Prosiar, JAKARTA – Pemerintah Pusat telah resmi menaikan tarif tiket masuk ke Candi Borobudur, kisarannya tak tanggung-tanggung untuk wisatawan lokal dipatok Rp.750.000/orang, sedangkan untuk wisatawan asing sebesar 100 dollar Amerika Serikat. Dan untuk anak sekolah diberikan kuota 25 persen setiap hari dengan membayar Rp.5.000/orang. Hal ini sampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, pada Sabtu (4/6/2022) kemarin di kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
Seperti yang diberitakan diberbagai media sebelumnya, “Kenaikan tarif tersebut bukan tanpa alasan. Hal ini disebabkan karena pengunjung setiap tahunnya mencapai ribuan orang, selain itu banyaknya wisatawan yang naik ke atas candi hingga menyebabkan terjadinya penurunan dan keausan batu. Karena itulah, langkah yang diambil pemerintah dengan menaikan tarif tiket masuk ke Candi Borobudur. Langkah ini diambil guna mencegah penurunan dan keausan batu yang lebih parah dan juga pemerintah akan membatasi jumlah kunjungan wisatawan.
Menanggapi kenaikan tarif tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dr. H. Abdul Fikri Faqih, tidak akan berkomentar masalah angka. Meskipun sekilas sungguh sangat menakjubkan karena tingginya tarif. Yang wouw 750.000 rupiah? Sehingga tentu ini nanti akan berdampak berkurangnya minat masyarakat khususnya Wisatawan Nusantara (Wisnus) menjadikan Borobudur sebagai destinasi wisata.
Selama ini yang dikeluhkan orang di sekitar Borobudur adalah tidak dilibatkannya mereka dalam pengambilan kebijakan bahkan sampai dalam pengelolaan kawasan Candi Borobudur. Sehingga miris bila mendengar bahwa penduduk miskin di Magelang justru yang bermukim di sekitar kawasan Candi Borobudur.
“Itu yang Komisi X dapatkan laporan ketika Kunjungan Kerja Spesifik (Kunsfik) ke sana beberapa waktu lalu. Lantaran mereka tidak bisa menikmati keuntungan ekonomis dari destinasi wisata super prioritas yang hanya dikelola oleh PT TWC dan Badan Otorita Borobudur.
Lanjut Fikri, Bahkan kalau mau jujur Pemda baik Provinsi Jateng maupun Kabupaten Magelang pun sesungguhnya menunggu realisasi ketentuan UU 11/2010 tentang cagar budaya, Pasal 97 agar kawasan cagar budaya mestinya dikelola juga oleh Badan Pengelola yang melibatkan Pemerintah Pusat, Daerah dan Masyarakat. Hingga kini tak kunjung direalisasi padahal UU itu sudah berlaku sejak 12 tahun lalu,” ujarnya, Selasa (7/6/2022).
“Memang benar balai konservasi Kemendikbudristek sudah mengingatkan untuk kelangsungan Candi Borobudur kedepan, sebaiknya stupa candi tidak dinaiki oleh ribuan orang karena kemampuan bangunan hanya kuat untuk ratusan orang saja. Ini sesuai konsep daya dukung dan daya tampung (carrying capacity) sebagaimana tuntutan UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Maka bukan dengan membatasi Wisatawan Mancanegara (Wisman) atau Wisatawan Nusantara (Wisnus), namun kemampuan pengelola untuk mendistribusikannya sehingga tidak terkonsentrasi pada satu sudut candi namun bisa dibuat hal lain yaang menarik di sekitar kawasan candi tentu harus bekerjasama dengan masyarakat sekitar yang lebih memahaminya.
Apalagi bila tarif ini ditentukan dari Pemerintah Pusat maka ini akan menjadi kendala bahkan masyarakat kita yang tidak hanya menjadikan Borobudur sebagai destinasi wisata, namun sebagai salah satu sumber belajar bagi siswa dan masyarakat yang memang bermaksud berwisata sejarah atau bahkan wisata religi. Dengan tarif yang sangat tinggi akan menghambat bagi mereka yang hendak melakukan jenis wisata minat khusus maupun mau beribadah,” pungkas Fikri. (*)