PROSIAR – Sebagai anggota Komisi IX DPR RI, Dra. Hj. Wenny Haryanto, SH tidak henti-hentinya menyapa masyarakat konstituennya dalam rangka pengawasan program mitra kerjanya. Kali ini Wenny Haryanto menjadi nara sumber dalam sosialisasi pendataan keluarga kelompok sasaran bangga kencana bersama mitra tahun 2021, yang digelar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada Sabtu (30/10/2021) di Aula Kelurahan Kranji, Jalan Parkit Kranji, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Wenny Haryanto memaparkan materi tentang penanggulangan stunting. Dikatakan, stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis yang dialami anak dalam jangka waktu yang lama, sejak anak masih dalam kandungan hingga seribu hari pertama kehidupan.
“Ciri-ciri stunting mudah dikenali yaitu adalah tubuh anak yang pendek lebih pendek dari rekan-rekan sebayanya, pertumbuhan giginya lambat, penurunan kemampuan memori belajar, pertumbuhan tubuhnya lambat, wajah lebih muda dari anak sebayanya, puberitasnya lambat, pada usia 8 sampai 10 tahun anak cenderung menjadi pendiam, menghindari kontak mata dengan lawan bicaranya. Karena kekurangan gizi kronis maka daya tahan tubuhnya menjadi lemah, rentan terhadap penyakit,” kata Wenny Haryanto saat menyampaikan materinya dihadapan para peserta sosialisasi.
Ada beberapa langkah yang disampaikan Wenny agar terhindar dari stunting, yang pertama ketika sedang hamil jangan lupa mengkonsumsi tablet penambah darah, yang kedua jangan lupa makan makanan yang nutrisinya seimbang atau 4 sehat 5 sempurna,yang ketiga ketika bayi sudah lahir lakukanlah imunisasi dasar yang lengkap, yang keempat berikan ASI eksklusif selama enam bulan, yang kelima perilaku hidup sehat, yang keenam jangan lupakan untuk mengawasi pertumbuhannya
“Satu dari dari lima anggota keluarga di Indonesia masih menggunakan jamban di luar rumah, dan satu dari tiga orang di Indonesia belum punya akses air bersih. Artinya keluarga yang belum mempunyai akses air bersih, maka anak dan bayinya rentan terserang penyakit, jadinya anaknya bisa menjadi kurang gizi, maka dikhawatirkan akan menderita stunting,” lanjut Wenny Haryanto sambil mengharapkan agar semua pihak tidak kenal lelah mencegah stunting demi untuk mendapatkan keluarga Indonesia yang berkualitas.
Direktur Pelaporan dan Statistik BKKBN RI Drs. Rudi Budiman menjelaskan bagaimana merencanakan keluarga dan merencanakan kelahiran anak.
“Ada satu agenda prioritas yang mesti dilakukan pasangan yang akan menikah, yaitu mengecek status kesehatannya, apakah si calon suami si calon istri dalam kondisi sehat atau tidak, sudah siapkah mereka menikah secara fisik maupun secara psikis,” kata Drs. Rudi Budiman.
Ia juga menyampaikan tugas penting Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam meningkatkan kualitas penduduk juga kualitas keluarga Indonesia.
“Jadi BKKBN ini sangat berat beban tugasnya dan tentunya diharapkan dukungan berbagai mitra, legislative, tokoh agama. Apalagi kami diberi tugas yang sangat luas, yaitu tahun ini diberi tanggung jawab menurunkan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024,” kata Direktur Pelaporan dan Statistik BKKBN RI Drs. Rudi Budiman.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat Dr. Drs. Wahidin, M.Kes mengatakan bahwa sangat diperlukan perencanaan keluarga, sejak mulai pra nikah, kehamilan, bayi lahir hingga berusia dua tahun. Ini sangat menentukan kesehatan bayi bebas dari stunting dan menjadi generasi masa depan yang berkualitas.
Dalam usia nikah saja, misalnya, pemerintah sudah memberi batasan untuk wanita minimal berusia 21 tahun dan untuk laki-laki berusia minimal 25 tahun. Sehingga pasangan itu tidak saja matang secara seksual tetapi juga matang secara emosional.
Wahidin menyebutkan, ada suatu daerah di Jawa Barat yang memilki pasangan yang menikah dalam satu tahun sebanyak 20.000 pasangan. Tetapi apa yang terjadi, 7.200 pasangan diantaranya berakhir dengan perceraian. Penyebab perceraian ini ada dua yang menonjol yaitu faktor ekonomi dan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).
Faktor KDRT ini, kata Wahidin, tentu erat kaitannya dengan kematangan emosional dari pasangan yang menikah. Usia rata-rata dari pasangan yang bercerai ini adalah di bawah 19 tahun, yang secara emosional banyak yang belum matang.
Karena itu, kepada Kader KB, Kader Posyandu dan para penyuluh KB dan Posyandu yang mengikuti sosialisasi dapat meneruskan kepada masyarakat agar angka perceraian menjadi rendah, pernikahan berada pada usia 21-25 tahun, adanya perencanaan pra nikah, pemeriksaan kehamilan, imunisasi lengkap bayi, pola asuh, sehingga dapat dicegah stunting, untuk meningkatkan kualitas keluarga.
“Inilah harapan kami di BKKBN agar keluarga-keluarga disini bisa juga menjadi penyambung lidah kami dari pemerintah khususnya BKKBN untuk menyampaikan program yang sangat luar biasa ini,” tutup Wahidin.
Acara sosialisasi ini diikuti dengan hangat, penuh tanya jawab dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Selain itu, para peserta yang hadir, juga mendapatkan paket door prize yang sudah disediakan panitia. (yah)