BOCOR ALUS TEMPO

by Zeng Wei Jian

“Bocor Alus” sinomin “Idiot”, “Gila”, dan sejenisnya. Pejoratif term. Dijadikan brand name podcast. Entah acaranya atau pemirsanya yang diejek “Bocor Alus”. Bisa dua-duanya. Sedikit lebi mutu dari “Seword” yang tidak lebi dari “Jurnalisme Sampah”.

Personil “Bocor Alus” adalah jurnalist muda Tempo. Jurnalist yang ingin nyambi jadi online-celebrity or influencers. Jurnalis-Bodrex. Perilakunya dan output acara jelas bertujuan: “blurring the lines between fact and opinion”.

Genk Tempo masuk kategori problematik dalam penggunaan “Narasumber” yang merupakan material vital dari konstruksi sebuah produk jurnalistik.

Mereka ga malu menggunakan taktik “Anonimitas” narasumber. Tanpa nama. Kadang adopsi pseudonim ala “Deep Throat”, informan rahasia di Skandal Watergate yang sukses menumbangkan President Richard Nixon.

Andreas Harsono dalam bukunya “Agama Saya Adalah Jurnalisme (2010)” menyatakan “sumber anonim merupakan sumber yang kurang kredibel, terlebih lagi apabila dituturkan oleh badan intelijen”.

“Bocor Alus” hanya jadi “Acara Gossip”. Mutunya setara Infotainment. Tabrak fundament & kaidah jurnalisme. Selain soal Anonimitas, Mereka menari-nari di atas “konflik” dan “emosi”. Tapi faktor utama jurnalisme yaitu “fakta” se-enak-nya dipelintir. Tanpa double-check Akhirnya cuma jadi “Opini Liar”. Mereka menjadi sekumpulan pemain fiksi yang dramatis. Murni bukan product jurnalistik.

Ketua MPR Bambang Soesatyo korban teranyar. Soal Title Guru Besar. Jadi bulan-bulanan Bocor Alus. Ganas. Bringas. Mereka berani masuk Dunia Pendidikan yang bukan Domain Tempo. Disangkal yang punya otoritas pendidikan. Bocor Alus Tetep ngotot & ngeyel. Kedok Jurnalisme dipake. Berlindung di balik KPI, PWI dan Kebebasan Pers.

Perilaku Bocor Arus seperti Predator Media. Melaksanakan pesanan politik. Tempo sudah memantapkan diri sebagai Oposisi Pemerintahan Jokowi & Prabowo-Gibran. Maka para pendukung pemerintah ditarget. Baik Anggota Dewan, Polisi, Tentara, Menteri dan bahkan Ketua MPR.

Tempo sebagai media mainstream sudah bangkrut. Dihantam The economy in an increasingly digitalized world.

Maraknya online advertising disrupsi bisnis media tradisional dan organisasi analog macam Tempo. Menggelepar-lepar kehabisan duit. Mutu diturunin layaknya portal abal-abal. Serang sana-sini menciptakan scenario konflik kegemaran audience IQ 70.

Di Era yang disebut Bill Berkowitz sebagai “the sorry state of journalism these days”, Tempo’s Bocor Alus terpaksa jadi another hungry special interest. Menyarukan propaganda pesanan sebagai information.

Bambang Soesatyo & Anak Wapres tidak usah panik. Apalagi reactive. Bocor Alus sedang cari fee tambahan. Kickback. Sogokan buat nyumpel mulut. Monyet-monyet liberal demokrasi didikan si Tua Bangka Gunawan Muhamad cari income dari iklan & pesanan politik.

Jangan digubris. Be cool. Di-ignore saja. Sebagai pedagang sensasi, mereka akan beralih ke issue lain. Supaya like youtube tetap konsisten. Sebagai pengepul views tiktok, mereka akan terus mencari gara-gara.

THE END