Tamansiswa dalam Bahaya: Suara Alumni dan Mahasiswa Menolak Otoritarianisme di UST

Tamansiswa dalam Bahaya: Suara Alumni dan Mahasiswa Menolak Otoritarianisme di UST

Dalam beberapa waktu terakhir, suasana di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) memanas. Bukan karena prestasi yang membanggakan, melainkan karena gelombang kekecewaan yang datang dari berbagai kalangan: alumni, mahasiswa, dosen, hingga para aktivis pendidikan. Sorotan utama jatuh pada kebijakan dan kepemimpinan Rektor UST, Prof. Pardimin, yang kini menuai kritik tajam.

Indria Febriansyah, alumni Majelis Mahasiswa Universitas (MMU-KBM-UST), menjadi salah satu suara paling vokal. Ia menyoroti beberapa hal krusial, termasuk perubahan nama kelembagaan tanpa partisipasi atau persetujuan dari keluarga besar mahasiswa, serta dominasi kekuasaan Prof. Pardimin yang sudah menjabat selama empat periode. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan praktik otoritarianisme yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Tamansiswa.

Yang lebih mencengangkan, muncul dugaan nepotisme: pengangkatan anak kandung Prof. Pardimin ke dalam jajaran kepegawaian UST. Apakah ini bentuk penyalahgunaan wewenang? Ataukah Tamansiswa kini menjadi ladang kekuasaan pribadi?

Padahal, Prof. Pardimin adalah dosen yang diperbantukan oleh pemerintah—seorang aparatur sipil negara yang seharusnya menjaga netralitas dan profesionalisme. Namun, kenyataannya, justru ada upaya sistematis untuk “mengobok-obok” tatanan Tamansiswa dengan membuat peraturan sekehendaknya sendiri, seakan-akan lembaga ini milik pribadi, bukan milik bersama.

Kami, para alumni, mahasiswa, dan pegiat pendidikan, menyatakan tuntutan kami dengan tegas:

1. Majelis Luhur harus segera memecat Prof. Pardimin sebagai Rektor UST.

2. Kembalikan posisi Prof. Pardimin ke Dikti sesuai status PNS-nya.

3. Blacklist Prof. Pardimin, anaknya, dan kroni-kroninya dari lingkungan Tamansiswa.

4. Pulihkan marwah Tamansiswa sebagai lembaga pendidikan yang demokratis, terbuka, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Ki Hadjar Dewantara.

Tamansiswa bukan milik individu. Ini rumah bagi mereka yang percaya pada pendidikan yang memerdekakan. Jangan biarkan satu nama menghancurkan warisan besar ini.