Teknologi God Helmet Yang Dibangun Dr. Michael A. Persinger Sebagai Upaya Memasuki Jagat Spiritualitas Manusia

Oleh: Jacob Ereste

The God Helmet adalah teknologi pikiran mutakhirperkenalkan Dr. Michael A. Persinger yang tersebar dalam berbagai film dokumenter televisi. Ia hendak memperkenalkan berbagai pengalaman spiritual, penglihatan, pengalaman di luar tubuh, dan bahkan pandangan tentang Tuhan. Di Indonesia, itulah yang dimaksud Eko Sriyanto Galgendu dari yang acap dia sebut bahasa bumi, Atau dalam istilah Profesor. Dr. Ravik Karsidi, M.S adalah lahasa langit. Sementara para pemerharti laku spiritual lain menyebutnya sebagai ayat-ayat diri yang mencerminkan kebesaran Allah SWT itu sesungguhnya tidak terbatas.

God Helmet dalam idenifikasi versi Michael A, Persinger semacam Dewa Syiwa dalam pemahaman Hindu atau Bhudha di Indonesia. Terjemahan bebasnya di Indinesia semacam kekuatan perlindungan Sang Dewa. Karenanya, pemaparan Michael A. Persinger satu diantaranya dalam konfigurasi dalam bentuk Sistem Saraf Siwa. Ia kemudian menangkap dan menggunakan sinyal magnetik dalam konsentrasi yang tinggi untuk merangsang otak secara perlahan-lahan menagkap obyek yang ada. Hingga dengan begitu sensasi spiritual, suasana hati, dan pengalaman batin dapat teruarai dan dirasakan.

Menurut catatan DR. Michael A. Persinger yang keranjingan pada laku spiritual ini, medan magnet yang mampu dia rekam sama kuatnya dengan medan magnet yang berasal dari speaker telepon rumah atau pengering rambut. Pemaparan kisah tentang kekuatan Dewa ini disebutkan oleh seorang jurnalis yang ingin membuat laporan hal ikhwal dari aktivitas dan karya yang dihasilkan Dr. Michael Persinger, sehingga menjadi lebih menarik dengan nama yang mengesankan pada Helm Koren, karena dibangun oleh Stan Koren. Meskipun sebagian kecil saja subjek Persinger & Koren memiliki persamaan tentang Tuhan.

Namun sebagian besar dari sesi tentang kekuatan Dewa atau Tuhan itu sama-sa,a telah menciptakan pengalaman yang unik. Pengalaman yang terkait dengan laku spiritual ini termasuk yang berada di luar tubuh, penglihatan tentang ‘Kekosongan’ yang tak terbatas. Demikian juga dengan pola cahaya yang dikatakan sebagai bagian dari episode paranormal hingga berbagai pengalaman dan sensasi lainnya. Meskipun nama yang dimaksudkan sebagai kekuatan Dewa itu tidak terlalu akurat. Namun itulah satu-satunya nama yang diketahui banyak orang untuk teknologi ini.

Dalam proses laku spiritual yang dipraktekkan oleh Michael Persinger menunjukkan bagaimana stimulasi berputar. Pada gilirannya, ia mencoba menjelaskan sebanyak mungkin tentang kekutan dewa atau Tuhan – yang direfleksikan dalam sebutan Syiwa – dengan mereplikasikan dalam sistem stimulasi saraf kekuatan Dewa.

Helm Koren adalah alat penelitian terpenting dalam ilmu pemahaman spiritualitas, terutama dalam peran otak untuk menagkap pengalaman religius, mistik, dan spiritual. Michael Persinger pun memisahkan pemahaman tentang keyakinan agama dan spiritual, Karena menurut dia, keduanya adalah masalah yang berbeda. Pemahaman tentang keyakinan agama dan spiritual ini tentu saja menarik menjadi bagian dari pembahasan serta upaya mengembangkan pengembaraan spiritual yang sesungguh beranjak dari pemahaman agama apa saja yang melatar-belakangi orang yang bersangkutan.

Informasinya, perangkat yang sudah dibuat ini merupakan untuk pertama kalinya perangkat jenis ini tersedia untuk umum, sebagai bagian dari Sistem Saraf Siwa. Cara kerjanya konon gulungan alat yang disebut sebagai kekuatan para Dewa itu dapat ditempatkan sedemikian rupa di atas lobus temporal otak. Sehingga cara untuk Sistem Stimulasi Saraf Siwa menggunakan empat perangkat suara USB yang disertakan dengan suatu sistem untuk membuat delapan saluran stereo independen.

Pada gilirannya, siklus dari medan magnet — antara empat kumparan pada satu atau kedua sisi kepala – dapat bekerja secara maksimal. Medan ini katanya memiliki kemampuan mengubahfrekuensinya dalam setiap milidetik. Karenanya, medan megnetik ini juga merupakan bagian dari sinyal magnetik yang terjadi kemudian.

Menurut Michael Persinger, setiap orang bisa menganggap The God Helmet sebagai menyampai informasi ke otak yang membawa daya magnetik. Diakui juga bahwa dari fakta pengamanan praktek yang dilakukan hanya sekelompok kecil –kurang dari dua persen– subjek Persinger bisa bertemu dengan Tuhan selama sesi Koren Helmet dilakukan. Persentase ini memang terlalu kecil untuk membenarkannya, namun fenomenanya begitu mencolok sehingga kebenarannya memang perlu diuji-coba terus menerus sambal mencari kemungkinan untuk mengembangkannya.

Eksperimen God Helmet pertama kali dikembangkan untuk menguji teori tentang apa yang terjadi di otak ketika seseorang mengalami pengalaman religius atau mistik. Ada sejumlah animasi yang menunjukkan bagaimana sesi God Helmet menggunakan dua sinyal berbeda untuk menciptakan efeknya. Faktanya dari semua sesi dalam perangkat lunak God Helmet yang menggunakan dua sinyal, satu demi satu animasi itu terbuka di jendela yang baru.
This animation shows how God Helmet sessions use two different signals to create its effects. In fact, all sessions in the God Helmet software use two signals, one after the other (Animation opens in a new window). Ini penjelasan lebih teknis tentang kekuatan Dewa dan ilmu pengalaman mistik yang diakui dapat dimulai dengan pengalaman yang sangat negatif. Meski kemudian dapat mengilhami emosi yang paling tidak menyenangkan — terutama ketakutan, keputusasaan atau kebingungan — yang amat sangat luar biasa. Menurut Michael A, Persinger, emosi setiap otang itu menumpuk di sisi kanan otak, sampai struktur individu yang mendukungnya (yang paling penting, amigdala yang menakutkan di sebelah kanan) kelebihan beban. Sedangkan aktivitas saraf; dasar penggerak listrik untuk aktivasi otak, bisa saja meluap dan tiba-tiba mengalir ke bagian struktur lain. Yang penting adalah bahwa satu struktur tiba-tiba mampu membuang aktivitas ke struktur lain, bukan karena pengalaman itu dimulai dengan emosi negatif.

Sebagian besar sesi God Helmet dirancang untuk memindahkan aktivitas dari satu struktur ke struktur lainnya, tetapi tanpa menimbulkan emosi negatif. Ini terjadi dengan menerapkan prinsip yang sama yang bekerja dengan kekuatan pendalaman tentang kekuatan Dewa dengan upaya menargetkan struktur yang berbeda agar dapat lebih baik dan lebih lembut prosesnya.

Eksperimen pada laboratorium yang difokuskan pada amigdala yang berada di sebelah kanan otak manusia – akibat ketakutan dan depresi – biasanya pertama disebabkan oleh aktivitas listrik setiap struktur itu yang memiliki pola tersediri. Kedua, ada “kabel” otak yang siap menghubungkan setiap struktur limbik yang ada pada satu di satu sisi otak kontak dengan mitranya di sisi lain. Akibatnya, ketika amigdala di sebelah kanan kelebihan beban, tempat termudah untuk membuang bebannya adalah dilimpahkan ke sebelah kiri. Inilah yang membuat semakin ideal masalahnya untuk dilakukan eksperimen dalam laboratorium. Meski begitu, menurut Michael A, Persinger penggunaan sistem Shiva yang bekerja dengan konfigurasi kekuatan Dewa memiliki pilihan lain yang juga lebih menyenangkan.

Amigdala adalah struktur paling sensitif dan paling aktif di otak. Ia menggunakan lebih banyak darah daripada bagian lainnya. Dan ada alasan untuk percaya bahwa amigdala –dalam bentuknya yang sekarang — adalah salah satu struktur otak dalam yang lebih baru. Amigdala manusia memiliki 20 inti, dan amigdala simpanse hanya memiliki dua belas inti. Sebagai perbandingan, amigdala kucing hanya memiliki 5 inti. Amigdala menjadi lebih rumit ketika manusia muncul sebagai Homo Sapiens, menjadikannya salah satu struktur “manusia unik” dari otak yang dimilikinya.

Amigdala di sebelah kanan dikhususkan untuk merekam hal-hal menakutkan dan mencemaskan. Sedangkan amigdala yang berada di sebelah kiri khusus untuk merekam emosi yang lebih “menegaskan diri”. Dan yang paling utama adalah kebahagiaan dan kegembiraan. Bekerja sama dengan struktur lain, amigdala di sebelah kanan juga mendukung kesedihan, dan juga bekerja sama dengan struktur lain, amigdala di sebelah kiri mendukung sifat lekas marah. Struktur ini memiliki berbagai fungsi yang kebanyakan dilakukan dengan kontribusi dari bagian otak lainnya. Dengan sendirinya, amigdala di sebelah kanan dapat menghasilkan keadaan ketakutan yang begitu kuat sehingga ketika penderita epilepsi merasakannya selama kejang, mereka menggambarkannya sebagai “perasaan akan datangnya malapetaka”.

Sebenarnya, amigdala hanya dapat bertindak sendiri pada penderita epilepsi, dan itupun hanya ketika reaksinya sangat aktif sehingga struktur lain di dekatnya tidak dapat mengikutinya, pada giliran berikutnya ia dapat melakukan “seolah-olah” dapat bekerja sendiri. Kaitannya dengan Teknologi God Helmet yang bekerja dengan merangsang satu sisi otak (tidak menyenangkan), dan kemudian yang lain (sangat menyenangkan), maka pola aktivasi ini terlihat dalam banyak cerita klasik tentang pengalaman mistik.
Bisa saja pada malam sebelum pencerahannya, Sang Buddha disiksa oleh “putri-putri Mara”. Kemudian Yesus Kristus bertemu dengan Setan di padang pasir. Pada episode berikutnya dalam hidupnya dapat saja menemukan dia berada di antara orang-orang banyak yang secara aktif merekrut murid-muridnya. St Teresa dari Avila, lantas mengalami rasa sakit yang mengerikan dari penyakit sebelum penglihatannya tentang Tuhan dimulai. Orang suci Hindu Ramakrishna mendapat penglihatan tentang dewi Kali setelah episode keputusasaan yang begitu buruk hingga dia secara serius mempertimbangkan untuk bunuh diri.

Ketika sebuah episode ketakutan atau keputusasaan mencapai titik di mana aktivitas listriknya menyebar ke sisi lain otak – yang acap juga disebut “intrusi interhemispheric” – maka hasilnya bisa berupa aktivasi tiba-tiba terhadap amigdala kiri yang berpuncak pada pengalaman mistik. Menurut hasil penelitian yang masih sementara sifatnya, tidak hanya amigdala khusus untuk emosi yang juga memainkan peran penting dalam berhubungan dengan orang lain, terutama perasaan kita tentang mereka.

Amigdala membantu mengenali ‘perasaan’ emosional dari ekspresi wajah orang lain, dan nada suaranya. Peran sosialnya yang penting bahwa pengalaman religius dan mistik yang diciptakan oleh aktivasi amigdala yang tiba-tiba dan dramatis di sebelah kiri, menunjukkan bahwa pengalaman dan sensasi God Helmet sering memiliki cita rasa “sosial”. Masalah berikutnnya adalah kehadiran yang bisa kita rasakan, atau bahkan malaikat, roh, dan bahkan Tuhan yang terbentuk dan muncul di laboratorium.

Model dari pengalaman mistik (hipotesis “interhemispheric intrusion”) yang digunakan untuk menjelaskan keberhasilan teknologi God Helmet menganggap pengalaman ini sebagai contoh proses dari aktivitas yang menumpuk secara perlahan-lahan di sisi otak (biasanya kanan) yang kemudian diikuti oleh aktivasi sekonyong-konyong dari struktur dari sisi otak yang lain.

Prinsip-prinsip yang mendukung kekuatan Dewa ini konon dapat dipahami dan digunakan di laboratorium selama lebih dari satu dekade. Meski tidak semua desain sesi yang digunakan telah diuji di laboratorium Namun pada dasarnya, urutan sinyal yang telah diuji dengan teknologi stimulasi saraf yang cukup kuat. Karenanya, catatan untuk semua desain sesi dan umpan balik dari ssetiap orang akan sangat membantu.

Selain pergerakan sinyal antara kedua sisi kepala, sinyal juga “berputar” di atas setiap lobus temporal. Ini menggerakkan pusat rangsangan secara terus-menerus. Lalu ketika sinyal diterapkan pada satu area kecil, area tersebut cenderung menjadi lebih aktif. Dan saat sinyal berpindah ke area lain, area sebelumnya menjadi tenang saat yang berikutnya menjadi aktif. Seiring waktu, (20 hingga 30 menit) pergerakan sinyal meningkat aktivasi secara keseluruhan, akan menciptakan lebih banyak respons daripada sinyal yang sama jika tetap di satu tempat.
Begitulah, Teknologi God Helmet yang mecoba memasuki wilayah spiritualitas manusia yang memang tidak tidak terjangkau oleh nalar sehat atau intelektualitas. Karena intektualitas manusia berada di belakang spiritualitas. Seperti upaya kaum sufi atau pelaku spiritual yang ingin bertemua Tuhan, tidak bisa dipahami oleh akal yang terbatas. Sebab Keesaan Tuhan itu sungguh tidak terbatas. Setidaknya, begitulah perspektif dari para kaum sufi dan pelaku spiritual, mereka terus berjalan entah sampai kapan untuk bercengkrama asyik dengan Tuhan. Seperti yang juga dilakukan Eko Sriyanto, Bunda Wati Imhar Burhanudin dan Bagus Mulyono dan kawan-kawan dari Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia yang menggagas dan melakukan Gerakan kebangkita kesadaran dan pemahaman spiritual, entah sampai kapan.

Jakarta, 15 Februari 2022