Sosialisasi BKKBN di Sukabumi, Dewi Asmara Ungkap Usia Ideal Menikah 25 tahun

PROSIAR – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) kembali menggelar sosialisasi penguatan pendataan keluarga sasaran bangga kencana bersama mitra tahun 2021. Acara tersebut digelar Minggu pagi (5/9/2021) di Aula desa Babakanpari kecamatan Cidahu kabupaten Sukabumi Jawa Barat.

Anggota Komisi IX DPR RI, Dewi Asmara, hadir sebagai pemberi materi atau narasumber acara tersebut. Dalam materinya, anggota Fraksi Golkar itu mengajak generasi muda jangan cepat-cepat menikah atau menikah dini.

“Bagi yang mau berkeluarga, harus punya perencanaan terutama orang tua dan anak muda. Pertama rencanakan usia perkawinan, minimal 21 buat perempuan, laki-laki 25. Kalau bicara ideal, itu sama-sama 25 tahun minimal,” kata Dewi Asmara saat menyampaikan narasinya dihadapan puluhan peserta sosialisasi.

Menurutnya, usia tersebut rata-rata remaja atau yang akan menikah sudah selesai pendidikannya, atau bagi yang sudah bekerja, akan lebih matang baik secara emosional maupun secara finansial.

“Sudah lebih mampu secara materi, punya kemandirian, arti kemandririan minimal bisa membiayai diri sendiri. Anak laki bisa beli bensin motor sendiri, anak perempuan bisa beli bedak dari uang sendiri, kalau lebaran bisa beliin ibunya kerudung bisa belikan bapaknya sarung, baru boleh melamar atau minta dilamar,” lanjut Dewi.

Selain itu, Dewi juga mengatakan, anak usia 25 tahun juga sudah tergolong dewasa secara mental.

“Nanti dikit dikit berantem, pulang kerumah orang tua,” guraunya.

Setelah menikah, menurut Dewi pasangan muda juga perlu mengatur jarak kelahiran anaknya, jangan terlalu rapat atau terlalu sering.

“Kalau bisa, jarak itu minimal tiga tahun, tapi ideal lima sampai enam tahun, kenapa, supaya dua anak cukup. Artinya ketika anaknya ada yang kuliah, masih bisa sempat nabung, kalau sama-sama kuliah kan repot biayanya,” lengkap Dewi.

Kepala perwakilan BKKBN Jawa Barat, Wahidin yang juga hadir pada sosialisasi tersebut, juga menyampaikan pesan kepada para peserta. Ia mengatakan beda program KB di Indonesia dengan program KB di Cina, bahwa pemerintah Cina lebih ketat dalam menjalankan program tersebut.

“Kalau program KB kita itu tidak diwajibkan punya anak dua, tapi pemerintah hanya menganjurkan, tapi kalau di Cina, Cina itu pernah punya program yang namanya “Satu Anak”, kalau lebih satu anak kena pajak, pajaknya mahal,” terang Wahidin saat menyampaikan narasinya.

Ditambahkan Wahidin, karena Cina menjalankan program KB dengan otoriter, Cina lebih sukses dibanding Indonesia dalam menekan angka pertumbuhan penduduk.(delu)