Prosiar.com, Manggarai Barat – Pada Sabtu 21 Desember 2024 seluruh turunan almarhum Haji Ibrahim Hanta (IH) dan almarhum Siti Lanung (SL) memanjatkan doa bersama di lokasi tanah warisan 11 hektar Keranga, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ritual adat budaya ini berintikan kehadiran bersama jiwa dari para almarhum dan juga jiwa dari anak cucu almarhum Ibrahim Abraham Hanta dan anaknya almarhum Nadi Ibrahim (ND).
“Mereka (red-almarhum) kini ada bersama Tuhan untuk berupaya mempertahankan kebenaran kepemilikan tanah ini. Kita mohon kepada Tuhan, agar mereka yang
sudah berada di seberang sana diizinkan, untuk turut membantu melawan orang-orang dzolim yang mencuri tanah hak keluarga,” kata Yakobus Syukur, Tua adat pemimpin ritual budaya ini.usai acara ritual, Sabtu (24/12/2024).
Kata Yakobus sapaan akrabnya, mreka (red-almarhum IH beserta istrinya SL dan almarhum ND, masih bekerja di alam yang tidak kelihatan. Dimana membantu kita sebagai anak cucu yang masih berada di dunia ini.
“Seperti diketahui bahwa IH dan SL semasa hidupnya bertani di tanah ini dan tinggal di pondok sederhana. Mereka (red-almarhum) tanam jagung, pelihara kambing, tanam kelapa, nangka dan jambu mente. Mereka tinggal di sini sejak perolehan tanah ini dari Haji Ishaka Fungsionaris Ulayat sejak 1973. Dengan cara hukum adat yang disebut kapu manuk lele tuak hingga meninggalnya pada tahun 1986,” jelas Yakobus.
Kemudian kata Yakobus, pengolahan lahan 11 ha ini dilanjutkan oleh anaknya almarhum Nadi Ibrahim dan keluarga turunan lainnya. Ketika mengurus SHM tanah tersebut ke BPN sejak tahun 2018, maka demi kebutuhan administrasi di BPN, dibuatlah Surat Keterangan Perolehan Hak Januari 2019 oleh Kuasa Penata Adat, Haji Adam Djuje.
“Haji Adam Djuje yang menerangkan bahwa tanah ini sudah dimiliki almarhum IH sejak tahun 1973,” tegasnya
Menurut Yakobus, ritual dan doa ini dihaturkan, karena pengolahan tanah pertanian ini mulai tak nyaman. Dikarenakan intervensi klaim hak Nikolaus Naput (NN), padahal orang ini bukan anggota masyarakat adat Nggorang sejak 2014.
“Pada awal tahun itu Niko Naput mengklaim memiliki tanah 40 hektar di Torolema/Keranga dan melakukan akta perikatan jual beli (PPJB) dengan pembeli dari Jakarta bernama Santosa Kadiman (SK) pada Januari 2014. Dan tanpa sepengetahuan pemilik yang sedang mengolah tanah 11 ha nya, tiba-tiba sudah ada sertifikat tanah hak milik (SHM) atas nama anak-anak NN diatas tanah itu seluas 5 ha lebih,” urainya menceritakan kronologisnya.
Menurut Jon Kadis, SH pengacara keluarga almarhum Ibrahim Hanta yang hadir saat acara ritual doa mengatakan, sosok dari SK diketahui sebagai orang yang mau mendirikan Hotel St. Regis di lokasi. Apalagi saat gunting pita peletakan batu pertama pendiriannya dibuka oleh Gubernur Viktor B. Laiskodat tahun 2022.
“Adapun Ritual Adat Budaya ini digelar, karena keluarga keturunan almarhum Ibrahim Hanta dizolim. Niko Naput dan Santosa Kadiman, diintimidasi, ditipu, sebagaimana diucapkan oleh salah satu orangtua dalam keluarga almarhum IH, Mikael Mensen,” tandas Job Kadis.
Adapun upaya-upaya dzolim tersebut sebagaimana disampaikan Muhamad Rudini selaku ahli waris sebagai berikut;
1. Intimidasi. Sejak tahun 2014 kami diintimidasi. Suatu ketika datang sekelompok orang beserta para preman yang kemudian kami tahu mereka adalah orang bayaran NN, untuk mengukur tanah, ikut serta juga juga Haji Ramang Ishaka, Camat Komodo dan Lurah Labuan Bajo. Kami mengusir mereka keluar.
2. Surat palsu tandatangan orang mati, yaitu almarhum IH. Ketika kami mau mengajukan sertifikat tanah ini di BPN mulai tahun 2018, menemui banyak hambatan. Pada waktu sidang mediasi 2020, orang BPN, bernama Herman menghadang dengan memperlihatkan surat penyerahan tanah oleh Ibrahim Hanta kepada Nikolaus Naput tahun 2019 sebagai alasan BPN untuk penerbitan SHM atas nama anak-anak dan ponakan NN. Dan, saudara, itu surat palsu, yaitu surat tandatangan almarhum Ibrahim Hanta yang sudah meninggal tahun 1986. Lalu kami disarankan oleh Kepala Kantor BPN Bapak Abel Asa Mau untuk gugat perdata.
3. Gugatan Perdata dari perkara perdata yang berproses di Pengadilan, ternyata NN dan SK mendasarkan klaim mereka di tanah 11 hektar milik almarhum IH ini adalah bagian di dalam 40 ha itu, khususnya dari surat alas hak mereka 10 Maret 1990 dari Nasar Supu 16 hektar. Dalam proses perkara, akhirnya ahli waris almarhum IH menang dan tetap sah memiliki 11 hektar tanah almarhum IH ini.
4. Naik banding NN dan SK tetap tidak terima. Mereka tidak perduli dengan laporan hasil pemeriksaan. Satgas Mafia Tanah Kejagung RI, bahwa 2 (dua) SHM yang diam-diam terbit atas nama anak NN di tanah almarhum IH ini tidak sah, termasuk juga 3 SHM yang tanahnya diluar batas tanah 11 hektar, yaitu cacat yuridis, salah lokasi dan tanpa alas hak. Kejagung sudah bersurat kepada Kementrian ATR/BPN tanggal 23/9/2024, tembusan kepada Kakan BPN di Labuan Bajo, agar 5 SHM tersebut dibatalkan, tapi BPN pasif saja. Hal ini bisa diartikan sebagai upaya “membunuh kami”, karena waktu konflik diperpanjang. Ingat, sudah 10 tahun kami tidak mengolah tanah pertanian ini.
5. Surat alas hak 10 Maret 1990 bagi anak-anak NN dan Santosa Kadiman. Surat itu adalah surat setan mafia tanah dan mereka naik banding karena surat itu. Padahal surat itu tidak diakui satgas Kejagung untuk penerbitan ke-5 SHM itu. Batas-nya mereka tidak tahu saat sidang pemeriksaan setempat. Bahkan dapat diduga kuat surat alas hak 16 hektar itu palsu bikinan mereka sendiri.
6. Ritual dan doa ini bertujuan, agar bersama jiwa dari alm.IH & SL, serta anaknya almarhum Ibrahim Hanta, almarhum Nadi Ibrahim yang kami yakini saat ini bersama Tuhan. Kami memanjatkan doa kepada Tuhan Sang Kebenaran Sejati. “Tuhan, tolonglah kami yang yang meratapi tangis dalam derita”. Dalam ritual adat-budaya ini, hewan kurban berupa seekor kambing putih, seekor ayam berbulu putih dan seekor berbulu coklat. Darah kambing, ayam, ditumpahkan ke tanah, sebagai sumpah kepemilikan tanah secara adat-budaya yang dipertahankan sampai mati. Dan siapapun yang menyerobot tanah ini, maka mereka juga akan berhadapan langsung jiwa-jiwa dari orang tua kami, almarhum Haji Ibrahim Hanta, serta anak-anaknya yang lain yang sudah berada di sana. Dan yang lebih dalam adalah mereka berhadapan dengan Tuhan Yang Maha Adil.
7. Dan ritual adat budaya dan doa ini merupakan sumpah kami di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk mempertahankan tanah milik kami. Kami siap mati darah tercecer di tanah ini.
Selanjutnya Jon Kadis, sebagai Penasehat Hukum ahli waris, dirinya juga merupakan tokoh adat Budaya Manggarai turunan Tua Golo. Pewaris nilai-nilai budaya ini, mengatakan dari hasil pengalaman & pengamatannya, bahwa dalam ritual adat-budaya dan doa karena alasan ini, ditemui hal-hal sebagai berikut :
1. Ini adalah ritual suci dan sakral untuk membongkar penghalang jahat dalam kehidupan masyarakat adat-budaya Manggarai.
2. Para pelaku ritual seperti ini berada dalam kesesakan dan tak berdaya, dan sudah siap mempertahankan kebenaran.
3. Darah hewan korban ditumpahkan ke tanah sebagai perjanjian siap mati melawan penyerobot tanah yang jahat dan nyawa dipertaruhkan.
4. Dalam ritual adat budaya ini, amat sangat dalam penyatuan manusia yang masih hidup dengan jiwa keluarga yang juga masih hidup di alam seberang dan dengan Tuhan Sang Pencipta.
5. Dalam konteks kasus ini, maka para pihak yang terlibat dalam kasus tanah 11 ha ini akan terkena dampaknya. Jika para pihak yang berniat jahat tetap ngotot dengan nafsunya, nanti “kekuatan alam semesta akan” menimpanya.
“Dalam upacara ritual adat budaya & doa ini hadir semua turunan alm.Ibrahim Hanta, pria-wanita, anak mantu turunannya, sekitar 60 orang. Semua menyatu hati dalam hajatan yang diadakan ini,” pungkas Jon Kadis. (red)