Rektor UST Prof. Pardimin Dikritik Keras, Dinilai Langgar Statuta dan Monopoli Kekuasaan
Yogyakarta – Kritik tajam kembali menghujani Rektor Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST), Prof. Pardimin. Kali ini datang dari mantan Ketua Majelis Mahasiswa Universitas (MMU-KBM UST) periode 2010-2012, Indria Febriansyah, yang secara terbuka menyoroti sejumlah kebijakan kontroversial sang rektor.
Prof. Pardimin yang kini menjabat sebagai rektor untuk keempat kalinya, dianggap telah melanggar statuta kampus yang secara tegas membatasi masa jabatan rektor maksimal dua periode. Kritik dari berbagai kalangan sebelumnya pun tampaknya tak digubris. “Ini bukan hanya soal masa jabatan, tapi soal etika dan komitmen terhadap aturan yang dibuat institusi sendiri,” tegas Indria.
Isu lainnya yang mengundang tanda tanya publik adalah anggaran pembangunan gedung baru UST. Gedung empat lantai tersebut dikabarkan menelan biaya lebih dari Rp100 miliar — jauh lebih besar dibandingkan pembangunan gedung delapan lantai milik Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang hanya menghabiskan Rp80 miliar. Hal ini menimbulkan kecurigaan terkait efisiensi dan transparansi penggunaan anggaran kampus.
Tak hanya itu, dugaan praktik nepotisme turut mencuat. Prof. Pardimin dikritik karena diduga mengangkat anak kandungnya sendiri menjadi Kepala Biro Kepegawaian. “Kalau kampus sudah dikelola seperti perusahaan keluarga, maka hancurlah idealisme pendidikan,” ujar Indria dalam pernyataan terbarunya.
Kebijakan mengganti nama kelembagaan mahasiswa dari MMU menjadi BEM juga dianggap sebagai upaya sistematis untuk mengontrol gerakan mahasiswa yang kritis terhadap kebijakan kampus. Langkah ini dinilai sebagai pemusnahan identitas dan sejarah panjang perjuangan mahasiswa Tamansiswa.
Dengan posisinya saat ini sebagai Wakil Ketua Majelis Luhur Tamansiswa, kekuasaan Prof. Pardimin dianggap semakin tidak terbendung. “Beliau seperti pemain tunggal dalam panggung politik akademis Tamansiswa. Kritik seolah hanya angin lalu,” tambah Indria.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Rektorat UST belum memberikan tanggapan resmi atas berbagai kritik yang dilayangkan. Desakan agar Majelis Luhur Tamansiswa mengevaluasi kepemimpinan Prof. Pardimin pun terus menguat.