Skandal Pengukuhan Tanah Adat dan Hibah Tanah Adat, Dari Haji Ramang ke BPN Menjadi Akar Masalah

Prosiar.com, Labuan Bajo – Kontroversi terkait penerbitan 5 Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat atas lahan seluas 11 hektare di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) semakin memanas.

Proses ini melibatkan keluarga ahli waris Niko Naput yang diduga mendapatkan dasar penerbitan SHM dari surat pengukuhan yang dikeluarkan oleh Haji Ramang Ishaka, fungsionaris adat Nggorang.

Muhamad Rudini, keluarga ahli waris almarhum Ibrahim Hanta (pihak penggugat) menuntut transparansi dari BPN Mabar terkait proses penerbitan dokumen tersebut. Pihaknya menegaskan bahwa proses hukum yang sedang mereka tempuh bertujuan untuk mengembalikan hak kepemilikan yang seharusnya, serta mengungkap peran Haji Ramang Ishaka secara jelas dalam kasus ini.

Menurut keluarga ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, penerbitan 5 SHM tersebut mencurigakan karena diduga melibatkan praktik ilegal.

Mereka menduga bahwa Haji Ramang Ishaka, dengan surat pengukuhan yang dikeluarkannya menjadi dasar untuk menerbitkan 5 SHM atas nama keluarga ahli waris Niko Naput, sementara sudah sangat jelas tahun 1998 adanya surat pembatalan.

Selain itu, menurut Florianus Surion Adu salah satu tokoh masyarakat di Labuan Bajo bahwa tanah yang diklaim sebagai milik ahli waris Niko Naput yang telah dijual kepada Erwin Kadiman Santoso dan PT. Mahanaim Group seluas 40 hektar di Keranga juga menjadi pusat perhatian dalam kasus ini.

Pertanyaan mengenai keabsahan transaksi dan kepemilikan tanah oleh Niko Naput yang bukan warga asli Labuan Bajo, serta adanya surat warkah alas hak yang dibatalkan oleh fungsionaris adat Nggorang tahun 1998, semakin memperumit kasus ini.

“Erwin Kadiman Santoso pemilik PT Mahanaim Group dan juga pemilik Hotel St Regis Labuan Bajo membeli tanah seluas 40 hektar yang berlokasi di Keranga tersebut dari Nikolaus Naput dan Notaris Billy Yohanes Ginta mengukuhkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) melalui akta nomor 05 tertanggal 29 Januari 2014,” kata Florianus kepada media, Senin (25/6/2024).

Ia mengungkapkan bahwa sulit dijelaskan ketika ada orang yang mengklaim tanah seluas 40 Ha tanpa ada alas hak serta titik koordinat lokasi yang jelas. Apalagi kalau tanah tersebut hasil pemberian ulayat. Maka kewajiban fungsionaris adat untuk menunjukan batas-batas lahan.

“Nikolaus Naput itu bukan warga asli Labuan Bajo, bukan juga keturunan Dalu Nggorang, bukan juga pejabat yang harus diperlakukan khusus. Darimana Nikolaus Naput mendapatkan tanah seluas itu,” tanya pria yang akrab disapa Fery Adu.

Ia juga menyebut ada peran Badan Pertanahan (BPN) Manggarai Barat dalam sengkarut kepemilikan tanah tersebut.

“Bahwa ketika pihak akta notaris yang dalam hal ini sebagai pejabat pembuat akta PPJB antara penjual Niko Naput dan pembeli yang terjadi tahun 2014 jauh setelah kejati NTT melakukan upaya hukum tanah Pemda Torolema Batu Kalo Keranga hal yang sungguh aneh PPJB 40 Ha tidak tersentuh?,” tuturnya

Feri mengatakan bahwa sangat kuat dugaan, lahan yang dimana dibangunnya Hotel St. Regist milik Erwin Kadiman Santoso adalah lahan yang dibeli dari Niko Naput. Dimana dalam fakta persidangan diperlihatkan para saksi bahwa surat warkah alas hak (surat pelepasan dari fungsionaris adat Nggorang) yang dimiliki Niko Naput dibatalkan dengan alasan di dalamnya terdapat tanah Pemda (yayasan yang akan dibangun sekolah perikanan).

Saksi yang dihadirkan oleh keluarga alm. Ibrahim Hanta mengutarakan hal itu dalam fakta persidangan di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.

“Para saksi mengakui bahwa surat warkah alas hak (surat pelepasan dari fungsionaris adat Nggorang) yang dimiliki Niko Naput dibatalkan oleh fungsionaris adat Nggorang melalui suratnya yang dikeluarkan pada tanggal 17 Januari 1998 dengan alasan lahan itu terdapat tanah Pemda (yayasan yang akan dibangun sekolah perikanan) yang bersebelahan dengan tanah milik ahli waris Abraham Hanta 11 hektar yang sedang berperkara saat ini di Pengadilan Negeri Labuan Bajo kecamatan Komodo Manggarai Barat,” jelas Feri

Dalam upaya menjelaskan kebingungan publik, beberapa fakta  dalam persidangan di pengadilan Negeri Labuan Bajo menguatkan dugaan bahwa dokumen yang dimiliki oleh pihak tergugat tidak sah. Selain itu, dugaan keterlibatan Haji Ramang Ishaka dalam proses tersebut juga menjadi sorotan utama.

Fakta pertama, BPN Manggarai Barat (turut tergugat) dan keluarga ahli waris Niko Naput (pihak tergugat) belum mampu menunjukkan dokumen asli berupa Warkah atau bukti penyerahan tanah adat dari ulayat yang diperlukan sebagai dasar penerbitan sertifikat.

Fakta kedua, Surat warkah alas hak atau surat pelepasan dari fungsionaris adat Nggorang yang dimiliki Niko Naput berupa surat penyerahan tanggal 10 Maret 1990 dan surat penyerahan 21 Oktober 1991 ternyata telah dibatalkan oleh fungsionaris adat Nggorang melalui surat yang dikeluarkan pada tanggal 17 Januari 1998.

Fakta ketiga, Haji Ramang juga pernah mengakui bahwa benar adanya surat pembatalan pada tanggal 17 Januari 1998. Pernyataan ini tercatat dalam BAP dan sudah ada putusan ingkrah di pengadilan Tipikor Kupang pada tahun 2020 lalu saat Haji Ramang menjadi saksi pada kasus korupsi aset Pemda Manggarai Barat dan pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Haji Adam Djudje sebagai penata Lengkong Kerangan.

Fakta keempat, nama Haji Ramang selalu disebut-sebut dalam persidangan oleh tergugat dan turut tergugat. Atas dasar itu pihak penggugat menduga kuat bahwa Haji Ramang yang membuat surat pengukuhan tanah adat seluas 16 hektar atas nama Nasar Bin Supu untuk penerbitan 5 SHM yang muncul bersamaan tanggal 31 januari 2017 termasuk di dalamnya 3 SHM milik Maria Fatmawati Naput, Paulus Grant Naput dan Johanis Van Naput.

Sementara, sejak tanggal 1 Maret 2013, Haji Ramang tidak lagi berhak untuk menata tanah ulayat. Hal itu terkuat dengan munculnya dokumen yang salinanya diperoleh media ini terkait surat pernyataan tentang kedaulatan Fungsionaris adat Nggorang atas tanah adat ulayat Nggorang di wilayah Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Surat pernyataan tersebut juga ditandatangani di atas Materai oleh Haj Ramang.

Fakta kelima, munculnya dokumen akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan menggunakan dokumen surat kepemilikan tanah yang tidak sah antara Niko Naput (pihak penjual) dan Erwin Kadiman Santoso (pihak pembeli) seluas 40 hektar yang didalamnya termasuk tanah milik Pemda Manggarai Barat. Akta PPJB tersebut ada keterkaitannya dengan Kasus tanah 11 Hektar yang sedang bersengketa antara pihak ahli waris Ibrahim Hanta dan Niko Naput.

Fakta keenam, BPN Manggarai Barat dengan tahu dan mau ataupun secara sengaja merubah status obyek sengketa dari status SHM nomor 02549 tertanggal 31 Januari 2017 atas nama Maria Fatmawati Naput kemudian pada tanggal 20 Desember 2023 telah berubah statusnya menjadi SHGB nomor 00176 atas nama Maria Fatmawati Naput.

Padahal sebelum ada perubahan status SHM menjadi SHGB tersebut, pihak penggugat telah mengajukan upaya pemblokiran dengan memenuhi syarat sebagaimana yang telah diatur dalam aturan pemblokiran pada obyek sengketa tersebut yaitu tepatnya pada tanggal 29 September 2022.

Pemblokiran permanen artinya bahwa pemblokiran ini tidak bisa di buka, tidak bisa dijual alih hak atau pindah dari SHM ke SHGB sebelum perkara pidana di Polres Manggarai Barat terbit keputusan SP-3-nya dari Bapak Kapolres atau perkara perdata di Pengadilan terbit keputusan Inkrah (Status Quo).

Yang lebih anehnya lagi menurut pengakuan dari keluarga ahli waris Ibrahim Hanta bahwa berdasarkan bukti terima dokumen di BPN Mabar, yang mendaftar ke BPN terkait perubahan status SHM menjadi SHGB adalah sekertaris pribadi dari Erwin Kadiman Santoso bernama Ika Yunita.

“Ibu ika Yunita yang mendaftarkan SHM punya Maria Fatmawati Naput. Kok yang daftar ke BPN Ibu Ika Yunita atau Erwin Kadiman Santoso? Pasti ada hubungannya dengan PPJB 40 hektar di notaris Billy Ginta nomor 5 tanggal 29 Januari 2014. Yang jelas kami menduga biang keroknya adalah Erwin Kadiman Santoso dengan Haji Ramang,” ungkap Muhamad Rudini, ahil waris alm. Ibrahim Hanta

Sementara itu, Ika Yunita, sekertaris pribadi Erwin Kadiman Santoso ketika dikonfirmasi media ini pada tanggal 7 Juni 2024 untuk menanyakan terkait keterlibatannya merubah SHM jadi SHGB di BPN Mabar, namun hingga saat ini belum merespon pesan yang dikirim via WhatsApp (WA). Pesan yang dikirim telah dibaca namun belum memberikan jawaban.

Media ini juga telah berupaya untuk mendapatkan konfirmasi dari Haji Ramang, namun hingga saat ini Ia tidak berani untuk memberikan keterangan apapun terkait dugaan keterlibatanya dalam masalah ini.

Ketika dikonfirmasi oleh media ini, Kamis, 13/6/2024 sore, Haji Ramang menolak memberikan keterangan lebih lanjut. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak bersedia diwawancarai atau menjadi saksi dalam kasus ini.

“Jadi gini, dalam masalah tersebut, saya tidak bersedia untuk diwawancara. Kalau mau mendapatkan informasi itu, silahkan langsung tanyakan ke pihak bersangkutan,” uar Haji Ramang Ishaka.

“Terkait ada pihak yang menyebutkan nama saya dalam persidangan itu hak mereka lah. Tetapi saya tidak mau untuk memberikan informasi terkait masalah itu. Jangan sampai nanti ada informasi yang tidak sesuai kehendak mereka saya nanti menjadi orang yang mau disalahkan. Saya tidak mau seperti itu,” tutupnya

Hal yang sama juga, Notaris Bily Yohanes Ginta ketika dikonfirmasi media ini Via telpon Selasa, 4 Juni 2024 lalu untuk menanyakan terkait proses penerbitan dokumen akta PPJB tahun 2014, namun Ia tidak berani untuk memberikan informasi soal dokumen tersebut.

“Kaka neka rabo (mohon maaf, red), itu proses kan sedang berjalan jadi dari saya tidak bisa kasih informasi apa-apa kaka,” kata Billy Ginta Via WhatsApp Selasa, 4 Juni 2024

Sementara itu, Zulkarnain Djudje, anak dari alm. Adam Djudje, memberikan pandangannya yang cukup tajam dan terbuka. Kesaksiannya membuka tabir mengenai siapa sebenarnya Haji Ramang dan memperjelas berbagai tudingan yang selama ini mengelilinginya.

“Jadi menyangkut Haji Ramang itu sederhana saja. Apa yang saya tahu ini bukan rahasia lagi. Haji Ramang itu bukan siapa-siapa, itu jelas. Saya sudah berumur 60 tahun, jadi apapun yang dibuat oleh Haji Ramang saya tahu persis. Kebetulan orang tua saya (alm. Adam Djudje) pernah menata tanah sebanyak 16 lingko sebagai perpanjangan tangan dari Haji Ishaka (bapak dari Haji Ramang).” katanya.

“Namun, Haji Ramang tidak pernah berterima kasih kepada orang tua saya. Jadi saya memberikan keterangan bahwa orang tua saya sebatas menata, karena orang tua saya bukan tu’a adat,” lanjutnya.

Kemudian, apa yang dibuat oleh orang tua saya, kami sebagai ahli waris bertugas hanya untuk menjaga agar tidak dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak punya wewenang. Ternyata benar, yang terjadi itu dimanfaatkan oleh Haji Ramang untuk menata ulang tanah sehingga banyak yang tumpang tindih.

‘Jadi Haji Ramang ini bukannya melanjutkan atau menjaga apa yang sudah dibuat oleh orang tuanya (Haji Ishaka), malah dia menata kembali. Bayangkan saja pak, bagaimana tanah yang sudah dibagi oleh orang tuanya lalu dia bagikan ulang, inikan tumpang tindih jadinya.” ungkap Zulkarnain Djudje Rabu, (19/6/2024)

Zulkarnain menambahkan bahwa Haji Ramang mulai aktif setelah pensiun dari PNS. Menurutnya, Haji Ramang tahu bahwa selama masih berstatus pegawai negeri, ia tidak bisa bebas melakukan tindakan yang kontroversial.

“Saya masih pegang dia punya pernyataan dulu waktu masih aktif PNS di Taman Nasional Komodo. Dia (Haji Ramang) bilang bahwa dia tidak mau terlibat apa-apa. Bahkan, pada saat kami mediasi di BPN Manggarai Barat beberapa waktu lalu karena terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan di Boe Batu, saat itu Haji Ramang tidak punya argumen yang kuat. Dia cuma bilang bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang tanah di Boe Batu,” tambahnya.

Zulkarnain juga menegaskan bahwa banyak orang sebenarnya tahu tentang perilaku Haji Ramang, tetapi memilih untuk diam karena tidak ingin repot.

“Jadi bukan rahasia lagi. Dia memang itu perusak, dia ulahnya semua masalah tanah di Labuan Bajo bahkan apa yang disampaikan oleh pa Edi Gunung dalam berita beberapa media online bahwa dia justru dilindungi. Ya, memang betul itu,” ujarnya

Mengenai latar belakang keluarga Haji Ramang, Zulkarnain mengungkapkan bahwa Haji Ishaka, ayah dari Haji Ramang, hanyalah anak peliharaan Dalu Bintang.

“Ceritanya gini, Haji Ramang ini hanyalah orang biasa yang lahir dari orang tua bernama Ishaka. Ishaka ini anak peliharaan Dalu Bintang. Dulu itu Dalu Bintang tidak punya anak maka peliharalah ini Haji Ishaka. Kebetulan dulu itu Dalu Bintang memiliki banyak peliharaan kuda, maka dalam rangka itu Dalu Bintang mengangkat dan memelihara Haji Ishaka ini,” beber Djudje

Zulkarnain menuturkan bahwa Haji Ramang aslinya sedikitpun tidak punya turunan Dalu. Haji Ishaka aslinya pendatang dari Reo, sedangkan ibunya Haji Ramang keturunan Bugis, Makassar. Bahasa yang dipakai juga bahasa Bugis dan dia tidak bisa memahami dan mengerti tentang istilah “kapu manuk lele tuak”.

Keluarga ahli waris alm. Ibrahim Hanta terus berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan kebenaran segera terungkap di tengah kontroversi yang semakin mengemuka ini. Mereka berharap agar BPN Mabar dapat bertindak sesuai aturan dan tidak terlibat dalam praktik-praktik yang meragukan terkait kepemilikan tanah di Labuan Bajo.

Kasus ini juga menarik perhatian Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang telah turun tangan untuk melakukan investigasi lebih lanjut terkait dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses penerbitan SHM oleh BPN Manggarai Barat.

Berita media ini sebelumnya bahwa tim dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia langsung turun tangan untuk melakukan investigasi terakit adanya dugaan perbuatan melawan hukum. Terutama dalam proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh BPN Manggarai Barat nomor 02545 atas nama Maria Fatmawati Naput dan SHM nomir 02549 atas nama Paulus Grant Naput diatas tanah milik alm. Ibrahim Hanta, yang saat ini masih bersengketa dengan keluarga ahli waris dari Niko Naput.

Tim tersebut tiba di Labuan Bajo pada Minggu, (26/5/2024) dibawah pimpinan Kasubdit SDA dan Agraria/Tata Ruang Muhamad Sumartono, S.H.,M.H Bersama dengan Kasi Lingkungan Hidup Agraria/Tata Ruang BAS Faomasi Jaya Laia, SH. MH.

Selain pemeriksaan terhadap beberapa pihak-pihak tersebut, Kejagung RI juga sebelumnya telah mengirimkan surat kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat nomor : R- 99/D.4/Dek.4/05/2024 tanggal 17 Mei 2024 perihal permintaan warkah dan Buku Tanah terkait adanya dugaan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.02545 dan SHM No.02549 diatas tanah milik Alm. Ibrahim Hanta.

Adapun beberapa pihak yang telah diperiksa yaitu Bendahara Pengeluaran Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat yang menjabat pada tahun 2017, Kepala Seksi Penetapan Hak-hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat (Pejabat dalam penerbitan SHM tahun 2017 SHM No.02545 dan SHM no. 02549, Lurah Labuan Bajo, Camat Komodo, Kepala Seksi Penetapan hak-hak tanah dan pendaftaran tanah kantor pertanahan Kabupaten Manggarai Barat, Kepala Seksi Pengukuran Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat, Kepala Seksi Sengketa Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat, Panitia A dalam penerbitan SHM No.02545 atas nama Maria Fatmawa Naput, Panitia A dalam penerbitan SHM no. 02549 atas nama Paulus Grant Naput.

Kemudiam, Kepala Seksi Pengukuran Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2017 (Pejabat dalam penerbitan SHM No. 02545 dan 02549) dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2017 (Pejabat dalam penerbitan SHM No. 02545 dan 02549).

Oknum BPN ini siapa yang membuat aturan dengan Haji Ramang? Bahwa masyarakat harus melampirkan surat pengukuhan tanah adat sebagai syarat BPN. Apalagi kalau masyarakat mau memproses sertifikat tanah nya.

“Jelas dan bukti asli tanda tangan Haji Ramang bahwa mulai tgl 1 maret 2013 Haji ramang tidak ada hak mengatur tanah, membagi-bagi tanah, dan hibahkan tanah di Labuan Bajo dan sekitarnya (bukti pernyataan Haji Ramang terlampir),” kata salah satu tokoh masyarakat Labuan Bajo Manggarai Barat yang tak mau disebut namanya. (red)