Prosiar.com, Labuan Bajo – Haji Ramang Ishaka, fungsionaris adat Nggorang di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, dilaporkan oleh Mikael Mensen dan Stephanus Herson ke Polres Manggarai Barat pada Sabtu, 29 Juni 2024. Ia diduga terlibat dalam tindak pidana penipuan terkait melakukan penggelapan hak atas tanah yang telah dikuasai pihak lain untuk keuntungan pribadi.
Berdasarkan laporan polisi Nomor: LP/B/79/VI/2024/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR, dan laporan polisi Nomor: LP/B/80/VI/2024/SPKT/POLRES MANGGARAI BARAT/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR, tertanggal 29 Juni 2024 melaporkan dugaan tindak pidana penipuan/perbuatan curang sesuai UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 378.
Pihak pelapor Mikael Mensen dan Stephanus Herson yang mengaku selaku pemilik tanah yang berlokasi di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT tersebut melaporkan Haji Ramang Ishaka karena mereka merasa dirugikan dimana tanah milik mereka diketahui telah dialihkan oleh Haji Ramang kepada orang lain sehingga mereka tidak nyaman mengolah tanah tersebut dan menjadi terhambat dalam proses pensertifikatan tanah mereka.
Stephanus Herson, salah satu dari pelapor, menjelaskan bahwa tanah tersebut telah diakui kepemilikannya sejak tahun 1973 dan pada tahun 2019 melalui proses hibah yang sah.
“Tanah milik saya itu seluas 2 hektar dan milik Mikael Mensen seluas 4 hektar sudah memiliki alas hak dan ditata oleh penata tanah. Alas hak tersebut berdasarkan adat sejak 1973, sedangkan surat penetapan penata tanah Haji Djudje tahun 2019, kemudian saya dan Bapak Mikael Mensen mendapatkan hibah dari pemilik tanah pertama,” ungkap Stephanus Minggu, 30 Juni 2024 pagi
Namun, ketika mereka mengajukan permohonan sertifikat tanah di BPN Manggarai Barat pada 25 Februari 2020, mereka dikejutkan dengan informasi dari pihak BPN Manggarai Barat bahwa diatas tanah tersebut sudah ada Gambar Ukur (GU) atas nama orang lain.
“Anehnya ketika kami datang ke kantor BPN untuk mengurus sertifikat tanah tersebut, kami diberitahu bahwa tanah tersebut sudah memiliki Gambar Ukur (GU). Kami merasa ditipu oleh pihak tertentu yang telah membagi atau menata ulang tanah yang telah dibagikan secara adat kepada kami,” jelas Stephanus
“Dengan muncul gambar ukur diatas tanah milik kami tersebut, kami menduga bahwa dasarnya adalah berdasarkan pembagian Haji Ramang tahun 2014, karena informasi yang kami ketahui bahwa Haji Ramang pada tahun itu pernah datang ke lokasi untuk membagi tanah itu kepada orang lain, dan saat itu Ia dan rombongannya diusir. Padahal ia sudah tidak berhak untuk membagi tanah sejak 1 Maret 2013 sesuai surat pernyataan fungsionaris adat Nggorang,” tambah Stephanus
Sementara itu, Surion Florianus Adu selaku saksi pelapor menjelaskan bahwa tanah yang yang dibagikan ulang oleh haji Ramang ini diduga merupakan bagian dari 40 hektar yang di PPJB-kan pada tahun 2014.oleh notaris Billy Ginta.
“Boleh jadi tanah ini bagian dari 40 hektar tanah Niko Naput yang dijual kepada Erwin Kadiman Santoso berdasarkan akta PPJB tahun 2014 di notaris Billy Ginta,” kata Florianus Adu
Ia menjelaskan bahwa ini juga merupakan tindakan penipuan karena kesaksian Haji Ramang pada sidang pengadilan Tipikor di Kupang pada tahun 2021 lalu yang dibawah sumpah bahwa kepemilikan tanah atas nama Niko Naput seluas 10 hektar, 16 Hektar milik Nasar Supu, dan 5 hektarnya atas nama Beatriks Seran sudah dibatalkan oleh fungsionaris adat pada tahun 1998.
Ia menyebutkan bahwa kasus ini mencakup berbagai pelanggaran seperti pemberitahuan bohong, pemalsuan surat, dan pembagian tanah yang bukan haknya, yang semuanya diatur dalam berbagai pasal KUHP.
“Adapun Pasal pidana yang dilaporkan adalah 272 KUHP (pemberitahuan bohong), 263 KUHP (kesengajaan dalam pemalsuan surat), 385 KUHP (membagi tanah yang bukan haknya), 372 KUHP (sengaja melawan hak atas suatu benda milik orang lain), 378 KUHP (penipuan), 242 ayat 2 KUHP (kesaksian palsu),” tegas Feri Adu
Ia berharap agar Haji Ramang untuk bertanggung jawab atas tindakan yang telah ia lakukan.
“Haji Ramang harus bertanggung jawab penuh, karena ia diduga telah melakukan pelanggaran hukum adat dan hukum Nasional, karena diduga telah membagikan ulang tanah adat dan bahkan tanah negara yang bukan haknya dan melakukan penggelapan hak atas tanah yg sudah di kuasai oleh pihak lain untuk keuntungan pribadi, ” tutupnya. (Okebajo)