PENGHALANG RUMAH TUHAN

Prosiar, Bogor – Orang atau kelompok apapun namanya yang menghalangi pendirian rumah ibadah sebenarnya bukan orang atau kelompok yang beragama. Agama hanya sebagai kedok dan retorika. Kenapa? ya karena hakikat rumah ibadah adalah untuk menjaga agar umat bisa beragama, beribadah dan menyembah Tuhan dengan baik dan agar tidak kafir dan tersesat diluar rumah ibadah.

Problematika rumah ibadah di Indonesia ini tidak tuntas, tidak selesai – selasai walaupun Indonesia sudah merdeka hampir 80 tahun. Persoalan yang sebenarnya mudah menjadi rumit. Menguras energi dan memupuk kebencian antar anak bangsa.

Penghalang pembangunan atau apalah namanya adalah orang-orang yang tengil, sok agamis dan tentu sok kuasa, seperti kasus Cilegon atau daerah lain baru-baru ini.

Mereka tidak pantas disebut orang beragama, apalagi mengaku umat Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw saja tidak pernah menghalangi pendirian rumah ibadah apalagi melarangnya. Lantas meniru siapa mereka?

Sebagai warga negara, mereka yang sok jago itu juga bukan warga negara yang baik-baik, karena kalau baik, mestinya faham bahwa negara ini di huni oleh banyak agama dan keyakinan. Negara Indonesia sendiri dalam konstitusinya yakni UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 sudah sangat jelas, bahwa negara menjamin warganya untuk beribadah menurut keyakinannya masing-masing. Kurang apa lagi sedemikian jelasnya. Agama Islam pun mengajarkan untuk saling menghormati antar pemeluk agama ” Lakum diinukum waliyadiin” agama lain pun punya ajaran yang hampir sama yakni saling menghormati keyakinan masing-masing.

Lah ini ada pemimpin, ada Bupati, walikota kok nga ngerti-ngerti soal kebebasan beragama ini, bahkan menjadi pelaku penghalangan atau penolakan atas berdirinya rumah ibadah. Apa ya layak yang demikian disebut seorang pemimpin. Jadi penolakan terhadap pendirian rumah ibadah apapun itu, tidak mencerminkan sebagai hamba Tuhan yang shaleh sekaligus bukan warga negara yang baik.

Disini lain, bagi umat yang mau mendirikan rumah ibadah juga jangan asal mendirikan. Perlu studi kelayakan lingkungan, ada berapa umat yang mesti di fasilitasi rumah ibadah, ada potensi konflik apa tidak dan sebagainya. Termasuk harus jujur soal IMB, jangan ada kebohongan data.

Sesungguhnya ibadah itu bukan karena bangunan, juga bukan karena ingin popularitas tetapi benar-benar menyembah dan bersyukur sebagai hamba Tuhan yang Esa.

Oleh  : M Rizal Aris Pegiat Falsafatuna Indonesia