Nilai-nilai Spiritual Dalam Tradisi Jadi  Pilar Peradaban Baru

Oleh: Jacob Ereste

Perayaan imlek sebagai bagian dari budaya etnis China di Indonesia, biasanya akan sangat meriah dirayakan dengan berbagai ragama macam kegiatan sambal membegi-bagikan angpaw dalam bentuk uang maupun barang yang dimaksudkan untuk menyenangkan mereka yang menerima angpaw tersebut. Pemberian angpaw itu pun akan sangat tergantung pada mekeka yang memberim begitu juga bagi yang menerimanya, akan sangat tergantung pada siapa yang harus menerima angpau itu.

Tentu saja bagi mereka yang dianggap istimewa akan diberi angpaw yang istimewa pula, sesuai dengan kemampuan yang pemberi angpau tersebut. Dan yang memberi angpaw pun sangat mungkin menerima pemberian angpaw dari pihak lain. Jadi tradisi imlek yang ditandai oleh pemberian dan penerimaan angpaw itu semacam ungkapan kasih sayang atau setidaknya perhatian satu pihak kepada pihak lain. Boleh jadi mereka yang memberi angpaw itu sendoro tidak paham persis siapa sosol orang yang mereka beri angpaw itu. Demikian pula sebalinya.

Jadi, tradisi imlek yang ditandai dengan pemberian angpaw ini bisa juga dipahami seperti hari kasih sayang sebagai bentuk perayaan untuk menyambut tahun baru agar segalanya serba lancar dan mudah dalam segala bentuk usaha yang dilakukan kemudian. Karena itu amplop angpaw dominan berwarna merah sebagai perlamban dari kekuatan yang bisa mendatangkan keberuntungan. Sedangkan warna emas atau kuning dipercaya sebagai warna paling indah akan memebrikan kebahagiaan kepada si pemberi maupun si penerima angpaw tersebut.

Bentuk dan regam angpaw bisa saja disesuaikan dengan suasana hati si pemberi maupun si penerima angpaw itu atas dasar keinginginan – yang dapat saja dikompromikan – misalnya karena untuk kawan, saudara tersayang atau kerabat lain yang dianggap memiliki ikatan emosional yang special. Mulai dari membelikan kebutuhan sehari-hari, membayar jasa transportasi, atau membelikan makanan yang khas menjadi keukaan diinginkan oleh penerima hadiah, hingga uang dalam nominal yang wah bisa diberikan, sesuaikan dengan kemampuan pemberinya.

Konon untuk jumlah nilai yang genap harus menghindari angka 4. Karena dalam keyakinan etnis Tionghoa secara filosofi Tionghoa harus menghindar dari bilangan ganjil karena identik dengan pemakaman dan angka 4 dipahami sebagai kematian. Maka itu bentuk angpaw bisa lebih aman dkiberikan dalam wujud pakaian sebagai hadiah pengganti angpaw. Kecuali sepatu, konin katanya bermakna dalam bahasa Tiongkok akan terdengar dalam kesan pengungkapan bahasa yang bernasib buruk.

Sedangkan untuk semua warna yang perlu dihindari adalah warna hitam dan warna putih, karena kedua warna ini identik dengan pakaian yang dikenakan untuk pemakaman. Jadi untuk menyambut Tahun Baru Imlek 2573 yang bertepata dengan tanggal 1 Februari 2022 sebagai pergantian tahun dalam kalender China bisa dijadikan momentum untuk menjalin hubungan yang semakin akrab dengan sahabat yang selama ini kurang terjalin erat. Khususnya bagi warga etnis China dapat  memanfaatkannya sebagai kesempatan perluasan dari tata pergaulan untuk lebih mengakrabkan dengan berbagai pihak, sehingga tradisi maupun  udaya etnis China yang khas bisa mendatangkan manfaat yang lebih besar bukan hanya untuk diri dan lingkungan sendiri.

Hanya saja dalam perhitungan yang lain, imlek atau Tahun Baru China pada tahun 2021 yang jatuh pada hari Jumat, 12 Februari 2021 – yang biasanya berlangsung selama 15 hari berturut-turut dan berakhir dengan Festival Lentera – maka pada tahun ini justru berlangsung pada 1 Januari 2022, sehingga memiliki selisih waktu dengan tahun Masehi sebanyak 12 hari dari peryaan imlek sebelumnya.

Syahdan, kata Imlek itu sendiri bukanlah nama dari perayaan tahun baru Tiongkok yang sebenarnya. Sebab kata Imlek berasal dari bahasa suku Hokien yang ada di China dan hanya diketahui dan digunakan oleh orang-orang China yang ada di Indonesia. Karena orang Tiongkok menamainya “Guo Nian” atau “Xin Jia” yang artinya lewati bulan atau bulan baru. Yang menarik, mitos tentang imlek sudah da sejak 4.000 tahun lalu. Padahal penanggalan Imlek sendiri bari terbilang 2573 tahun.

Semula tradisi khas dalam perayaan imlek itu ditandai dengan membersihkan rumah tempat tinggal. Sebab dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, membersihkan rumah artinya adalah upaya membuang segala keburukan yang menghalangi datangnya keberuntungan. Tradisi bersih-bersih ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Tionghoa satu hari menjelang Imlek, karena dipercaya bahwa rumah pada saat Imlek akan membuang keberuntungan di tahun tersebut. Seiring dengan itu, tradisi bersih-berih rumah itu ditautkan dengan uoaya mendedorasi rumah seindah mungkin sebelum peryaan imlek berlangsung. Warna merah dominan yang menghiasi suasana imlek bagi masyarakat Tionghoa melambangkan kesejahteraan. Kekuatan dan keberuntungan.

Kecuali itu, warna merah juga dipercaya dapat mengusir Nian atau sejenis makhluk buas yang hidup di dasar laut atau gunung yang keluar saat musim semi atau saat tahun baru Imlek tiba. Realitasnya di Indonesia, peryaan imlek seperti identik musim penghujan yang berkepanjangan. Bahklan pakaian pun yang dipakai berwarna merah saat merayakan imlek.

Kue keranjang yang melangkapi peryaan imlek bersama buah jeruk seakan menjadi makanan yang wajib disajikan. Biasanya 12 jenis makanan sebagai perlambang dari 12 macam shio dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa. Masing-masing makanan tersebut – keciuali memiliki makna tersendiri – juga menandai beragam macam shio yang ada. Mulai dari ayam panggang utuh yang melambangkan kemakmuran bagi keluarga, mie panjang yang melambangkan panjang umur bagi orang menyantapnya. Hingga kue lapis legit yang mengartikan rezeki yang berlapis-lapis adanya.

Adapun pantangan saat perayaan imlek diantaranya adalah tidak diperbolehkan menghidangkan dan memakan bubur. Karena bubur dianggap simbol dari kemiskinan. Sedangkan untuk ikan dapat saja dihidangkan dan dimakan, cuma saat menyantap ikan tidak boleh mengambil bagian dari ikan pada bagian bawahnya. Dan bagi orang yang menhyantap ikan harus menyisakan ikan tersebut agar dapat disantap pada esok hari.

Kalaupun kemudian akan dimeriahkan dengan pembakaran petasan dan kembang api, itu semacam upacara penutup yang melengkapi untuk menandai telah memasuki tahun yang baru, serta simbolika dari pengusiran nasib buruk di tahun sebelumnya untuk menyambut harapan baru pada tahun berikutnya yang akan segera dimasuki dengan keriangan dan kegembiraan dalam kebahagiaan.

Menyusul kemudian tradisi  Yu Sheng adalah tradisi masyarakat Tionghoa yang ada di Indonesia yang dibawa oleh para nelayan dari China Selatan yang hijrah ke Semenanjung Malaysia pada abad ke-19.  Tradisi Yu Sheng dilakukan juga untuk menyambut tahun baru Imlek yang berhubungan dengan hidangan khusus di pergantian tahun baru penanggalan China. Adapun menu baru yang wajib dihadirkan dan disantap dengan iringan doa syukur atas rezeki yang telah diberikan, disampul oleh iringan doa yang dimaksudkan agar keluarga yang menyantap Yu Sheng mendapat rezeki yang lebih baik di tahun yang baru yang akan segera mereka masuki.

Biasanya satu piring Yu Sheng disajikan dalam satu piring yang diisi oleh beragam makanan dingin seperti irisan ikan salmon, wortel, dan salad lain dengan saus wijen, buah plum, dan sebagainya. Para anggota yang duduk di meja akan mengaduk makanan tersebut secara bersama dan mengangkatnya dengan sumpit setinggi-tingginya sambil mengucapkan “Lao Qi” atau “Lao Hei”. Begitulah acara perayaan tahun baru imlek yang biasanya diakhir dengan sembahyang untuk para leluhur sekaligus persembahan menjelang imlek tiba.

Meski tradisi sembahyang untuk para leluhur yang sudah meninggal ini ada yang dilakukan sehari menjelang imlek tiba, namun ada pula yang melakukannnya saat imlek dimulai dengan penanggalan awal dimulainya tahun yang baru. Saat sembahyang dilakukan biasanya dilengkapi oleh kepulan dupa dan nyala lilin yang indah hingga mengesankan suasana yang sakral yang penuh dimensi spiritual. Begitulah akhirnya Gong Xi Fa Cai biasa diucapkan untuk mereka yang merayakan imlek. Jikapun idak bisa disetarakan dengan kalimat tauhid dalam pemahaman Islam yang sangat dalam maknanya itu, maka Gong Xi Fa Cai  seperti kata Prof, Dr. Yam Kah Kean, dosen senior Departemen Chinese Studies Universitas Malaya, bahwa Gong Xo Fa Cai itu adalah ucapan selamat untuk mendapatkan lebih banyak kekayaan atau kemakmuran pada waktu berikutnya. Jadi makna kandungan Gong Xi Fa Cai bisalah dikatakan seperti Umat Islam mengucapkan Assalamu’alaikum warahmattullahi wabarakatuh yang lebih luas maknanya itu.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh adalah ucapan lengkap dari sebuah salam atau sapaan kepada orang lain yang sekaligus mengandung do’a pengharapan agar orang yang disapa itu memperoleh keselamatan serta perlindungan dari Allah SWT. As-Salam, yang berarti Maha Sejahtera, atau Yang Maha memberi kesejahteraan dan kedamaian. Begitulah nilai-nilai spiritual yang berserakan dalam tradisi dan budaya – sesederhana apapun – dapat menjadi pilar perdaban baru yang kokoh bagi manusia di bumi

Jakarta, 19 Januari 2022