Prosiar, Rokan Hilir – Direktur Utama Lembaga Pendidikan Wartawan, Pekanbaru Journalist Center (PJC), Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., mengatakan ketaatan pada Kode Etik Jurnalistik Indonesia (KEJI) akan membebaskan wartawan dari delik pidana.
“Jadi, wartawan tidak perlu takut dikriminalisasi, sepanjang prosesi kinerja jurnalistiknya tunduk pada KEJI,” katanya, dalam Seminar Anugerah Jurnalistik Kominfo, 2022, Kabupaten Rokan Hilir, Rabu (16/3).
Seminar Jurnalistik yang pertama sejak 10 tahun terakhir itu dibuka langsung Bupati Rohil, Afrizal Sintong, S.IP, bersama Wabup Rohil H.Sulaiman, dihadiri Plt.Kadis Kominfo Rohil, Indra Gunawan,S.E..
Dua Pembicara tampil dalam seminar yang berlangsung sekitar 200 menit itu: Drs.Wahyudi El Panggabean, MH., dan Advokat Asmanidar, S.H., selaku Ahli Hukum Pers.
Berbicara di hadapan sekitar 75 orang Pimpinan Organisasi Pers, Pemimpin Media dan Wartawan di Aula Bappeda Rohil, Wahyudi menyebut ketaatan wartawan pada KEJI merupakan harga mati.
“Sebab, sebagian besar konflik wartawan dengan narasumber, kemudian diproses hukum, bersumber dari dugaan pelanggaran KEJI,” kata Wahyudi yang juga Hakim Ethik Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Pekanbaru itu.
Wahyudi kemudian memberi illustrasi: Jika Wartawan diibaratkan senjata, “Maka Kode Etik adalah ‘buku petunjuk’ penggunaan senjata itu,” jelas Wahyudi yang mantan Wartawan Majalah Forum Keadilan, Jakarta itu.
Dengan demikian katanya, terus belajar memahami KEJI dan meningkatkan skill jurnalisme merupakan keharusan bagi seseorang yang ingin menjadi wartawan profesional.
Yang paling utama jelasnya menguji kebenaran informasi sebelum ditulis dan menjaga azas perimbangan dalam menulis berita.
Jangan sampai seorang wartawan imbau wahyudi harus melukai seseorang yang dia beritakan. Sekalipun orang tersebut adalah pelaku kejahatan.
“Karena wartawan hanya diberi wewenang menginformasikan. Bukan melukai. KEJI tidak memberi hak wartawan untuk menyakiti,” tegasnya.
Mengingat Profesi Wartawan adalah pekerjaan mulya dan terhormat, mohon teman-teman para wartawan untuk mempelajari lagi KEJI dan ilmu wartawan.
“Tidak perduli di media mana Anda bekerja. Tidak masalah berapa pun usia Anda hari ini. Belajar ilmu jurnalis dan terus berlatih adalah satu-satunya alterntif,” kata penulis buku-buku jurnalis itu.
Di era supermodern kini, katanya hanya wartawan yang terus belajar dan berlatih yang mampu beradaftasi dengan kemajuan teknologi.
Wahyudi mengakui, menjadi wartawan profesional membutuhkan tekad dan keberanian. “Keberanian dimiliki wartawan jika mencintai profesi ini dengan mendalam,” katanya.
Saat ini katanya, banyak yang mengaku sebagai wartawan tanpa memiliki appresiasi yang mendalam terhadap tugas-tugas jurnalistik.
“Akibatnya, wartawan dijadikan sarana untuk semata-mata berburu uang. Trik ini sangat rentan pada pelanggaran etik dan pelanggaran hukum,” tuturnya.
Untuk meminimalisasi tindakan-tindakan kontraintegritas itulah katanya institusi Dewan Pers menyelenggarakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
UKW itu kata Wahyudi sangat penting sebagai alat ukur untuk mengetahui apakah seorang wartawan sudah kompeten atau tidak, di bidangnya.
Meskipun masih ada wartawan yang lulus UKW katanya, tidak representatif dengan skill jurnalisme yang dimilikinya.
“Toh, saat ini UKW itu tetap saja menjadi seperangkat alat ukur kompetensi untuk para wartawan,” tegas Wahyudi.(A-R)
Editor: Gus Din