Prosiar, Jakarta – Ketua Umum Solidaritas Merah Putih, sekaligus Penanggungjawab Setia Tegak Lurus Jokowi, Silfester Matutina, meminta pihak-pihak yang khawatir bakal calon presiden-nya kalah di Pilpres 2024 tidak ngawur dan sesat mengeluarkan statemen. Pernyataan Silfer ini adalah tanggapan atas keberatan dan kecaman banyak pihak kepada Presiden Jokowi yang tanpa memiliki dasar hukum.
Pernyataan bahwa, Presiden Jokowi tidak usah ikut campur dan cawe-cawe dalam pemilihan presiden (Pilpres) dilontarkan pengamat politik dan politisi. Mulai dari Politisi Nasdem, PKS, Demokrat hingga yang terakhir salah satunya oleh Politisi PDIP sekaligus Wakil Koordinator Desk Relawan Ganjar Adian Napitupulu.
“Pernyataan bahwa Presiden Jokowi tidak boleh berpihak dukung salah satu Capres di 2024 adalah pernyataan sesat dan ngawur. Hal ini menunjukkan kekalutan dan kekhawatiran takut kalah-nya Bacapres yang didukung. Tentu penyataan ini tidak punya dasar hukum yang benar,” ujar Silfester saat dihubungi, Sabtu (20/5/2023).
Menurut Silfer, sistem Perundang-undangan di Indonesia pada dasarnya tidak melarang dukungan yang diberikan oleh Presiden, Wakil Presiden, hingga Kepala Daerah, yang sedang menjabat kepada kandidat Capres dan Cawapres tertentu.
“Yang tidak boleh memihak dan mendukung itu adalah Anggota TNI, Polri, ASN, Perangkat Desa, Perangkat Peradilan, BUMN, BPK dan Bank Indonesia,” tandasnya.
Bahkan, kata Silfer, Undang-Undang memperbolehkan Presiden dan Wapres untuk ikut berkampanye. Dimana hal ini sesuai Pasal 281 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Untuk itu lanjut Silfer, aturan ini mengatur bahwa Presiden dan Wapres boleh ikut Kampanye Peserta Pemilu, sepanjang mengajukan Cuti dan tidak mempergunakan fasilitas negara. Apalagi menggunakan Politik identitas untuk mengadu domba.
“Jadi baik secara etika, moral dan Perundang-undangan tidak ada yang dilanggar Pak Jokowi. Bahkan harusnya sebagai pemimpin yang berhasil adalah yang bisa mengkader penggantinya dan ini sangat penting untuk masa depan Indonesia kedepannya,” jelas Silfer.
Oleh karena itu, Silfer menambahkan bahwa, Jokowi bersama partai termasuk relawan dan seluruh rakyat berkewajiban menghasilkan Capres putra terbaik bangsa. Dimana dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan mampu meneruskan semua program dan hal-hal yang baik yang sudah dibuat Jokowi.
“Termasuk tantangan kedepan dalam pergaulan internasional. Jadi ini tidak main-main. Kalo kita salah memilih dan mendukung Capres akan merugikan anak cucu kita,” tambahnya.
Kata Silfer, wajar saja sebagian besar organisasi relawan dan pendukung Jokowi sampai saat ini belum mendeklarasikan Capres siapapun. Sebab kata dia, selain harus cermat dan betul – betul yakin dan tentunya juga harus menunggu diskusi, arahan dan komando Pak Jokowi.
“Hampir semua kita yakin Pak Jokowi tidak akan sembarang memilih dan pastinya akan benar – benar menyerap aspirasi dari seluruh masyarakat dan akan mendiskusikan dengan Partai Partai termasuk dengan para Relawan,” tukasnya.
Silfester juga meminta, agar Adian tidak mengklaim bahwa sudah 95 persen organ Relawan Jokowi mendukung Ganjar Pranowo. Sebab kata dia, masih banyak organ Relawan Jokowi yang belum mendukung Capres manapun dan masih setia tegak lurus menunggu komando dan arahan Jokowi.
“Organisasi Relawan Jokowi yang terdaftar di TKN tahun 2019 saja hampir 2.000 organ. Belum lagi ribuan yang tidak terdaftar. Adian Napitupulu mengklaim 320 Organ mendukung Ganjar itu sangat sedikit dan tidak sebanding dengan banyaknya organ relawan Jokowi baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar di TKN 2019,” jelasnya.
Silfer menegaskan, bahwa yang tidak terdaftar di TKN apalagi yang di daerah daerah dan luar negeri itu juga banyak sekali. Dan dari 320 organ relawan yang terdaftar di Desk Relawan Ganjar itu adalah komunitas baru, organ kuncup – kuncup yang anggotanya juga sedikit dan baru dibuat, serta tidak mempunyai anggota di seluruh Indonesia dan Luar Negeri.
“Jadi Relawan yang di klaim Adian masih sangat sedikit sekali, tidak sebanding dengan jumlah anggota Relawan Jokowi yang tersebar di seluruh Indonesia dan Luar Negeri,” ucap Silfer menyindir Adian.
Silfer mengatakan, Relawan Solmet bersama ribuan organ relawan Jokowi lainnya juga tidak mendaftar di TKN tahun 2019. Bahkan, sampai saat ini masih banyak organ relawan yang masih Setia Tegak Lurus menunggu Komando Bapak Jokowi belum mendukung siapapun Capresnya.
“Kenapa kami tahu, karena kami selalu keliling seluruh Indonesia menyapa, berdiskusi dan bekerjasama dengan relawan. Kami sangat mengetahui persis keberadaan relawan Jokowi di manapun berada. Jadi tidak asal bunyi klaim sana dan klaim sini,” tegas Silfer.
Kata Silfer mengkritik bahwa, pernyataan Adian yang mengatakan Relawan Jokowi menjerumuskan Bapak Jokowi, karena menunggu arahan Jokowi mengenai Bacapres. Katanya pernyataan ini, sangat naif sekali, karena Adian dan PDIP selalu membawa dan mengklaim nama Relawan Jokowi dimana-mana.
“Harusnya kalau percaya diri ya bawa saja nama Relawan Ganjar atau Relawan PDIP bukan relawan Jokowi. Sebab, Relawan Jokowi itu bukan Relawan Ganjar atau Relawan PDIP,” bantah Silfer.
Terakhir kata Silfer, seharunya PDIP dan Ibu Megawati meminta maaf ke rakyat, karena penyebutan Presiden Jokowi sebagai Petugas Partai telah melukai hati banyak masyarakat. Sehingga banyak relawan dan masyarakat yang tidak mendukung Ganjar Pranowo.
Apalagi faktor Ganjar dan PDIP yang menolak pelaksanaan Piala Dunia U-20.Termasuk komunikasi politik dengan Parpol lainnya dan relawan yang terkesan kaku dan sombong.
“Jangan karena mentang- mentang sudah punya tiket untuk Pencapresan. Bahkan dalam berbagai hal Tim Sukses Ganjar sering menyerang Capres lain. Hal ini mendapat kesan yang negatif di masyarakat,” ungkapnya.
Kata Silfer, kita bisa melihat ketika Pak Ganjar kunjungan ke daerah-daerah menyapa masyarakat, hanya ribuan yang datang, Tidak seperti Bapak Jokowi kalau datang, baik di 2014 dan 2019 bisa ratusan ribu warga yang hadir, hingga melumpuhkan kota-kota yang didatangin.
“Pak Jokowi itu adalah seorang Presiden yang Mandataris Rakyat sesuai Undang Undang dan bukan Petugas Partai. Karena Diksi Petugas Partai itu tidak ada dalam Undang-Undang ketatanegaraan Indonesia,” imbuhnya.
Menurutnya, kalau disebut Petugas Partai berarti ada yang menyuruh dan berarti yang menyuruh adalah atasan atau pemilik partai. Mau jadi apa Bangsa kita kalo Presiden harus tunduk kepada Pemilik Partai.
“Hancur Bangsa ini nantinya. Semua kebijakan harus dilaporkan dan harus sesuai keinginan pemilik partai. Ini yang kita takutkan nantinya Capres yang dibawah ketiak Oligarki Partai,” pungkas Silfer. (red)