Jember, ProSiar.com – Di tengah carut-marutnya pelaksanaan Pemilu 2024 di Kabupaten Jember, mendapatkan reaksi dari beberapa pihak melakukan pernyataan mosi tidak percaya terhadap KPU dan Bawaslu Kabupaten Jember. Dimana Penyelanggara Pemilu di Jember ini dinilai gagal mewujudkan pemilu yang jujur dan adil (Jurdil) sebagai bentuk proses demokrasi yang substansial.
Salah satu yang menanggapi adalah Rully Efendi, pegiat Aliansi Warga Amankan Suara (AWAS), yang juga menyampaikan mosi tidak percaya Bawaslu Jember. Dirinya menganggap lembaga ini gagal melaksanakan tugas pengawasan pemilu yang dibentuk oleh negara.
“Mosi tidak percaya juga layak kita sampaikan ke Bawaslu Jember,” tegas Rully yang juga Mantan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jember, saat diwawancarai media, Rabu (13/4/2024).
Rully sebagai aktivis ini sebelumnya ikut demontrasi meminta aparat penegak hukum menangkap anggota PPK Sumberbaru, karena melakukan tindak pidana pemilu dengan membongkar segel kontainer D Hasil Penghitungan Suara. Ia saat itu berorasi di halaman Gedung Hotel Aston Jember tempat rekapitulasi suara KPU Jember, Selasa (5/4/2024) lalu.
Rully menjelaskan bahwa menemukan dugaan manipulasi perolehan suara Caleg di Kecamatan Sumberbaru. Atas kejadian tersebut, dirinya menilai KPU Jember telah gagal mengawal piranti penyelanggara di tingkat kecamatan (PPK).
“Terbukti di proses rekapitulasi kabupaten, ada penggelembungan beberapa suara caleg dan partai tertentu di Sumberbaru,” ungkapnya.
Bagi Rully, peristiwa kejahatan Pemilu itu harusnya tidak terjadi, jika PPK Sumberbaru berintegritas dan Panwaslu Kecamatan setempat mampu melakukan tugas pengawasannya dengan baik.
“Ironisnya, praktik penggelembungan suara yang sangat masif di Sumberbaru, malah terungkap dari laporan masyarakat sipil dan peserta pemilu. Panwasnya kemana saja?,” sesalnya.
Dirinya pun menilai Bawaslu mandul atas temuan dugaan pidana Pemilu di Jember.
“Jangankan mengungkap praktek money politics. Dugaan penggelembungan suara C Hasil ke D Hasil saja nihil. Lantas, apa saja kerjaan Bawaslu?,” sindirnya.
Tak hanya itu kata Rully. Sejumlah laporan masyarakat terkait penggelembungan suara yang faktanya terbukti saat rekapitulasi di tingkat kabupaten, seolah dibiarkan tanpa ada rekomendasi penanganan perkara pidana pemilu.
Padahal jika diproses, pelakunya bisa terancam pidana selama 4 tahun dan denda sebesar Rp 48 juta.
“Harusnya Bawaslu Jember membaca UU Pemilu di Pasal 532 : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang dipidana,” bebernya.
Selain itu, Rully meyakini bahwa pelaku yang merubah suara caleg dan parpol dari hasil faktual di TPS, bekerja bukan karena unsur ketidaksengajaan.
“Jika piawai mengurai permasalahan ini, saya yakin bakal ketahuan siapa yang menyuruh dan berapa imbalan uang yang diterima pelakunya,” imbuhnya.
Terkait melemahnya pengawasan dan ketidaktegasan Bawaslu Jember, Rully juga mengajak masyarakat Jember pro demokrasi, untuk ikut melakukan mosi tidak percaya ke Bawaslu serta Panwascam se-Jember.
“Tegas sikap kami, mereka (Bawaslu, Red) mundur atau berani mengungkap pelaku kejahatan demokrasi dan memproses hukum,” tegas Rully mengakhiri sikapnya. (red)