Jakarta – Begitulah alasan dari keyakinan Eko Sriyanto Galgendu yang percaya bila gerakan kesadaran kebangkitan dan pemahaman spiritual dunia akan tampil dan muncul dari Timur, bukan dari Barat.
Semangat serta keyakinannya sebagai penggagas, pelaku sekaligus motor penggerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual segera ajan bangkit untuk menjawab ragam masalah serta tantangan jaman.
Dimana saat dialog santai bersama Pewarna (Perkumpulan Jurnalis Kristen dan Katolik Indonesia) berlangsung santai di Sekretariat GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) Selasa, 11 Januari 2022, dengan diawali acara makan siang bersama hingga selesai menjelang petang.
Hadir diantara pengurus Pawarta, Yusuf bersama jajaran stafnya untuk mendalami ikhwal gerakan spiritual guna persiapan program kerjasama dalam mensosialisasikannya.
Forum suara Hati Kebersanaan Bangsa (Lintas Agama) pada tahun 1997, mulai ditekuni Eko Sriyanto Galgendu.
Demikian dia mengungkapkan, proses laku spiritual yang ditekuni. Meski setahun sebelum itu (1996) dia pun mengaku sudah didatangi (arwah) Soekarno untuk melanjutkan missi kebangsaan Indonesia.
Semasa itu, menjelang tahun 2000, ia banyak bersama tokoh agama dan budaya diantaranya Paku Buwono XII, Uskup Ignatius Suharyo di Semarang, (kini sebagai Kardinal Indonesia, di Jakarta), Prof. KH. Habib Khirzin dan Gus Dur hingga kemudian sepakat mendirikan GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia).
Kebesaran dan keagungan agama itu, ungkapnya ketika agama mampu untuk menenteramkan umat yang ada, tidak hanya sebatas jamaah atau pengikutnya, tapi juga umat dari agama-agama yang lain.
“Jadi dalam menjalankan agama jangan sampai terjebak pada simbol-simbol yang tidak penting”, tandas Eko Sriyanto Galgendu saat memberikan pemahaman dan pencerahan kepada Tim Pewarna yang menyambanginya di Markas Besar GMRI Jl. IR. H. Juanda Raya No. 4 Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dalam siklus perubahan tujuh abad, maka dunia akan semakin jelas dilihat antara Timur dan Barat. Jadi kebangkitan spiritual hanya mungkin terjadi di Timur, bukan di Barat.
“Sebab, orientasi orang Barat adalah materialistik. Sedangkan bangsa Timur jelas dan dominan berbasis spiritual yang kuat,” tandasnya. (red)
Penulis: Jacob Ereste
Editor: Gus Din