Jakarta | Eks Dirjen Pajak Hadi Poernomo mendesak Prabowo Subianto membatalkan rencana kenaikan PPN jadi 12 persen demi melindungi masyarakat kecil.Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Hadi Poernomo mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk tak hanya menunda tapi juga membatalkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.Selasa(3/12/24).
Jika bisa, ia meminta PPN kembali ke 10 persen.
Menurut Hadi, pembatalan perlu dilakukan demi melindungi daya beli rakyat kecil dan mendorong pemerataan ekonomi.
“Mengandalkan PPN sebagai sumber utama hanya akan membebani masyarakat kecil yang mayoritas pendapatannya untuk konsumsi,” ujar Hadi dalam keterangan tertulis, Senin (2/12).
Ia mengatakan pembatalan bisa dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) agar ketetapan tarif PPN 12 persen yang ada dalam UU HPP bisa dibatalkan.
“Penerbitan Perppu dapat dilakukan untuk mencegah kenaikan tarif PPN. Karena ini kan sudah diatur undang-undang di UU HPP,” imbuh Hadi yang juga merupakan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Periode 2009-2014.
Lanjutnya, pemerintah masih ada waktu satu bulan menyusun perppu untuk membatalkan aturan tersebut.
“Waktu yang singkat ini masih bisa dilakukan pemerintah dengan menerbitkan perppu, karena hanya membutuhkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto,” jelasnya.
Hadi mengusulkan agar PPN kembali ke 10 persen dengan syarat sistem perpajakan diubah dari self-assessment menjadi monitoring self-assessment. Dengan adanya monitoring, maka seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan Wajib Pajak wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan.
“Sehingga pajak bukan hanya sebagai sumber utama pendapatan negara, tetapi juga alat yang sangat strategis untuk memberantas korupsi dan melunasi semua utang negara,” pungkasnya.
Pemerintah berencana menaikkan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai tahun depan.
Kenaikan PPN itu diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).Dalam beleid itu, PPN ditetapkan naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025. Kenaikan sudah mendapatkan tentangan dari masyarakat, buruh dan pengusaha.