Jakarta – Polres Kampar dinilai semakin ugal-ugalan dengan mengkriminalisasi petani dan Ketua Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M), Kampar, Riau. Sebanyak 997 petani yang berhimpun di Kopsa M, saat ini tengah memperjuangkan hak-haknya yang dirampas oleh PTPN V, PT. Langgam Harmuni, dan perusahaan swasta lainnya.
Selain tanah yang dikuasai tanpa hak oleh pihak swasta, ada dugaan penggelapan kredit pembangunan kebun oleh PTPN V, penyanderaan hasil kebun petani dan kriminalisasi.
“Saat ini, dua petani telah ditetapkan menjadi tersangka dan Ketua Koperasi, Anthony Hamzah, telah ditahan oleh Polres Kampar,” kata Bonar Tigor Naiposos, Wakil Ketua SETARA Institute melalui rilis media, Selasa (11/01/2021) di Jakarta.
Menurutnya, dugaan permufakatan jahat aktor-aktor yang terganggu dengan kegigihan Ketua Koperasi membongkar mafia tanah perkebunan, telah dimanfaatkan oleh korporasi di tengah lemahnya integritas dan profesionalitas penegak hukum. Dengan memanfaatkan instrumen penegakan hukum, Kasat Reskrim Polres Kampar bebas mengorkestrasi pembungkaman dan kriminalisasi terhadap Ketua Koperasi.
Sehingga berhasil menahan Anthony Hamzah, padahal yang bersangkutan dalam status Terlindung oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI. Anthony Hamzah dan sejumlah petani lainnya adalah saksi dari Laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh PTPN V dan Laporan Penyerobotan Lahan, Penipuan dan Penggelapan di Bareskrim Polri.
“Sebagaimana kerja mafia hukum, Kasat Reskrim Polres Kampar tampak memperoleh proteksi berlapis dari aktor-aktor di belakang layar yang memetik keuntungan dari kecemasan PTPN V dan PT Langgam Harmuni yang merupakan terlapor, dalam permasalahan yang dihadapi Kopsa M,” ungkap Bonar sapaan akrabnya.
Bahkan kata dia, PT Langgam Harmuni yang menyerobot tanah petani, beroperasi tanpa izin hingga lebih dari 12 tahun. Padahal jarak kebun ilegal dengan Markas Polda Riau bisa ditempuh hanya dalam waktu lebih kurang 30 menit.*
“Kapolri tidak bisa berdiam diri menyaksikan peragaan abuse of power dari jajaran di bawahnya. Janji menindak tegas terhadap oknum-oknum Polri harus dibuktikan secara nyata,” desaknya.
Sementara itu Nabhan Aiqon, Peneliti Bisnis dan HAM SETARA Institute mengatakan, Visi PRESISI Polri diingkari oleh oknum-oknum Polri di jajaran bawah, khususnya pada Satuan Kerja Reserse di banyak Polres. Jangan kaget kalau waktu 1 bulan, tingkat kepercayaan terhadap Polri terjun bebas, sebanyak 6% dari semula 80,2% di November 2021 menjadi 74,1% pada Desember 2021, sesuai rilis Indikator Politik Indonesia, Januari 2022.
“Kapolri masih memiliki waktu cukup untuk memperbaiki kinerja kolektif institusi Bhayangkara ini, dengan mengambil langkah-langkah nyata atas berbagai peristiwa yang berdampak luas dan mengundang perhatian publik. Peristiwa sebagaimana menimpa Kopsa M, harus mendapat perhatian Kapolri, apalagi secara nyata oknum-oknum aparat Polri di Polres Kampar menghamba dan menjadi pelayan korporasi,” terang Nabhan panggilannya.
Menurut dia, menghentikan kasus-kasus kriminalisasi di tubuh Polri, sebagaimana juga menimpa Anthony Hamzah dan petani Kopsa M, adalah ujian Visi Presisi Polri. Dimana Kapolri Listiyo Sigit Prabowo sudah berjanji akan mengutamakan restorative justice dalam kasus-kasus kemasyarakatan.
“Bukan hanya menghentikan kriminalisasi, oknum-oknum di Polres Kampar, namun oknum-oknum polisi juga harus ditindak karena merusak marwah institusi Polri,” sarannya.
Kata Nabhan, atas dasar itu, SETARA Institute, sebagai bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Agraria, mendesak:
1. Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo memerintahkan Kapolda Riau, Irjen Muhammad Iqbal, mengambil langkah presisi dan berkeadilan, dengan membebaskan para petani dan Ketua Koperasi serta memberikan perlindungan kepada seluruh upaya yang sedang diperjuangkan para petani Kopsa M.
2. Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo mencopot oknum-oknum Polres Kampar, terutama mereka yang secara telanjang menyalahgunakan kewenangan (abuse of power).
3. Komnas HAM mengambil langkah perlindungan HAM yang terukur pada para petani, termasuk mempersoalkan tanggung jawab HAM PTPN V yang dituntut patuh dengan prinsip bisnis dan HAM sebagaimana ditetapkan oleh United Nations Guiding Principles (UNGPs) tentang Bisnis dan HAM.
4. LPSK RI mengambil tindakan sesuai kewenangannya, yang telah memberikan status terlindung pada Ketua Kopsa M, sehingga saksi dan pelapor memperoleh perlindungan.
“Semoga Kapolri bisa mendengar desakan ini dan segera mengambil tindakan di bawah, terkait terjadinya prakter kriminalisasi oleh Polres Kampar,” pungkas Nabhan.
Penulis: RB. Syafrudin Budiman SIP