PROSIAR – Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Bina Penggerakan Lini Lapangan BKKBN, I Made Yudhistira Dwipayana, mengatakan masyarakat harus mewaspadai stunting. Made menilai, ancaman stunting juga tidak kalah berbahayanya dari pandemi covid-19. Untuk itu, ia meminta masyarakat supaya mewaspadai gejala-gejala stunting dan melakukan langkah pencegahan.
“Sebenarnya di balik bencana covid, ada bencana yang juga mengkhawatirkan. Tapi kita tidak mengetahui, yaitu stunting,” kata Made dalam kegiatan Sosialisasi Penguatan Pendataan Keluarga dan Kelompok Sasaran Bangga Kencana Bersama Mitra Tahun 2021, di Aula Simpatik, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Kamis (5/11/2021).
Stunting adalah kondisi yang ditandai ketika panjang atau tinggi badan anak kurang jika dibandingkan dengan umurnya.
Stunting merupakan kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya dan memiliki penyebab utama kekurangan nutrisi.
“Banyak yang tidak tahu kalau anak pendek adalah tanda dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan tubuh si kecil. Hanya saja, perlu diingat bahwa anak pendek belum tentu stunting, sedangkan anak stunting pasti terlihat pendek,” ujar Made.
Stunting dimulai sejak terjadinya pembuahan sel telur oleh sperma. Jika orang tua mengalami kekurangan gizi, berpotensi mempengaruhi proses tumbuh kembang embrio sejak hari pertama sampai 38 minggi di dalam rahim.
Made menyebut kondisi ini akan mempengaruhi semua pertumbuhan anak sejak masih di dalam rahim ibu. Termasuk akan mempengaruhi proses pertumbuhan sel saraf pusat, dan pertumbuhan sel otak di dalam tubuh bayi. Jumlah sel yang rendah akan membatasi memori pada otak.
Berdasarkan survei status gizi balita pada tahun 2019, prevalensi stunting Nasional 27,67 persen. Angka ini masih di atas ambang batas yang ditolerir Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni di bawah 20 persen.
Ada empat provinsi dari 34 provinsi di Indonesia yang angka stuntingnya paling sedikit, yaitu Bali 14,42 persen, Kepulauan Riau (Kepri) 16,42 persen, Bangka Belitung (Babel) 19,93 persen dan DKI Jakarta 19,96 persen.
Tiga provinsi dengan angka stunting tertinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT) 43,82 persen, Sulawesi Barat (Sulbar) 40,38 persen, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) 37,85 persen.
Rata-rata penurunan stunting dari tahun 2007-2019 hanya sebesar 0,3 persen. Tahun 2017 angka stunting 36,8 persen dan di tahun 2019 angka stunting menjadi 27,7 persen.
Pada kesempatan itu, anggota Komisi IX DPR RI, Linda Megawati, mengatakan stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Selain itu menurut Linda, sunting juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan anak yang gagal tumbuh ini, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang tentunya akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, serta produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.
“Stunting adalah masalah kurang gizi kronis, yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama tepatnya pada 1000 hari pertama kehidupan, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan otak dan tumbuh kembang anak yang tidak optimal. Sedangkan kekerdilan merupakan kelainan genetic atau hormone yang menyebabkan gangguan pada tinggi badan anak,” ujar Linda.
Ia menilai pemerintah tetap harus memberikan perhatian serius terhadap isu ini, terutama agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Kemudian salah satu hal yang juga perlu mendapat perhatian diantaranya perlunya edukasi/sosialisasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai bekal memasuki kehidupan berkeluarga.
Tujuannya agar para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, memeriksakan kandungan minimal empat kali selama kehamilan (program 1.000 HPK), serta peningkatan pemahaman.
Sosialisasi Penguatan Pendataan Keluarga dan Kelompok Sasaran Bangga Kencana Bersama Mitra Tahun 2021, di Aula Simpatik, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, juga dihadiri oleh Koordinator Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Herman Melani, Koordinator Bidang Pelatihan dan Pengembangan Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Angela Sri Melani Winyarti, dan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Sumedang, Ani Gestapiani.(yan)