Perkara Guru Besar IPB, Peninjauan Kembali Ditolak, LQ Indonesia Pertanyakan Kepastian Hukum Penetapan Tersangka

JAKARTA- Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri yang menangani perkara tindak pidana pemalsuan surat, penggelapan hak atas tanah dan penyerobotan tanah telah melaksanakan Gelar Gerkara dalam rangka penetapan Tersangka, namun demikian hingga sampai hari ini, Prof. Ing Mokoginta, dkk selaku korban sekaligus pelapor dalam perkara ini belum mendapatkan informasi apapun perihal siapa yang ditetapkan sebagai tersangka.

Hal ini disampaikan oleh Advokat Nathaniel Hutagaol, S.H., dari LQ Indonesia Law Firm, selaku Kuasa Hukum Prof. Ing Mokoginta, dkk, Kamis (29/2/2024).

Niel bertanya-tanya, perihal alasan dan hambatan yang membuat penyidik sampai dengan saat ini belum juga mengumumkan siapa tersangka dalam perkara ini.

“Padahal kami sudah berkomunikasi dengan Penyidik. Kan disampaikan bahwa akan dilaksanakan gelar perkara, sekitar hari Selasa atau Kamis (16-18 Januari 202), lalu sejak 20 Januari 2024 kami kembali berkomunikasi lagi untuk meminta pemberitahuan hasil gelar, tapi anehnya sampai sekarang belum juga diberitahukan apa hasil gelarnya dan siapa tersangkanya,” ungkap Niel.

Terkait hasil gelar, Niel menjelaskan bahwa pihaknya menghormati apapun hasil yang telah diputuskan dalam gelar penetapan tersangka.

“Pada dasarnya kami tetap apresiasi terhadap Kepolisian Republik Indonesia , penetapan tersangka ini kan babak baru dari penanganan perkara yang selama ini seolah terkatung-katung bahkan mandek bertahun-tahun, tapi akhirnya di Bareskrim-lah kami mendapatkan harapan akan keadilan dan kepastian hukum,” katanya.

“Hanya saja, pihaknya amat menyayangkan belum diberitahukannya terkait siapa tersangka dalam laporan polisi kami ini,” lanjutnya.

“Katanya hasil gelar masih perlu disposisi dalam rangka pengawasan dan pengendalian, itu pun prosesnya berjenjang. dari kanitnya, kasubditnya, dirnya, wakaba hingga kaba. Ini yang bikin kami semakin bertanya- tanya” ungkap Niel heran.

“Yang lebih menarik bahwa upaya terlapor untuk menghentikan perkara pidana ini melalui jalur upaya gugatan perdata juga sudah kandas, karena dalam upaya hukum luar biasa peninjauan kembali terhadap klien kami dalam amar putusannya menolak permohonan peninjauan kembali dari terlapor, sehingga semakin jelas bahwa sertifikat yang digunakan terlapor merupakan sertifikat yang tidak berlaku. Sehingga dengan adanya putusan PTUN dan Putusan Perdata yang memenangkan klien kami dan bahwa sertifikat yang berlaku adalah sertifikat klien kami dan juga mempertegas bahwa sertifikat yang digunakan terlapor diduga kuat dibuat dengan adanya pemalsuan,” tambahnya.

“Kalau mau jujur ngomong, kami sudah sangat penasaran dan gregetan sekali mau tau hasil gelarnya dan ditambah lagi bahwa upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali terlapor ditolak,” tegasnya.

“Sayangnya, penyidik malah kayak begini. tapi ya mudah-mudahan memang karena persoalan prosedural aja, bukan karena hal lainnya,”. tutup Niel. (*)