Haji Ramang dan M. Syair Harus Bertanggungjawab Moral dan Hukum Atas Terbitnya Surat Pengukuhan Amburadul

Prosiar.com, Labuan Bajo –Tujuh orang warga yang mengklaim sebagai pemilik sah tanah yang terletak di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Lokasinya terletak di lokasi pembangunan Hotel St. Regis Labuan Bajo, Manggarai Barat dan diresmikan peletakan batu pertama pada 21 April 2022 lalu.

Para warga tersebut mendesak kepada Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair selaku Fungsionaris Adat Nggorang yang mengaku diri sebagai keturunan dari Haku Mustafa (Wakil Fungsionaris Adat), untuk segera bertanggung jawab terkait polemik kepemilikan tanah yang diduga telah dirampas para mafia tanah.

Nama Haji Ramang dan M. Syair akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat oleh publik Manggarai Barat. Pasalnya ada pihak yang menduga bahwa keduanya adalah orang yang menjadi pemicu terjadinya konflik dalam urusan tanah di Labuan Bajo.

Bahkan sebagian besar masyarakat ulayat Nggorang menilai, jabatan fungsionaris adat justru membuat keduanya menjadi kebal hukum. Bahkan merasa bebas mutlak untuk menguasai tanah-tanah di Labuan Bajo atas nama Ahli Waris ulayat Nggorang.

Atas dasar itu, 7 warga yang merasa dirugikan ini mendesak Haji Ramang dan M. Syair, sebagai Fungsionaris Adat Nggorang, untuk tampil dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan konflik kepemilikan tanah yang tengah bergulir tersebut.

“Kalian yang mengaku sebagai Fungsionaris Adat itu tolong bertanggung jawab. Janganlah kalian bersembunyi. Ini semua terjadi karena ulah kalian ya. Dengan adanya surat pengukuhan baru dari Fungsionaris Adat di atas lahan milik orang ini lah sehingga terjadi banyaknya kasus tanah di Labuan Bajo,” kata Zulkarnain Djudje kepada media, Sabtu (22/3/2025) di Manggarai Barat.

Ia menyebut bahwa ketika ada kasus tanah di wilayah Ulayat Nggorang malah para Fungsionaris Adat ini bersembunyi dan lepas dari tanggung jawab.

“Haji Ramang dan M. Syair mengklaim sebagai keturunan Fungsionaris Adat yang memahami silsilah kepemilikan tanah. Maka sudah seharusnya mereka berani muncul dan mempertanggungjawabkan segala pernyataan serta keterlibatan mereka dalam kasus ini,” ujarnya.

Ketujuh warga yang berencana menempuh langkah hukum ini adalah Lambertus Paji Elam, Abdul Haji, Muhamad Hata, Usman Umar, Mustarang, Muh. A. Adam Djudje, dan Djulkarnain Djudje.

Mereka menuding ahli waris almarhum Nikolaus Naput, Santosa Kadiman (Pemilik Hotel St. Regis Labuan Bajo), serta Haji Ramang dan M. Syair (keturunan Fungsionaris Adat Nggorang) diduga telah melakukan penyerobotan lahan.

Kini mereka bersiap membawa kasus ini ke ranah hukum. Tanah yang dipersengketakan ini tepat berdekatan langsung di bagian selatan dengan lahan 11 hektar milik ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, yang juga tengah berjuang di jalur hukum.

Mereka berencana melaporkan persoalan ini secara pidana ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan penyerobotan tanah tersebut dan juga akan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo dalam waktu dekat.

Diketahui, tanah yang dipersoalkan tersebut telah memiliki Gambar Ukur (GU) atas nama Rosyina Yulti Mantuh (luas 29.946 m²) dan Albertus Alviano Ganti (luas 26.692 m²). Saat ini, di lokasi tersebut sudah berdiri bangunan rumah penjagaan yang diduga milik Santosa Kadiman selaku pemilik Hotel St. Regis serta terdapat alat berat seperti mesin penggiling batu dan ekskavator.

Jon Kadis SH., yang mewakili tim kuasa hukum ketujuh warga tersebut yakni Inspektur Jendral Polisi (pur) Drs. I Wayan Sukawinaya M.si SH., dan Dr. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H. mengungkapkan, kliennya memiliki bukti surat perolehan hak tanah asli yang diterbitkan oleh Fungsionaris Adat Nggorang, yakni Haji Ishaka dan Haku Mustafa pada tahun 1992.

Yang mana bentuk surat perolehan hak tanah yang benar adalah 1 lembar bolak balik saja. Menurutnya tidak ada bentuk surat alas hak tanah dari Haji Ishaka dan Haku Mustafa yang jumlahnya 2 sampai 3 lembar surat.

“Jika ada surat perolehan tanah yang bentuknya lebih dari 1 lembar, itu bisa dipastikan bahwa Itu bentuk surat yang diduga palsu. Pengusaha atas nama Santosa Kadiman, pemilik Hotel St. Regis Labuan Bajo, dan ahli waris almarhum Nikolaus Naput diduga telah melakukan perampasan dan perusakan tanah milik mereka,” tegas Jon.

Lebih jauh, Jon menyebut bahwa akibat tindakan ini, ketujuh warga yang merasa dirugikan ini siap memagar bahkan mengosongkan lahan tersebut. Kemudian juga menuntut kompensasi atas penggunaan lahan yang digunakan pemilik hotel St. Regist selama ini.

Jon Kadis menuturkan, kekalahan kelompok penyerobot tanah di Keranga dalam perkara No.1/2024 disebabkan karena satu-satunya alas hak mereka hanyalah fotokopi surat tertanggal 10 Maret 1990. Surat tersebut telah secara resmi dibatalkan pada 17 Januari 1998 oleh Fungsionaris Ulayat Nggorang.

Bahkan juga diperkuat oleh hasil temuan investigasi Satgas mafia Tanah Kejaksaan Agung RI telah dinyatakan cacat yuridis dan cacat admistrasi dan telah diputuskan oleh PN Labuan Bajo dan PT Kupang, bahwa dokumen yang mereka klaim itu tidak berkekuatan hukum/batal karena tidak ada surat aslinya dan lokasinya-pun salah lokasi dan salah ploting .

Mafia Tanah di Labuan Bajo?

Kasus ini semakin menguak praktik mafia tanah yang diduga telah lama beroperasi di Labuan Bajo. Modus yang digunakan mirip dengan kasus ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, yakni penguasaan tanah tanpa dasar hukum yang jelas.

“Mereka lagi, mereka lagi! Kejam dan tidak bermoral! Para mafia tanah ini terus merampas hak warga,” seru Zulkarnain Djudje.

“Tanpa dokumen kepemilikan yang sah dari Fungsionaris Adat Nggorang, mereka tetap berani menyerobot tanah milik warga. Akibat ulah mereka, iklim investasi di Labuan Bajo terganggu, dan citra pariwisata daerah ini tercoreng di mata dunia,” tambah Zulkarnain.

Kasus ini masih terus bergulir, dan para pemilik tanah yang merasa dirugikan bertekad memperjuangkan hak mereka hingga ke tingkat tertinggi.

Sementara itu, Haji Ramang dan M. Syair hingga berita ini terbit belum berhasil dikonfirmasi wartawan. Keduanya diminta bisa memberikan keterangan konfirmasi terkait sengketa tanah Keranga, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). (red)