Jakarta, 18 Maret 2025 – Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Revisi ini bertujuan memperkuat pertahanan negara dan meningkatkan profesionalisme prajurit. Kapuspen TNI menekankan bahwa revisi ini adalah kebutuhan strategis agar tugas dan peran TNI lebih terstruktur serta adaptif terhadap tantangan zaman.
Salah satu perubahan signifikan dalam revisi ini adalah penambahan tugas TNI dalam operasi militer selain perang, termasuk penanganan masalah narkotika dan keamanan siber. Selain itu, jumlah kementerian atau lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif TNI diperluas menjadi 16, mencakup Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kejaksaan Agung, dan lainnya.
Perubahan ini dianggap penting mengingat maraknya kasus mafia di berbagai sektor, seperti migas, narkoba, hukum, ekonomi, pertanahan, dan perkebunan, yang menjadi ancaman serius bagi bangsa. Kedisiplinan dan ketegasan militer diharapkan dapat berperan dalam memberantas praktik-praktik ilegal tersebut.
Indria, Ketua Umum Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia, menyatakan bahwa revisi UU TNI ini bukanlah upaya mengembalikan Indonesia ke era Orde Baru atau membangkitkan kembali dwifungsi ABRI, melainkan untuk mengembalikan semangat reformasi sesuai dengan tujuan dan cita-cita rakyat Indonesia. Ia juga menekankan bahwa aturan yang melarang prajurit TNI aktif mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau presiden tanpa pensiun terlebih dahulu harus tetap dipertahankan.
Namun, sejumlah pihak mengkhawatirkan bahwa revisi ini dapat membuka kembali peluang dwifungsi militer. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti bahwa perlu ada batasan jelas agar TNI tidak kembali terlibat dalam ranah sipil secara berlebihan.
Proses pembahasan revisi ini juga menuai kritik karena dilakukan secara tertutup di sebuah hotel mewah. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti, menilai bahwa prosedur penyusunan dan pembahasan RUU TNI terindikasi abusive law making dan harus dibatalkan.
Meskipun demikian, pemerintah dan DPR berkomitmen untuk melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam proses revisi ini guna memastikan bahwa perubahan yang dilakukan sejalan dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Dengan adanya revisi UU TNI ini, diharapkan TNI dapat lebih adaptif dan responsif dalam menghadapi berbagai ancaman, baik militer maupun non-militer, serta turut berperan aktif dalam menjaga stabilitas dan keamanan nasional.

