Keterangan Foto : Advokat Rakyat Agussalim SH saat berada diantara perkebunan Sawit, dan lokasi tambang Nikel di kabupaten Morowali Sulawesi Tengah. [Dok:Ist]
Prosiar.com, Palu – Kerusakan Ekologi Lingkungan di Sulawesi merupakan fakta nyata dari bisnis Oligarki dan Imperialisme Global semenjak energi fosil tersebut dibutuhkan pasar negara Komprador ke dalam pusaran sindikkasi modal elit Bisnis, Rejim Kapitalis Birokrasi menjadi eksis di Indonesia.
Energi fosil diarahkan sebagai energi terbarukan menjadi tuntutan kaum pergerakan sosial berbasis lingkungan yang menawarkan solusi atasi krisis iklim saat ini. Ini memuncak pada pertemuan KTT Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan.
Rejim negara Imperialis menawarkan dana Rp.4.780 Triliun untuk atasi perubahan iklim akibat dampak industri ekstraktif berbasis kerusakan lingkungan.
Masalahnya, Rakyat setelah tergusur dari hal hidup dalam sumber penghasilan agrarianya harus berhadapan pada kesehatan dan pendidikan dari situasi yang dihadapi.
Sementara, menurut UNFCCC sebanyak 23 negara maju dan Eropa harusnya bertanggung jawab dengan tidak memberikan donasi semata akibat perbuatannya merusak planet bumi ini. Bahkan PBB dalam institusi politiknya menempatkan delegasi anggotanya dari negara – negara tersebut terakomodir merumuskan kesepakatan yang manifes anti Rakyat dari negara- negara kaya terhadap Rejim Negara – Negara Miskin.
Kembali dalam praktik di dalam negeri kita, bahwa transisi energi yang seharusnya mendorong perbaikan alam dan berkeadilan bagi rakyat terjadi sebaliknya, satu contoh kendaraan listrik.
Ambisi Pemerintah Indonesia jadi pemain utama penyedia bahan baku baterai dari nikel untuk kendaraan listrik justru memunculkan berbagai dampak di lapangan, seperti kehancuran hutan (deforestasi), pencemaran, pengusiran masyarakat adat, petani dan nelayan hingga korupsi. Untuk itu, harus ada protes keras tata kelola industri nikel untuk kedaulatan rakyat.
Lantaran itulah, Advokat Rakyat Agussalim SH berperspektif bahwa logika politik hilirisasi nikel sebagai jalan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat ‘jauh panggang dari api’.
Semisal, ungkapnya di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), meski tercatat sebagai salah satu daerah penghasil nikel terbesar di Indonesia, hingga 2023, angka kemiskinan tercatat mecapai 12,31%.
“ Karena uang dari hasil hilirisasi itu hanya sebagian kecil yang dinikmati daerah, hanya sekitar 2,5% dari pajak yang dibayar. Sebagian besar justru mengalir ke Tiongkok dan elit modal di Jakarta,” timpal Agussalim SH mengkritisi.
Lebih lanjut, kemukanya menerangkan untuk mengetahui dampak hilirasasi nikel di sejumlah Provinsi di Indonesia seperti di Sulteng, Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Maluku Utara (Malut) bisa dilihat keberadaan rakyat dan buruh menambah penghasilannya atau tidak.
” Narasi kesejahteraan, sebagaimana pemerintah koarkan tak pernah terwujud sejak Jokowi memimpin,” imbuhnya me
Jika Prabowo memerlukan jalan alternatif lahirkan solusi menekan laju kerusakan lingkungan dan menempatkan kedaulatan rakyat bagi kesejahteraanya, sangat penting birokrasi pemerintahanya segera membatasi ekspansi tambang nikel agar berbagai dampak buruk tak makin meluas.
“ Bukan cuma tambangnya, tetapi industri pengolahan. Smelternya juga harus dibatasi. Terutama yang menggunakan teknologi RKEF,” terang Agussalim SH
Penggunaan teknologi Rotary Klin Electric Furnace (RKEF) akan menghasilkan nikel dengan kadar rendah, yang sebagian besar untuk produk stainless steel, seperti sendok dan garpu, bukan untuk bahan baterai kendaraan listrik.
Mengutip laman katadata.co.id , hingga 2023, kapasitas smelter di Indonesia mencapai 3 juta ton, meningkat 15 kali lipat disbanding 2016 tercatat 200.000 ton. Demikian pula dengan produksi nikel, dari 199.000 pada 2016, melonjak drastis mencapai 1,8 juta ton pada 2023.
Maka itulah, Kata Advokat Rakyat Agussalim SH, pemerintah harus berani menghentikan berbagai insentif fiskal di sektor ini.
Pasalnya, industri ini sudah terlalu lama menerima privilege dari pemerintah. Seperti pembebasan pajak yang pada akhirnya memicu setok nikel di pasar global kelebihan pasokan menyebabkan harga jatuh.
Bahkan kata Advokat Rakyat Agussalim SH lebih penting kalau cabut keistimewaan itu dan buat segera program ekonomi industri rakyat berbasis lokal dan memiliki agenda pasar Nasional sendiri. Jika ini masih dipertahankan, itu artinya Rejim Jokowi masih berlanjut
Kata Advokat Rakyat Agussalim SH menyampaikan 30 tahun lebih, Kapitalisme ini dilakukan hanya menjadi rakyat penonton dan kebiasaan kualitas produk mereka hasilkan sangat rendah demi riba oligarki.” Jika untuk kebutuhan bahan baterei kendaraan listrik dan sisanya hanya buat sendok dan garpu dari 5% digunakan, itu artinya paradigma bisnis nikel gagal,” jelasnya
Saat ini, pasar alami kelebihan setok nikel karena melambatnya permintaan kendaraan listrik. Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat dia yakini akan melanjutkan tren itu dalam beberapa tahun ke depan. Melemahnya industri stainless steel di Tiongkok turut memperparah situasi itu.
Melihat berbagai dampak buruk dari industri nikel, Advokat Rakyat Agussalim SH memastikan Prabowo dalam pemerintahannya harus mulai mengembangkan industri daur ulang baterai kendaraan listrik.
Jika solusi bukan Moratorium, program berlanjut, maka peluang ini dia nilai lebih menguntungkan ketimbang terus berpikir membuka tambang baru dengan daya rusak begitu tinggi.
Advokat Rakyat Agussalim SH menambahkan bahwa reformasi sejak 98 Rejim silih berganti tidak satupun berjalan sesuai tuntutan rakyat atas kesejahteraan dan konstitusional.
Sila 5 Pancasila hanya koridor dari kekuasaan pro Rakyat bahwa seolah – olah sudah terpenuhi janji setiap Rejim pada setiap kampanye politik. Reformasi dibajak, transisi itu tidak berjalan adil dan benar. Semisal pada kegiatan industri Nikel yang menggunakan PLTU.
Pemerintah sama sekali tidak fokusi memiliki kepedulian bahwa PLTU merupakan masalah tersendiri dari integrasi bisnis tambang nikel di kawasannya. Bahkan listrik yang dihasilkan justeru berpihak pada kepentingan modal investasi, bukan untuk daerah penghasil.
Kejadian ini terjadi di Kabupaten Morowali Utara, daerahnya mengalami listrik padam setiap Minggu. Apakah ada solusi ? K
Kata Advokat Rakyat Agussalim SH sebelumnya pemerintah menyatakan tidak lagi membangun pembangkit batubara. Nyatanya, pusat-pusat pengolahan nikel justru banyak PLTU berbahan fosil ini.
Bahkan keberadaan kapasitas PLTU itu menjadi polemik saja dari targetnya dengan sebagian dibiayai investor asing di industri milik Tiongkok. Dari 10 GW lebih yang sebagian dibiayai Tiongkok itu, artinya bertentangan dengan statemen Presiden China yang menyatakan tidak lagi membiayai energi kotor di luar negeri, sekalipun hanya statement saja dari kebiasaan kita yang diskursif.
Pesan Advokat Rakyat Agussalim SH hanya ada dua (2) sikap di Pemerintah Prabowo kali ini, Industri nikel kita mau dibenahi atau Moratorium ?, Demikian statement tegas Advokat Rakyat Agussalim SH untuk melihat era pemerintahan ini pro rakyat berbasis ekologi lingkungan atau tidak. (red)