Prosiar, Jakarta – Indonesia bak serpihan mutiara dengan kekayaan alam yang indah nan mempesona, dengan modal alam yang kaya ini harusnya Indonesia bisa segera menjadi Negara adidaya setidaknya rakyatnya hidup sejahtera terpenuhi akan sandang pangannya. Sangking subur dan kaya alam Indonesia penyanyi Koes Plus menggambarkan dalam syair lagunya yang terkenal itu mengatakan bahwa tanah kita tanah sorga tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Kekayaan dan kesuburan pada masa para pujangga Jawa pun mengungkapkan keagungan alamnya dengan mengatakan gemah ripah titi tentrem kerto toto raharjo, urip tanpa tinandur artinya tanah bumi pertiwi ini sangatlah subur yang mampu memberikan kehidupan bagi siapapun yang menempatinya.
Dan masih banyak lagi para pujangga dan penyanyi menggambarkan bagaimana keindahan Nusantara dengan segala ragam dan jenisnya baik dari suku, adat istiadat, kekayaan alam dan sebagainya.
Pertanyaan besarnya, kenapa alam yang sudah menyediakan semuanya itu tidak membuat bangsa ini segera sejahtera, justru negara-negara yang merdekanya lebih belakang dari Indonesia bisa mengejar ketertinggalan Vietnam misalnya.
Ketika mencoba dan melihat sebuah perjalanan bangsa yang sebentar lagi diperingati HUT Kemerdekaan RI ke 77 tahun, ada persoalan yang mendasar, kesepakatan ideologi Pancasila yang masih terus digoyang, padahal bicara ideologi harusnya negara tegas untuk menjaga dan merawatnya.
Kalau negara berani menerbitkan aturan yang melarang keras adanya penyebaran faham komunis dan sebagai ideologi terlarang, harusnya negara juga berani mengeluarkan peraturan yang melarang adanya kelompok tertentu yang terus merongrong dengan menawarkan ideologi yang berbasis agama apapun. Artinya ideologi negara harus tuntas dan tidak boleh diganggu lagi.
Jendral Purn Eddy Sudrajat mantan Kasad dan sekaligus mantan Ketua umum, PKPI dalam salah satu bukunya menegaskan selama ideology Pancasila belum tuntas, tidak akan pernah selesai dengan kegaduhan yang diakibatkan adanya kelompok yang masih menginginkan adanya pergantian Ideologi pancasila.
Berkenaan dengan Pancasila, menarik dalam pidato Presiden Joko Widodo saat memperingati hari lahirnya Pancasila yang digelar di Ende Nusa Tenggara Timur dalam kesempatan tersebut, presiden mengajak seluruh anak bangsa untuk bersama-sama membumikan Pancasila dan mengaktualisasi nilai luhur Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
“Pancasila bukan hanya telah mempersatukan kita semua, Pancasila juga telah menjadi bintang penuntun ketika bangsa Indonesia menghadapi tantangan dan ujian,” katanya (cnbcindonesia.com/news/20220601094750-4-343429), Artinya Pancasila hasil konsesus bersama dan diyakini tentang ideology Pancasil sudah mengalami diskusi dan penelitian serta perdebatan panjang, dan bisa jadi semua itu juga diambil dari pembelajaran semua ideology dunia yang sudah ada oleh Ir Soekarno dan para faunding father bangsa ini.
Pilihan kenapa Pancasila bukan ideologi liberal, Komunis atau ideology agama. Semua itu tak terlepas dari adanya keberagaman yang ada di Indonesia, baik adat kebiasaan serta aneka suku dan agamanya. Belum lagi dengan sistem kekerabatan yang kental di berbagai suku seperti Jawa, Sunda, Batak dan Minang serta masih banyak lagi suku-suku lainnya maka musayawarah itu menjadi cara menyelesaikan masalah yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat.
Tindakan Tegas Perlu Dilakukan Tafsir tunggal yang sering dipakai kelompok yang mengatasnamakan agama ini yang membuat kemajuan bangsa tersendat bahkan justru menghalangi kemajuan jaman. Karena segala sesuatunya dikaitkan dengan aturan agama padahal bicara negara sudah clear Indonesia bukan Negara agama.
Harusnya ada pemisahan yang jelas mana ranah agama mana ranah negara, mengingat keberadaan agama yang diakui ada enam agama yang tentu memiliki kedudukan yang sama di dalam konstitusi Dan itu diatur dalam pasal 27 UUD 1945 di mana tanpa mendiskriminasikan ras, agama. Gender, budaya, suku dan golongan.
Namun belakangan ini aturan suatu agama, sangat mendominasi terasa sudah masuk ranah umum karena selalu saja dikaitkan dengan agama. Sehingga tak jarang membuat gaduh. Semisal klaim makanan saja jadi ribut. Sampai urusan yang tidak membuat dampak untuk kesejahteraan. Padahal makanan itu tidak ada agamanya.
Ada sebuah penelitian menarik, yang disampaikan Jendral Purn Polisi Tito Karnavian dalam sambutan resminya di sebuah Gereja di GKI Bintaro Jakarta Selatan (majalahgaharu.com).
Dijelaskan hubungan variabel relegius dengan kejahatan, seharusnya kan kejahatan rendah namun anehnya di negara relegiusnya tinggi ternyata tidak demikian. Indonesia masuk top ten 10 besar religius seperti Gana, Italia, Brasil dan Bangladesh di sana penjara penuh. Sebaliknya negara sekuler seperti Belanda, Finlandia dan negara lainnya penjara kosong.
Dengan realita seperti inilah, sudah seharusnya segera disadari bahwa beragama itu seharusnya memberikan arah dan tujuan untuk kebaikan, bukan ritual dan symbol-simbolnya yang dikedepankan.
Beragama yang sekarang ini booming lebih terjebak pada ritual agama, menyebabkan melupakan pesan agung dari ajaran agama itu sendiri. Apalagi ketika agama sudah dipakai untuk kepentingan politik pragmatis makin rusaklah pesan moral agama itu sendiri.
Berangkat dari apa yang terjadi saat ini, sudah saatnya tindakan tegas menjaga ideology. Negara harus berani mengambil tindakan bagi siapapun yang mencoba menawarkan ideology selain Pancasila. Serta mengembalikan fungsi agama untuk lebih memberikan spirit kehidupan sekaligus menjadi pandom untuk mengatur arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan cara ini Negara menghormati dan menghargai karya para leluhur yang sudah bersusah payah merumuskan ideology Pancasila. Hanya dengan menyeimbangkan antara beragama dan kerja keras, kehidupan lebih baik dan sehingga bangsa ini maju dan rakytanya sejahtera, bukan hanya dimanfaatkan oleh oknum yang memakai dalih agama untuk keuntungan diri serta kelompoknya.
Oleh Yusuf Mujiono
Ketua Umum Pewarna Indonesia /CEO Majalah GAHARU GROUP