Jakarta – Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Kepolisan Negara Republik Indonesia melalui Kapolri Jenderal Listiyo Sigit Prabowo menyampaikan akan memberantas semua bentuk pertambangan illegal. Namun sepertinya pernyataan Kapolri ini tidak diikuti oleh jajaran kepolisian daerah.
Baru baru ini yang terungkap adalah kasus suap tambang Illegal yang melibatkan Ismail Bolong di Kalimantan Selatan. Hal ini diduga juga terjadi dugaan tambang Illegal di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.
Hal ini diungkapkan oleh Roger Tambing Direktur CV. Bara Naga yang mempunyai konsesi pertambangan batubara yang terletak di Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, Rabu (30/11/2022). Dimana perusahaan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Provinsi Kalimantan Timur No. 503/1465/IUP-OP/DPMPTSP/VIII/2017 tertanggal 24 Agustus 2017.
Kata Roger, di atas IUP-OP CV. Bara Naga, ada pihak yang melakukan pekerjaan penambangan dengan tanpa izin tertulis dari Direktur yang berwenang mengakili CV. Bara Naga dalam memberikan pekerjaan kontraktor. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak pernahnya CV. Bara Naga melakukan pembayaran atas jasa kontraktor atas penambangan tersebut.
“Saat kami mempertanyakan kepada Sdr. Mohammad Husaini Alias Amad, apa dasar hukumnya melakukan pekerjaan di areal konsesi CV. Bara Naga? Dimana dijawab telah mendapatkan persetujuan dari Syamsul Bahri Siregar berdasarkan Akta No. 30 tanggal 14 Desember 2016 sebagai wakil direktur,” ungkapnya.
Padahal kata Roger, dalam pasal 5 akta tersebut dinyatakan wakil direktur hanya dapat bertindak apabila direktur berhalangan menjalankan fungsinya, dan saat dikonfirmasikan kepada Rogers Lauren. Dimana Rogers Lauren ternyata juga tidak mengetahui adanya perjanjian dengan Mohammad Husaini alias Amad.
“Perlu juga kami sampaikan, pada saat dilakukannya perubahan pemegang saham dan pengurus CV. Bara Naga berdasarkan akta No. 09 tanggal 06 Oktober tahun 2021 dibuat dihadapan Yasman,.SH,.M.Kn Notaris di Tangerang Selatan kepada Roger Tambingon sebagai Direktur 1 (satu) dan Barizi Muhamma Adisuryo Firdausi sebagai Direktur 2 (dua) dan Mindo. H Sitorus selaku Persero Komanditer, tidak pernah ada penyataan dari pengurus lama yang menyebutkan terdapat kontrak pekerjaan penambangan dengan pihak ketiga lainnya,” jelas Roger.
Kata dia, satu dan lainnya bagaimana caranya Syamsul Bahri Siregar melakukan koordinasi dengan seluruh pihak yang sehubungan dengan pelaksanaan pertambangan diatas konsesi CV. Bara Naga?. Sebab katanya, sejak tahun 2020 sampai dengan saat ini masih berada dirumah tahanan (Lapas Cipinang) Jakarta Timur.
“Terhadap pihak lain yang kami tunjuk sebagai kontraktor, mendapat perlakuan dari Mohammad Husaini Alias Amad yang menempatkan diri seolah-oleh sebagai pemilik IUP-OP CV. Bara Naga.
Bahwa benar saat ini telah merapat kapal (tongkang) untuk mengangkut barubara yang digali dari areal CV. Bara Naga melalui pelabuhan PT. Bara Kumala, yang dilakukan oleh Amad,” jelasnya.
Selain itu kata Roger, berdasarkan Shipping Instruction yang ditandatangani Sdr. Syamsul Bahri Siregar (red- Padahal sampai saat ini masih di rumah Tahanan), dengan tanpa mempergunakan dokumen CV. Bara Naga. Tentunya, terhadap penambangan yang dilakukan diatas konsensi CV. Bara Naga dan tindakan lainnya yang dilakukan Amad adalah Illegal.
“Untuk itu saya selaku Direktur pada tanggal 28 November 2022 hendak melaporkan kegiatan penambangan illegal ini kepada Mabes Polri. Namun salah satu petugas polisi yang saat itu sedang piket, mengatakan Mabes Polri hanya menerima laporan polisi apabila kerugian minimal Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah), dan pada tanggal 29 November 2022, Wawan dari penyidik Dirtipiter menganjurkan untuk membuat surat yang ditujukan kepada bapak Kabareskrim dan ditembuskan kepada DIRTIPITER Mabes Polri,” lanjutnya
Kemudian kata Roger, surat pengaduannya telah diterima pada tanggal 30 November 2022 oleh R. Matondang dari Mabes Polri. Terhadap tindakan petugas piket tersebut, seharusnya lebih memahami dari kami selaku masyarakat yang tidak memahami tentang hukum.
“Apa akibat dari pertambangan illegal ini baik secara hukum maupun ekonomi, karena hal ini menyangkut pendapatan negara berupa pajak dan bukan pajak. Sehingga tidak melihat hanya dari kerugian dari pelapor,” tutupnya.
Kata Pengamat Tentang Yuridis Hukum Tambang Ilegal
Sementara itu, Wetmen Sinaga SH, MH, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, mengatakan berdasarkan ketentuan UU No. 3 Tahun 2020 sebagai perubahan dari UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Batubara, telah diatur ketentuan tentang penambangan batubara misalnya pasal 124, 125 dan 128. Dimana pada intinya menyatakan pemegang IUP wajib mempergunakan perusahaan jasa pertambangan lokal dalam bidang pertambangan.
“Akan tetapi pertanggungjawaban atas pekerjaan tersebut tetap berada pada pemegang IUP, seperti pembayaran pendapatan negara dan daerah berupa pajak dan bukan pajak. Sehingga apabila ada pihak-pihak yang melakukan penambangan dengan tanpa seizin pemilik IUP,” ucap Wetmen sapaan akrabnya.
Menurutnya, hal ini merupakan suatu pekerjaan penambangan illegal dan sangat merugikan pemilik IUP, serta merugikan negara dari segi pendapatan pajak dan bukan pajak. Demikian juga halnya terhadap tindakan dari Syamsul Bahri Siregar yang konon menandatangani Shipping Instruction dari Lapas Cipinang.
“Hal ini menunjukkan kurangnya pengawasan dari kementerian terkait terhadap warga binaan, pada hal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, telah diatur hak dari warga binaan, antara lain Menjalankan ibadah, mendapatkan pendidikan, menerima kunjungan dari keluarga dan penasehat hukumnya dan lain-lain,” ujarnya.
Kata Wetmen, mengenai Laporan polisi, harus dipahami adalah merupakan salah satu dasar dari penyidik untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu peristiwa pidana yang dilaporkan oleh korban atau pelapor. Dimana dalam Pasal 1 Angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, menyebutkan laporan Polisi adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
“Nah, apabila merujuk pada pasal ini. Peristiwa yang dilaporkan tersebut belum tentu merupakan perbuatan pidana. Sehingga perlu dilakukan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti-bukti, untuk menentukan apakah peristiwa yang dilaporkan tersebut merupakan tindak pidana atau tidak,” jabarnya.
Dan tentang yang berhak melakukan pelaporan peristiwa pidana kepada kepolisian diatur dalam pasal 108 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Antara lain setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis dan seterusnya.
“Untuk permasalahan CV. Bara Naga, diharapkan agar pihak kepolisian dapat segera melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, terhadap setiap pihak yang melakukan penambangan dengan tanpa hak. Apalagi adanya pengakuan dari pihak-pihak tertentu sebagai Direktur CV. Bara Naga, sangat jelas telah melakukan tindakan yang bertentang dengan hukum,” pungkas Wetmen. (red)
Editor: Syafrudin Budiman SIP