Prosiar, Jakarta – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia tidak sepatutnya hanya sekedar menjadi follower (pengikut) dalam perhelatan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Demikian salah satu kesimpulan dalam diskusi Sekolah Ramadhan bertemakan “Menakar Capres RI 2024” yang diselenggarakan oleh Sekolah Politik dan Yayasan Talibuana Nusantara di komplek Ligamas Pancoran Jakarta, 20/04/2024.
“Tokoh-tokoh NU sangat banyak yang potrnsial dan layak untuk menjadi Capres seharusnya, baik yang ada didalam struktur maupun di luar struktur PBNU”, kata Imam Suhardjo, Senior PPP sebagai salah satu narasumber.
Lebih lanjut, Andi Rahmat (mantan politisi PKS) menjelaskan bahwa landscape geopolitik dan geoekonomi global kini sudah berubah.
“Kita belum tahu bagaimana perubahan tata dunia global mendatang, khususnya dibidang ekonomi. Yang jelas, semua infrastruktur ekonomi global kini sudah berubah semua. Pengaruhnya jelas mulai kita rasakan di Indonesia” ungkapnya.
Berangkat dari kondisi obyektif inilah seharusnya kepemimpinan nasional mendatang mampu menjawab persoalan ini.
Lebih lanjut, Andi menjelaskan, postur APBN mendatang yang harus terbebani untuk membayar hutang akibat pandemi covid-19 dan biaya pembangunan IKN.
Khusus Untuk NU, Andi mengungkapkan, selain dari sisi jumlah umatnya yang banyak dan ketokohan yang mumpuni, NU mempunyai sejarah panjang dalam jejak politik nasional dan juga mempunyai genetik politik yang kuat dalam politik nasional.
Sementara, politisi PKB, Taufiq R Abdullah mensyaratkan, kalau NU mau mengusung Capres tidak hanya sekedar Cawapres, maka perlu membangun sinergi dengan kekuatan politik lain yang berhaluan nasionalis.
“Warga Nahdliyyin perlu mempunya percaya diri yang kuat dan mensolidkan barisannya baik di jajaran struktural maupun di luar struktur NU itu sendiri”, jelasnya.
Perjuangan NU ,lanjutnya, harus mampu mengkonsolidasikan elemen struktural dan kultural dalam menjawab tantangan ke depan. “Kader NU harus tampil, stop jdi followers”, pungkasnya. (red)