Kitabaru.com, Labuan Bajo – Kuasa hukum Muhamad Rudini ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, DR. (c) Indra Triantoro, S.H., M.H., mengecam Kejaksaan Negeri Manggarai Barat atas dugaan pengabaian terhadap laporan yang diajukan terkait adanya dugaan tindakan penyerobotan lahan seluas 11 Hektare yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, NTT oleh keluarga ahli waris Niko Naput.
Menurut Indra, meskipun laporan telah diterima sejak 8 Januari 2024 oleh Kasi Pidsus Wisnu Sanjaya, dan juga telah melakukan pemeriksaan di Lokasi obyek sengketa pada tanggal 16 Januari 2024, namin hingga saat ini belum ada perkembangan yang signifikan dalam penanganan kasus ini. Pihaknya merasa bahwa upaya hukum yang ditempuh tidak direspons dengan serius oleh pihak kejaksaan.
“Laporan Muhamad Rudini diterima pada tanggal 8 Januari 2024 oleh Wisnu Sanjaya selaku Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, namun hingga detik ini kami tidak tahu sudah sejauh mana progres pelaporannya. Kami merasa bahwa laporan yang telah kami layangkan di Kejaksaan Negeri Manggarai Barat beberapa waktu lalu itu diabaikan,” tegas Indra, Rabu, (10/7/2024) di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Kuasa hukum dari Muhamad Rudini menjelaskan bahwa Pada tanggal 16 Januari 2024, tim dari Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, yang dipimpin oleh Kasi Pidsus, Wisnu Sanjaya, S.H., bersama tim BPN Manggarai Barat, yang dipimpin oleh Kasi Sengketa Bapak Putu dan Bapak Jonas, turun langsung ke lapangan untuk memeriksa lokasi tanah yang menjadi obyek sengketa. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencocokkan lokasi tersebut dengan Warkah atau bukti penyerahan tanah adat yang tercatat pada tanggal 2 Mei 1990.
Dalam pemeriksaan tersebut, terungkap bahwa kedua SHM yang terdaftar atas nama Paulus G. Naput (tergugat 1) dan Maria F. Naput (tergugat 2) mengalami kesalahan lokasi, ploting, dan penunjukan batas-batas.
“Dari hasil pemeriksaan tersebut, tim BPN dan tim Kejari sepakat bahwa kedua tanah atas nama Paulus G. Naput (pihak tergugat 1) dan Maria F. Naput (pihak tergugat 2) tersebut terbukti salah lokasi, salah ploting, atau salah penunjukan batas-batas. Lokasi sebenarnya berdasarkan peta warna merah seluas 16 Ha, bukan di peta warna hijau yang merupakan lokasi tanah milik penggugat seluas 11 Ha,” jelas Indra.
Indra juga menjelaskan bahwa pihak BPN Manggarai Barat membawa 10 tumpukan map berkas saat pemeriksaan. Namun, dari dokumen tersebut, tidak ditemukan Warkah asli yang menjadi dasar penerbitan SHM atas nama pihak terlapor.
Pemeriksaan lebih lanjut oleh Kasipidsus dan Kasipidum Kejari Manggarai Barat terhadap dokumen-dokumen tersebut menemukan bahwa semua surat di Warkah SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput hanyalah fotokopi dan tidak mencantumkan batas-batas serta saksi-saksi yang sah.
“Saat itu pihak BPN membawa dokumen Warkah tanah 11 hektar yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo. Kasipidsus dan Kasipidum Kejari Manggarai Barat memeriksa satu persatu berkas dari BPN itu, dan di dalam warkah tersebut tdak ditemukan dokumen yang asli surat penyerahan tanah adat,” katanya.
“Semua surat-surat di warkah SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan SHM Paulus Grant Naput adalah foto copy semua dan salah lokasi, salah letak, salah penunjukan batas-batas dan juga salah saksi-saksi batas atas nama Mikael Mensen dengan Bapak Stephanus Herson,” pungkas Indra mengungkapkan.
Kemandekan Proses Hukum
Setelah pemeriksaan bersama ini, Indra menuturkan bahwa hingga kini sangat disayangkan bahwa diduga surat perintah kerja atau sprindik dari Kajari, Sarta, S.H., belum pernah diterbitkan.
Akibatnya, tim Kejaksaan Negeri Manggarai Barat tidak dapat bergerak untuk menegakkan keadilan dan memberantas mafia tanah.
Hal ini menyebabkan pemilik SHM atas nama Maria Fatmawati Naput dan Paulus Grant Naput tetap tidak tersentuh hukum dan bebas dari panggilan pihak Kejari.
Dr. Indra Triantoro mengungkapkan kecurigaannya bahwa ada perlindungan dari Kepala Kejari Manggarai Barat terhadap kasus ini.
“Hampir tujuh bulan berlalu tanpa ada surat perintah atau sprindik yang dikeluarkan untuk memberantas mafia tanah di Labuan Bajo. Situasi ini sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan perhatian serius agar keadilan dapat ditegakkan. Keadilan harus ditegakkan, dan mafia tanah harus diberantas demi kebaikan bersama masyarakat Manggarai Barat,” tegas Indra.
Indra menuturkan bahwa hingga saat ini pihaknya mengaku kecewa dan ingin mengetahui sejauh mana progress pelaporan tersebut di Kejari Manggarai Barat. Kekecewaan tersebut kata Indra tentu bukan tanpa alasan, pasalnya mereka hanya ingin mengetahui apakah melalui pemeriksaan langsung lokasi dan juga pemeriksaan dokumen daei BPN Manggarai Barat itu layak atau tidak untuk ditindak lanjuti.
“Seharusnya kan ada pemberitahuan melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan dan atau hasil penelitian. Kalau memang memenuhi unsur pidana, iya bagaimana kelanjutannya begitupun sebaliknya. Tujuannya supaya publik bisa mengikuti dan mengetahui proses yang sedang berjalan,” cetus Indra.
“Kalau ngambang begini kan, kami mencurigai bahwa Kejaksaan sudah berkompromi dengan pihak terlapor karena hingga saat ini Kejari Mabar belum mengeluarkan surat perintah tindak lanjut untuk panggil itu terlapornya,” tambah Indra.
Mengutip dari media flores.pikiran-rakyat.com, Kasie pidsus Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, Wisnu Sanjaya, S.H ketika di konfirmasi mengatakan bahwa Ia sedang mengikuti kegiatan di luar kantor, dan mengarahkan wartawan untuk datang ke kantor ketemu langsung bidang intel.
“Diluar mas ada giat. Langsung konfirmasi ke kantor melalui bidang intel mas satu pintu,” jawab Wisnu Via Whatsapp Kamis, (11/7/2024).
Mendapat jawaban seperti itu, awak media langsung mendatangi Kejaksaan Negeri Manggarai Barat sekitar pukul 12.20 Wita.
Setibanya di kantor Kejari, Pramu tamu kejaksaan langsung merespon dan mengarahkan wartawan untuk ketemu kasie intel Ngurah Agung Asteka Pradewa Artha.
Tak berselang lama Kasie Intel pun muncul, namun Ia enggan berkomentar banyak terkait beberapa informasi laporan Muhamad Rudini pada 8 Januari 2024 lalu.
“Saya harus konfirmasi ke pihak penerima laporan kaka, karena saya masih baru disini,” ucapnya ramah.
Kasie Intel Kejari Mabar juga berjanji akan tetap memberikan informasi terkait itu, setelah Ia berkordinasi dengan pihak penerima laporan (Kasie Pidsus Wisnu Sanjaya. Red).
Diketahui adapun beberapa dokumen yang dilampirkan oleh pelapor yaitu gugatan perbuatan melawan hukum dengan nomor 01868/EI-LS/2023 tanggal 20 Desember 2023, Surat pernyataan jual beli tanah adat tertanggal 10 Maret 1990, Surat bukti penyerahan tanah adat tanggal 2 Mei 1999.
Sementara itu Surat tanda terima dokumen nomor berkas permohonan 813/2020, Surat tanda bukti laporan : LP/B/240/IX/2022/Polres Manggarai Barat tanggal 13 September 2022, Surat keterangan perolehan tanah adat tanggal 24 Januari 2019 dan Gambar lokasi tanah Negara (tanah adat) dan yang menerima laporan tersebut adalah Wisnu Sanjaya, SH. (red/okebajo)