Jakarta – Sampah dan limbah telah menjadi permasalahan nasional bahkan global. Masalah persampahan sangat terkait dengan pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan perubahan pola konsumsi masyarakat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 21,88 juta ton pada 2021. Jumlah itu menurun 33,33% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 32,82 juta ton. Pemerintah Pusat dan Kabupaten/Kota dalam penanganan sampahnya mulai dari sumber hingga TPA tidak bisa berkutat dengan cara-cara konvensional. Pemerintah Pusat dan Kabupaten/Kota harus didorong untuk mengubah paradigma pengelolaan sampah, mengikuti paradigma baru. Mencapai kesuksesan pengelolaan sampah secara terpadu ini memang sangatlah sulit.
“Namun, kunci suksesnya terletak bukan hanya persoalan teknologi yang canggih, tetapi harus ada komitmen yang kuat dari para stakeholder terutama kepala daerah, ujar Bagong Suyoto, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNAS) di Jakarta, Sabtu, (26/02/2022).
Program pengelolaan sampah secara nasional perlu ditekankan pada pentingnya pengolahan sampah mulai dari sumber. Pendekatan ini dipandang lebih efisien, efektif dan produktif. Dengan kata lain pengolahan sampah dapat mengurangi sampah sejak dari sumber secara riil. Pendekatan ini meninggalkan pendekatan konvensional yang selama ini dianut oleh mayoritas kalangan baik pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat pada umumnya.
Pengelolaan sampah yang benar dengan adanya pengolahan di tingkat sumber melalui penerapan program 3R (reuse, reduce, dan recycle) akan meringankan beban TPA sampah, mengurangi gas methan (CH4), memberikan manfaat secara ekonomis dan sebagai upaya pengendalian dampak pencemaran lingkungan hidup, tambah Bagong Suyoto.
Indonesia dapat mencontoh atau mengadopsi kebijakan dan pemanfaatkan multi-teknologi yang dilakukan negara-negara Eropa, Jepang, Amerika, Australia, dll yakni mengembalikan sisa-sisa sampah menjadi energi. Bahwa sampah harus dikelola dan diolah sesuai dengan hierarki sampah. Sehingga setiap tahapan atau tingkatannya memberi manfaat besar bagi kehidupan. Juga tidak akan menggeser peran-peran yang telah dimainkan berbagai stakeholders, seperti pemulung, pelapak (waste collector), sector daur ulang, pemerintah, dll.
Dalam konteks preventif atau pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, saya mengharapkan adanya penegakkan hukum (law-enforcement) yang optimal sebagaimana yang sudah diatur dalam UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sehingga tujuan pengelolaan sampah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya, dapat segera terwujud seiring upaya pemulihan ekonomi nasional menuju Indonesia maju, maju untuk semua. (Ed)
Editor: GD