politikus, mahasiswa, pegiat sosial, aktivis dan jurnalis di Kabupaten Jember, Senin (11/3/2024) malam berkumpul. Semuanya hadir menyuarakan kegelisahan dan aspirasinya saat Dialog Publik Menyikapi Pemilu 2024 di Jember, yang dinilai paling berantakan sepanjang sejarah.

Terungkap jelas-jelas terjadi pelanggaran di 13 Kecamatan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu, terutama di Kecamatan Sumberbaru. Namun tidak ada tindakan dan terkesan ada pembiaran yang dilakukan oleh jajaran di atasnya, seperti Gakumdu Jember, Komisioner Bawaslu dan KPUD Jember.

“Kesan adanya pelanggaran dan pembiaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, sudah jelas terlihat di Kecamatan Sumberbaru. Ada kotak surat suara yang dibuka tanpa ada saksi dan Panwas, dan diketahui oleh Komisioner KPUD Jember. Jelas-jelas membuka kotak suara adalah tindak pidana, tapi dibiarkan,” ujar Miftahur Rahman, korlap Kowaslu Jember.

Hal ini menunjukkan ketidakprofesionalan penyelenggara pemilu. Kalau dibiarkan tanpa ada tindakan tegas, Pemilukada di Jember dipastikan akan amburadul lagi.

“Oleh karenanya, kami akan terus menggalang tanda tangan ke seluruh kecamatan di Jember, dan juga RDP dengan DPRD. Serta berkirim surat ke instansi terkait, seperti DKPP, MK dan DPR RI, agar penyelenggara Pemilu diganti semua. Termasuk 3 komisioner yang sekarang ikut test dan sudah masuk di meja Pansel KPU,” ujar Memet, panggilan Miftahur Rahman.

Hal yang sama disampaikan oleh Sutrisno, caleg dari Partai Nasdem yang hadir dalam dialog publik tersebut. Menurut Sutris, ada gejala anomali di penyelenggara pemilu di Jember.

“Mereka (penyelenggara pemilu) banyak melakukan kesalahan saat menghitung rekapitulasi. Padahal hitungannya jelas dan simetris. Anehnya, saat menghitung pengajuan anggaran, yang jelas-jelas ribet penghitungannya, tidak ada yang salah, ada apa ini? Sepertinya harus diusut hal-hal seperti ini,” ujarnya.

Kata Sutris, saat penghitungan rekapitulasi ulang di Kecamatan Sumberbaru. Banyak sakai yang melihat termasuk dirinya, saat penghitungan belum selesai, tapi D hasil sudah keluar. Hal ini yang akhirnya menjadi kecurigaan semua pihak.

“Salah satu contoh, rekapitulasi ulang di Sumberbaru, saat itu sekitar jam 3 dinihari, kebetulan saya ada di lokasi. Itu form D hasil sudah keluar dan bocor, padahal proses penghitungan belum selesai. Ini jelas kalau ada kejahatan pemilu yang dilakukan penyelenggara,” ujar Sutris yang juga diamini oleh Memet.

Pelanggaran-pelanggaran seperti ini bukan dilaporkan ke Bawaslu, beberapa partai sudah berupaya melaporkan ke Bawaslu, tapi Bawaslu tidak memproses.

“Laporan beberapa partai tidak digubris, padahal jelas-jelas ada pelanggaran dan kejahatan politik, kamipun menanyakan fungsi Gakumdu di pemilu 2024,” pungkasnya.

Dalam Dialog yang digagas oleh Kowaslu (Korps Pengawas Pemilu) Kabupaten Jember bersama Gerakan Masyarakat (Gema) Sipil Jember, juga dilakukan penggalangan tanda tangan Mosi Tidak Percaya untuk KPU-Bawaslu Jember. Mereka mendesak untuk dilakukan pemecatan terhadap kedua penyelenggara negara hingga ke ‘akar-akarnya’ (jajaran PPS dan PPK).

Hal ini menyusul amburadulnya tahapan pemilu, terutama pada saat proses rekapitulasi di tingkat kecamatan. Mereka menyebut banyak manipulasi data dan jual beli suara untuk memenangkan caleg tertentu.

“Seluruh masyarakat Indonesia, khususnya di Jember, semua sudah tahu, bagaimana amburadulnya tahapan rekapitulasi di beberapa kecamatan, terutama Kecamatan Sumberbaru,” ujar Miftahur Rahman, koordinator kegiatan Dialog yang dihadiri sejumlah aktivis, fungsionaris sejumlah partai politik dan mahasiswa.

Selanjutnya Miftahur Rahman menambahkan, penyelenggara Pemilu di Kabupaten Jember, diindikasi tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. PPS sampai KPU Kabupaten telah sengaja memanipulasi data, tapi tidak satupun yang diproses oleh Bawaslu Jember.

“Bawaslu seperti sengaja dan ada dugaan sudah kongkalikong dengan penyelenggara seperti PPS sampai KPU. Kami menilai Bawaslu sudah mandul, karena tidak ada satupun penyelenggara Pemilu yang ditindak. Padahal jelas jelas ada pelanggaran dan kejahatan Pemilu di Kabupaten Jember, dimana mereka (Bawaslu),” ujar Memet.

Padahal, menurut pria yang juga koordinator lapangan Kowaslu (Korps Pengawas Pemilu) Kabupaten Jember ini, dari 31 kecamatan di Kabupaten Jember, ada 13 kecamatan yang jelas-jelas terjadi pelanggaran, tapi tidak satupun yang ditindak oleh Bawaslu.

“Gakumdu tidak bergerak, Bawaslu Mandiul, karena tida menjalankan fungsinya dengan baik. Sehingga mereka sudah tidak layak untuk menjadi penyelenggara pemilu, sudah sepantasnya mereka dipecat,” tegas Memet.

Lukman Winarno mantan wakil ketua DPRD Jember yang juga politisi dari PDI Perjuangan, lebih ekstrem lagi dalam menyikapi pemilu 2024 di Jember. Dirinya menilai, bahwa bukan mosi tidak percaya saja dalam menyikapi pemilu yang amburadul, tapi pihaknya lebih setuju jika dilakukan pemilu ulang.

“Kalau melihat pemilu tahun ini, memang sudah sangat parah, bagi kami, bukan mosi tidak percaya lagi yang diberikan kepada penyelenggara pemilu, tapi harus dilakukan pemilu ulang,” pungkas Lukman. (red/jtm)