Rektor UST Angkat Anak Jadi Kepala Kepegawaian, Tamansiswa Diterpa Isu Krisis Integritas

Rektor UST Angkat Anak Jadi Kepala Kepegawaian, Tamansiswa Diterpa Isu Krisis Integritas

Yogyakarta – infopertama.com
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, isu dugaan pelanggaran integritas dan tata kelola pendidikan menghantam institusi yang didirikan berdasarkan ajaran Ki Hadjar Dewantara tersebut.

Rektor UST, Prof. Pardimin, diketahui mengangkat anak kandungnya, Putri, sebagai Kepala Bagian Kepegawaian di kampus tersebut. Pengangkatan ini memicu kritik tajam dari berbagai pihak karena dinilai sebagai bentuk nepotisme dalam lingkungan pendidikan tinggi.

Tak hanya itu, Prof. Pardimin juga disebut menduduki posisi di Majelis Luhur Tamansiswa, lembaga tertinggi yang secara struktural merupakan bagian dari yayasan penyelenggara pendidikan. Dengan demikian, ia diduga melakukan rangkap jabatan, yang bertentangan dengan Surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 3 Tahun 2021. Aturan tersebut secara tegas melarang seseorang menjabat di organ yayasan sekaligus pengelola perguruan tinggi.

Ketua Umum Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia, Indria Febriansyah, menyoroti praktik tersebut sebagai bentuk kemunduran moral dan profesionalitas dalam dunia pendidikan. “Rangkap jabatan bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencerminkan krisis kepemimpinan. Ini tidak sejalan dengan semangat Ki Hadjar Dewantara,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (16/4).

Selain masalah struktural, UST juga disorot karena diduga melakukan pembangunan gedung tanpa izin mendirikan bangunan (IMB). Gedung empat lantai tersebut dibangun dengan anggaran sebesar Rp100 miliar, angka yang dinilai janggal mengingat Gedung Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang memiliki delapan lantai hanya menelan biaya Rp80 miliar.

Indria juga mengkritik pengangkatan para Wakil Rektor baru yang disebut “mudah diatur”, serta dugaan konsentrasi kekuasaan dalam tubuh kampus. Ia menegaskan bahwa regenerasi dalam kepemimpinan Tamansiswa telah mandek, bahkan banyak pejabat bertahan hingga empat periode tanpa penyegaran.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa struktur organisasi Tamansiswa saat ini mengalami kekacauan fungsi. Majelis Luhur Tamansiswa kini juga menjadi pengurus yayasan di berbagai wilayah, termasuk untuk perguruan tinggi seperti UST. Di sisi lain, majelis cabang juga bertindak sebagai yayasan bagi sekolah-sekolah Tamansiswa di daerah. Praktik dwifungsi antara yayasan dan pengelola pendidikan ini terjadi secara masif dan melanggar prinsip tata kelola profesional.

“Kami menyerukan evaluasi menyeluruh dan audit independen terhadap pengelolaan UST, serta reformasi menyeluruh dalam struktur kepemimpinan Tamansiswa,” tegas Indria.

Ia juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga marwah Tamansiswa agar tetap menjadi pelopor pendidikan nasional yang bersih, beretika, dan berlandaskan nilai-nilai perjuangan Ki Hadjar Dewantara.