Catatan Haul ke-5 KH Ahmad Hasyim Muzadi

Oleh: Dr. H. Ahmad Fahrur Rozi

Hari ini Ahad, 27 Maret 2022, sejak 09.00 WIB diperingati Haul ke-5 KH Hasyim Muzadi di pondok pesantren Al-hikam Malang berbarengan dengan harlah ke 49 PPP yang mengusung tagline “Jalan pulang menuju Ka’bah “. Kepergian Kiai Hasyim Muzadi dikenang baik oleh para santrinya, teman dekat dari kalangan NU maupun luar NU, bahkan lawan politik. Semua mengenang dan memberi catatan baik untuk Kiai Hasyim yang akrab saya panggil Abah.

Pembawaan Abah Hasyim yang santun, ramah, sejuk, penuh humor cerdas dan mengayomi membuat semua orang betah berjam-jam bercengkrama dengan Abah. Beliau tidak memberi jarak dengan siapapun, baik pejabat, tokoh, santri, wartawan bahkan OB (Office Boy) di kantor PBNU. Semuanya merasa dekat, semua merasa dijadikan orang penting di mata abah. Itulah salah satu yang membuat semua orang merasa kehilangan atas kepergian Abah.

Salah satu nasehat yang saya ingat adalah “menjadi orang pintar itu penting, tetapi lebih penting menjadi orang benar”. Sejak pasca muktamar NU Lirboyo saya sering diajak beliau berkeliling ke daerah dan sowan para kyai, terutama pasca kejatuhan Gus Dur dari kursi kepresidenan. Abah berupaya keras menjaga NU agar tidak mengalami kejatuhan dan tetap solid, mempertahankan NU tetap dalam posisi yang benar di era reformasi saat itu sungguh bukan persoalan gampang, tetapi berhasil dilakukan Abah dengan penuh kesungguhan secara bersama dengan semua unsur pimpinan PBNU.

Saya melihat KH Hasyim Muzadi “klop” sekali kalau sudah bertemu almarhum KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Saya sering melihat keduanya kerap bertukar humor dan membuat orang yang mendengarkan ikut tertawa bersama.

Abah Hasyim aktif merintis terbentuknya Pengurus Cabang NU Istimewa (PCI NU) di berbagai negara di luar negeri dan memperluas kiprahnya di dunia internasional dengan mendirikan Internasional Conference on Islamic Scholar (ICIS) yang dihadiri ratusan ulama dari lebih 60 negara pada tahun 2004. Ini adalah forum untuk mempromosikan Islam Indonesia yang berfaham moderat dan toleran serta mencari solusi dan langkah nyata dalam menghadapi problematika umat islam secara global.

Selain itu, Abah juga aktif mengirimkan kader-kader muda pesantren ( Gus ) untuk belajar di berbagai kampus luar negeri. Saya kebetulan salah satu di antara mereka yang mendapat kesempatan pertama diutus bersama sekelompok Gus dari beberapa pesantren untuk mengikuti short course manajemen pendidikan di Markfield Institutute of Higher Education selama di bulan di Leicester Inggris pada tahun 2002.

Abah juga selalu berusaha menjaga NU berdiri tegak lurus dalam khittah nya. Abah sering berkata bahwa NU akan tetap menjadi institusi yang terhormat bila tetap mempertahankan misi utamanya sebagai pengemban amanah dakwah Islamiyah dan pendidikan, dan tidak melibatkan diri dalam politik praktis. Abah tidak bersedia ikut berkampanye dalam pileg dan menjaga jarak yang sama dengan berbagai partai politik, namun secara pribadi beliau selalu mendukung kader-kader NU yang menjadi Caleg. Misal saya sendiri yang menjadi caleg DPR-RI PKB nomor buntut dari dapil malang di saat masih memakai sistem nomor urut, beliau tetap memberi saya dan kawan kawan para caleg lainnya support sejumlah dana untuk membantu membiayai pengadaan alat kampanye agar tetap terlihat punya suara meskipun secara nalar sangat sulit untuk mencapai BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) satu kursi.

Kedekatan saya dengan Abah terjalin sejak lama sekali karena beliau pernah tinggal menetap di pesantren kakek saya yakni Pondok Pesantren Annur di Bululawang Malang setelah menyelesaikan pendidikannya di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo, mengikuti kakaknya Alm KH Abdul Muchit Muzadi yang saat itu bertugas menjadi kepala SMP NU Bululawang Malang. Suatu saat Kyai Muchit berkata pada saya: “Biyen, yen Hasyim nggak tak titipno Mbahmu, mungkin dadi Muhammadiyah” (dahulu kalau Hasyim tidak saya titipkan kakekmu, mungkin menjadi muhamadiyah ).

Pernah saat Munas NU di asrama haji Pondok Gede Jakarta, saya diajak naik mobilnya Abah Hasyim dan ditunjukkan amplop cokelat sangat tebal berisi dolar Amerika Serikat (AS) sambil berkata: ” Fahrur, ini berkah niru kakekmu Mbah kiai Anwar yang meladeni umat tanpa pamrih sehingga kalau beliau ada perlu semua orang tanpa diminta sudah datang sendiri membantu”. Beliau bercerita sering dibantu oleh berbagai pihak secara sukarela tanpa mengajukan proposal karena sering membantu banyak orang tanpa diminta.

Begitu dekat hubungan beliau dengan kakek saya Mbah Kyai Anwar dan seringkali beliau ceritakan di panggung saat berpidato menceritakan masa lalu zaman tirakat. Ketika haul Mbah Kyai Anwar beliau selalu berusaha datang memberi sambutan hingga seminggu sebelum meninggal dalam kondisi sakit keras beliau masih sempat minta diantar istrinya untuk datang ke Pesantren Annur Bululawang Malang khusus untuk sowan pamit ke makam Mbah Kyai Anwar.

Tadi pagi ketika pelaksanaan haul saya sowan Bu Nyai Hasyim di ndalemnya dan saya melihat foto Almarhum KH Anwar Nur dalam ukuran besar terpasang tegak diatas pintu ruang tamu kediamannya.

Semoga beliau telah bertemu bersama Mbah Anwar dan para Auliya di surga-Nya, amin.

Malang, 27 Maret 2002.

(Penulis adalah Pengasuh PP An-Nur 1 Bululawang Malang dan Ketua PBNU.)

Publisher: Gus Din