PROSIAR – Angka stunting di Indonesia saat ini masih tinggi, yaitu diatas ambang toleransi yang ditetapkan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), dibawah 20%. Saat acara sosialisasi penguatan pendataan keluarga dan kelompok sasaran bangga kencana bersama mitra tahun 2021, yang digelar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sabtu (6/11/2021) di kelurahan Rangkapan Jaya kecamatan Pancoran Mas kota Depok, Jawa Barat, anggota Komisi IX DPR RI Dra. Hj. Wenny Haryanto, SH mengungkap angka stunting di tanah air 26,7%.
“Kenapa sih kita harus membahas stunting, karena di Indonesia itu penderitanya 26,7%. BKKBN itu ditunjuk sebagai koordinator penurunan stunting dengan target 14%. Bayangkan sekarang masih 26,7% harus turun menjadi 14% di tahun 2024. Itu kan suatu kerja yang sangat keras yang tidak bisa dikerjakan sendiri oleh BKKBN, harus didukung oleh kita bersama. Karena stunting itu bisa merusak generasi. Jadi Indonesia itu diperkirakan tahun 2030 mendapat bonus demografi. Artinya, orang-orang diusia produktif itu banyak sekali sampai 62%, tapi karena kena stunting, maka bisa terancam gagal, malah menjadi disaster demografi, bencana demografi, itu yang harus dihindari,” kata Wenny Haryanto, saat memaparkan materinya.
Wenny Haryanto juga membeberkan angka stunting di Jawa Barat yaitu 26,2%, sedangkan di Depok angkanya cukup rendah yaitu 5,3%. Ia mengajak warga Depok, agar bersama-sama membantu BKKBN menurunkan angka stunting atau mencegah agar anak-anak yang dilahirkan tidak mengalami stunting.
“Agar anak tidak stunting perhatiakn langkah-langkah berikut, ketika sedang hamil, minum tablet penambah darah, yang kedua ibu hamil asupan gizinya harus cukup, empat sehat lima sempurna, yang ketiga ketika bayi sudah lahir berikan imunisasi dasar lengkap, berikan asi ekslusif, yang keempat perilaku hidup sehat, pantau pertumbuhan anak setiap bulan,” terang Wenny Haryanto.
Direktur kerjasama pendidikan kependudukan BKKBN RI, Dr.Edi Setiawan,S.Si,M.Sc,MSE, mengatakan BKKBN ditunjuk presiden Joko Widodo sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting di Indonesia, berdasarkan kepres no 72 tahun 2021.
“Apa yang dilakukan BKKBN untuk mengatasi stunting. Karena anak yang stunting kedepannya dikhawatirkan tidak akan produktif, selain itu juga sakit-sakitan, karena anak stunting juga mudah terserang penyakit. Oleh karena itu dari sekarang kita harus peduli dengan stunting ini, kita harus menjaga agar anak-anak kita jangan stunting,” ucap Edi Setiawan.
Untuk mencegah stunting itu, BKKBN punya beberapa program mulai dari bina keluarga remaja sampai bina keluarga balita.
“Anak-anak remaja itu harus tau dan memiliki perencanaan usia berapa nanti mereka menikah, sesuai dengan batas usia yang diizinkan undang-undang yaitu 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Kemudian setelah menikah, harus mempunyai perencanaan untuk memiliki keturunan. Tapi mereka harus memeriksakan kondisi kesehatannya terlebih dahulu, setelah punya anak harus memperhatiakn gizi dan pola asuh anaknya, agar tidak mengarah kepada stunting,” lanjutnya lagi.
Kepala perwakilan BKKBN provinsi Jawa Barat, DR.Drs Wahidin ,M.kes, menerangkan bahwa masyarakat yang ekonominya menengah kebawah serta pendidikan rendah, lebih cenderung memiliki anak banyak.
“Yang anaknya banyak, justru yang ekonominya menengah kebawah, karena dia tidak mendapatkan visi yang baik. Kalau pendidikannya rendah, tentu nanti akan menikah lagi di usia muda, punya anak banyak. Akhirnya yang miskin bertambah miskin, dan siklusnya begitu terus,” terang Wahidin.
Kondisi tersebut menurut Wahidin bisa berpotensi menghasilkan generasi yang stunting, yang berdampak pada masa depan bangsa ini nantinya. Untuk itu, BKKBN selama tiga tahun kedepan, akan bekerja keras bagaiman bisa menurunkan angka stunting minimal bisa sampai pada angka target 14%.(art)