Masa Kepemimpinan Rektor UST 4 Periode, Refleksi atas Kemunduran Demokrasi Kampus

oplus_1024

Masa Kepemimpinan Rektor UST 4 Periode, Refleksi atas Kemunduran Demokrasi Kampus

oplus_32

Yogyakarta – Penunjukan kembali Prof Drs Ki H Pardimin MPd PhD sebagai Rektor Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) untuk keempat kalinya menimbulkan polemik di kalangan alumni dan pemerhati pendidikan tinggi. Salah satunya datang dari Indria Febriansyah, alumni UST yang pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Keluarga Besar Mahasiswa (MMU-KBM) UST periode 2010–2012. Ia juga dikenal sebagai Ketua Umum Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia, Ketua Koperasi Jasa Barisan Alumni Tamansiswa Nusantara, serta Sekretaris Jenderal Ikatan Relawan Merah Putih Prabowo se-Indonesia.

Menurut Indria, perpanjangan masa jabatan Rektor hingga empat periode mencerminkan lemahnya regenerasi dan kemunduran nilai-nilai demokrasi dalam tata kelola kampus. “Sebagai institusi pendidikan warisan Ki Hadjar Dewantara, UST seharusnya menjunjung tinggi prinsip kaderisasi dan pembaharuan kepemimpinan, bukan malah memupuk kekuasaan,” ujarnya dalam pernyataan tertulis, Minggu (14/4).

Indria mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilihan rektor. “Apakah tidak ada lagi figur yang mumpuni di lingkungan kampus? Ini bukan soal pribadi Prof Pardimin, tetapi soal sistem yang harus adil, sehat, dan berdaya hidup,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menilai bahwa capaian-capaian infrastruktur dan peningkatan jumlah mahasiswa belum cukup merefleksikan kualitas akademik dan budaya kampus yang merdeka. “Jika pembangunan fisik dijadikan parameter utama, maka semangat pendidikan Tamansiswa telah digeser menjadi sekadar proyek administratif,” tambah Indria.

Ia juga mengingatkan bahwa selama kepemimpinan yang panjang ini, suara mahasiswa dan dosen kritis cenderung tidak terakomodasi. “Kampus bukan perusahaan. Kampus harus menjadi tempat dialektika, bukan hanya menara gading yang steril dari perbedaan pendapat,” ujarnya.

Sebagai solusi, Indria mendorong dibentuknya dewan pengarah alumni independen yang terlibat aktif dalam proses pengawasan dan kaderisasi kepemimpinan kampus. Ia juga menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh atas tata kelola UST demi menjaga marwah Tamansiswa sebagai gerakan pendidikan yang membebaskan.

“Ki Hadjar Dewantara mengajarkan kita untuk mendidik dengan hati, memimpin dengan teladan, dan mewariskan semangat perjuangan. Bukan mewariskan jabatan,” pungkas Indria.