Dampak Kenaikan Tarif Ekspor AS, Prabowo Sudah Siapkan Strategi Nasional Lewat MBG, Hilirisasi, dan Bank Emas

Jakarta, 6 April 2025 — Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menaikkan tarif pajak ekspor hingga 34% terhadap produk negara berkembang, termasuk Indonesia, menjadi pukulan berat bagi perekonomian nasional. Sektor ekspor utama seperti tekstil, karet, elektronik, dan hasil pertanian menghadapi tekanan besar akibat kenaikan biaya masuk ke pasar AS yang menjadi tujuan ekspor utama.
Presiden Prabowo Subianto, sejak awal pemerintahannya, telah mengantisipasi gejolak ini melalui berbagai kebijakan strategis. Salah satu yang utama adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tidak hanya berfokus pada pemenuhan gizi anak bangsa, tapi juga menjadi instrumen penyerapan hasil pertanian dan produk UMKM.
Namun, pelaksanaan kebijakan ini belum berjalan semulus harapan. Menurut Indria Febriansyah, Ketua Umum Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia dan Sekjen Ikatan Relawan Merah Putih Prabowo se-Indonesia, masalah ada pada implementasi, bukan konsep.
“Program MBG itu luar biasa, menyentuh kebutuhan rakyat dan membuka peluang besar bagi petani dan UMKM. Tapi pelaksanaannya belum fleksibel, para birokrat belum sepenuhnya memahami cara berpikir yang berpihak pada usaha mikro dan kecil,” jelas Indria.
Di tengah ancaman penurunan permintaan ekspor, potensi penutupan pabrik dan PHK massal menjadi kekhawatiran serius. Untuk itu, hilirisasi industri dipercepat sebagai bentuk mitigasi. Pembangunan smelter dan industri pengolahan dalam negeri diyakini akan menyerap banyak tenaga kerja.
“Hilirisasi adalah solusi dua arah—mengurangi ketergantungan ekspor bahan mentah dan menyerap tenaga kerja. Ini langkah cerdas Presiden Prabowo,” kata Indria.
Efisiensi anggaran juga menjadi bagian dari strategi nasional. Pemangkasan belanja negara untuk sektor yang tidak berdampak langsung pada masyarakat kini diterapkan ketat demi menjaga stabilitas fiskal. Seiring dengan itu, pemerintah gencar memberantas korupsi, terutama membidik mafia kelas kakap yang selama ini menyedot kekayaan negara.
“Komitmen memberantas korupsi bukan sekadar slogan. Ini bentuk keberpihakan terhadap rakyat—mengamankan hak mereka dari para maling negara,” tegas Indria.
Salah satu inovasi penting lainnya adalah penguatan lembaga Danantara, sebagai pengelola investasi strategis negara. Melalui peningkatan dividen dari investasi dalam dan luar negeri, Indonesia didorong menjadi negara yang berdaulat secara ekonomi.
“Daripada menambah utang, lebih baik maksimalkan return investasi. Ini logika sehat untuk memperkaya negara tanpa membebani rakyat,” terang Indria.
Di tengah tekanan nilai tukar, pemerintah juga meluncurkan Bank Emas, sebuah langkah strategis untuk memperkuat cadangan nilai rupiah terhadap mata uang asing. “Bank Emas adalah alat stabilisasi jangka panjang, menjaga nilai rupiah dengan aset riil yang bernilai global,” ujarnya.
Dalam kacamata geopolitik ekonomi, Indria menyebut bahwa kebijakan tarif ekspor AS merupakan bentuk proteksi terhadap kebangkitan negara berkembang. Namun Indonesia, di bawah kepemimpinan Prabowo, dinilai telah menyiapkan langkah antisipatif yang komprehensif.
“Kita tidak bisa mengandalkan pasar luar negeri selamanya. Yang kita butuhkan adalah kemandirian ekonomi, keberanian politik, dan birokrasi yang paham bagaimana membela rakyat kecil,” tutup Indria.
Dampak tarif ekspor AS terhadap Indonesia memang nyata, namun antisipasi strategis dari Presiden Prabowo seperti MBG, hilirisasi industri, penguatan Danantara, serta peluncuran Bank Emas menjadi kunci menjaga ketahanan ekonomi nasional. Yang kini perlu digenjot adalah reformasi birokrasi agar pelaksanaan program-program besar ini benar-benar dirasakan oleh rakyat, terutama usaha mikro dan kecil.