Prosiar, Jakarta – Ketua Setara Institute Hendardi SH menilai penangkapan pemimpin dan pengurus Khilafatul Muslimin (KM), Abdul Qodir Hasan Baraja dkk oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya sudah tepat. Dimana ini menunjukkan bahwa kelompok-kelompok pengusung aspirasi ideologi yang bertentangan dengan Pancasila nyata adanya.
“Kelompok-kelompok semacam
ini (red-Khilafatul Muslimin) akan terus tumbuh seiring dengan kinerja pemerintah dalam mempromosikan dan menerapkan ideologi Pancasila, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Hendardi kepada Syafrudin Budiman SIP wartawan senior, Senin (13/06/2022) di Jakarta.
Bahkan juga kata Hendari dalam kinerja penanganan intoleransi, radikalisme dan terorisme, gerakan seperti ini akan terus tumbuh. Jadi lanjutnya, penanganan penangkapan pemimpin dan pengurus Khilafatul Muslimin sudah sesuai aturan perundang-undangan.
“Namun, jika kinerja badan-badan yang ditujukan untuk membudayakan Pancasila, semacam Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) hanya berkutat pada seremoni dan agitasi saja. Maka sulit bagi masyarakat untuk menerima Pancasila sebagai ideologi terbuka yang bisa menjadi spirit mencapai tujuan bernegara,” kritik Hendardi.
Kata dia, selain itu penerapan Pancasila oleh pemerintah harus bisa membangun kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan melindungi setiap bangsa. Sehingga Pancasila bisa diterima masyarakat sebagai ideologi terbuka dan spirit untuk mencapai kesejahteraan bersama.
“Peran BPIP kurang efektif, jadi kedepan BPiP harus menjadi gerakan sosial bersama dalam mencapai tujuan Pancasila dalam implementasi di masyarakat,” tandas Hendardi.
Demikian juga katanya, jika kinerja Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) semakin kehilangan fokus, maka kerja deradikalisasi hanya menjadi rutinitas ritual BNPT yang tidak menyentuh aspek hulu dari terorisme.
Selain itu kata Hendardi, langkah kepolisian menangani kelompok Khilafatul Muslimin dengan menggunakan delik-delik pidana di luar kerangka UU Terorisme, secara normatif lebih tepat dibandingkan dengan menggunakan UU Terorisme.
“Karena kelompok KM ini sesungguhnya tidak atau belum melakukan tindak pidana terorisme
kecuali mempromosikan ideologi yang berbeda,” jelasnya.
Menurut Hendardi, penindakan terbatas yang
menjerat pimpinan KM juga dinilai tepat, karena pimpinan dan pengurus telah secara nyata mengusahakan gagasan KM itu terwujud.
“Apa yang dilakukan oleh Polri melalui Polda Metro Jaya adalah bagian dari pencegahan intoleransi yang tepat yang selama ini seringkali dibiarkan hingga
kelompok-kelompok tertentu mewujud menjadi tindakan radikalisme kekerasan dan terorisme,” puji Hendardi.
Pencegahan di hulu, yakni menangani intoleransi adalah salah satu cara menangani persoalan terorisme. Meskipun demikian, penanganan non hukum, dalam arti pekerjaan pencegahan
dengan berbagai pendekatan harus menjadi prioritas.
“Berbagai badan-badan negara dan juga aparat hukum harus juga melakukan penanganan non hukum. Dimana pencegahan dan penanganan intoleransi harus diperkuat dan menjadi yang utama,” tutup Hendardi. (red)
Penulis: RB. Syafrudin Budiman SIP