Visi Misi Wala Kusumahadi untuk Cabup Musi Banyuasin, Fokuskan Pada Perekonomian Rakyat dan Kesejahteraan

Musi Banyuasin, ProSiar.com – H. Wala Kusumahadi memiliki Visi: Mewujudkan Kabupaten Musi Banyuasin Bahagia untuk Meningkatkan Kesejahteraan Bersama dengan Mempertahankan Moral Agama,Tradisi dan Budaya.

Tentu harapan ini sejalan dengan keinginan mewujudkan Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan sentosa menuju Indonesia Emas Tahun 2045 sebagaiman Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dimana tepat 100 Tahun Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2045. Agar, bangsa dan negara Indonesia benar-benar merdeka dan sebenar-benarnya merdeka. Sebagaimana Slogan Sekali Merdeka, Merdeka Sekali.

H. Wala Kusumahadi memiliki 7 Misi perjuangan politik. Diantaranya, Keadilan Sosial, Kesejahteraan, Ekonomi Kerakyatan, Kesetaraan Ekonomi, Kemajuan Ekonomi, Persamaan Hak dan Penegakan Hukum. Misi ini adalah bertujuan untuk mengimplementasikan nilai-nilai dan ensensi subtansi Ideologi Pancasila dalam mengisi kemerdekaan Republik Indonesia, yang diimplementasikan dalam Pemeritahan Kabupaten Musi Banyuasin.

“Untuk mewujudkan cita-cita diatas sangat ditekankan integritas, moralitas, komitmen dalam menjalankan roda Pemerintahan Kabupaten Musi Banyuasin. Tanpa kekuatan moral politik (hard moral politic) yang mengedepankan nilai-niai ketuhanan, tidak akan ada keberkahan dalam sistem politik dan pemerintahan. Pemerintahan Kabupaten Musi Banyuasin harus menguatkan yang benar dan bukan membenarkan yang kuat,” Haji Wala kepada media, Selasa (19/4/2024) via daring.

Sistem Politik akan bisa berjalan baik, jika hidup berdemokrasi bisa dijunjung tinggi dalam perpolitikan di Kabupaten Musi Banyuasin secara khusus dan Indonesia secara umum, bukan malah mengebirinya dengan segala bentuk politik uang dan politik kecurangan.

Dalam teori Immanuel Kant seorang Filsuf Jerman, pelaku politik ada dua sifat. Sifat yang pertama adalah sifat merpati dan yang kedua sifat ular. Sifat merpati, adalah sifat penuh kelembutan dan penuh kasih sayang tanpa harus menyakiti demokrasi. Sementara sifat yang kedua adalah sifat ular, yang penuh dengan kelicikan dan tipu muslihat.

Sifat ini yang cenderung digunakan oleh pelaku-pelaku politik untuk meraih kemenangan. Segala cara terus dilakukan, meski mengorbankan demokrasi. Apabila Indonesia tetap dalam kondisi yang seperti ini, keadaan Negara Indonesia makin merosot. Menurut Ronggo Warsito, keadaan negara yang kian merosot, maka tidak ada lagi yang perlu dicontoh.

Ketika H. Wala Kusumahadi mendapat amanah dari rakyat Kabupaten Musi Banyuasin, bisa menjaga integritas, moralitas, komitmen politik kedepannya. Dengan konsep Moral Politik dalam menjalankan Pemerintahan Musi Banyuasin dengan sistem Gotong Royong, Persatuan, Bahu Membahu dan Kolektif Kolegial, Maka Kabupaten Musi Banyuasin akan melahirkan pemimpin-pemimpin, aparatur-aparatur dan generasi-generasi terbaik yang bisa membawa kesejahteraan dan kemakmuran rakyat-nya.

*Fokus Kesejahteraan dan Peningkatan Ekonomi Rakyat Kabupaten Musi Banyuasin*

H. Wala Kusumahadi dalam menjalankan Visi-Misi Pemerintahan Kabupaten Musi Banyuasin akan difokuskan pada Kesejahteraan dan Peningkatan Ekonomi Rakyat. Terutama dalam meningkatkan tumbuhnya UMKM, UKM, IKM, Koperasi dan Pedagangan Mandiri. Tentunya H. Wala Kusumahadi akan memperjuangkan kalangan pengusaha kecil dan menengah, koperasi dan UKM untuk terus berkembang dan maju di Kabupaten Musi Banyuasin yang sejalan dengan visi Indonesia Maju Presiden Jokowi.

Kedepan pemerintah Kabupaten Musi Banyauasin melalui lembaga keuangan harus menyediakan jasa Simpanan dan Pembiayaan skala mikro, kepada masyarakat, memperluas lapangan kerja, dan dapat berperan sebagai instrumen pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, agar;
– Mempermudah akses masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah untuk memperoleh Pinjaman/Pembiayaan mikro;
– Memberdayakan ekonomi dan produktivitas masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah; dan
– Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

H. Wala Kusumahadi memandang pemerintah kedepan Kabupaten Musi Banyuasin, perlu mengatur juga mengenai kegiatan usaha yang meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.

H. Wala Kusumahadi memandang tidak akan ada kemajuan ekonomi tanpa kesejahteraan, tidak akan ada kesejahteraan tanpa ekonomi kerakyatan, tidak akan ada ekonomi kerakyatan tanpa kesetaraan ekonomi, tidak akan ada kesetaraan ekonomi tanpa keadilan sosial, dan tidak akan ada keadilan sosial tanpa penegakan hukum, tidak akan ada penegakan hukum tanpa persamaan hak.

Artinya, persamaan hak, penegakan hukum, keadilan sosial, kesetaraan ekonomi, ekonomi kerakyatan, kesejahteraan adalah jalan menuju kemajuan ekonomi. Para pelaku UMKM, Koperasi, Pedagang Pasar, Pedagang Kaki Lima dan Pedagang lainnya bisa berjuang bersama H. Wala Kusumahadi untuk mewujudkan harapannya, kalau ada yang memperjuangkan mereka nantinya, tentunya tidak akan kesulitan menyampaikan aspirasi kedepannya.

H. Wala Kusumahadi mengakui dan memperkokoh Pancasila sebagai dasar negara, dan landasan Indonesia berasaskan Pancasila, sehingga memiliki program Berbasis Ekonomi Kerakyatan. Sementara pokok pemikiran-nya adalah sebagaimana Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut: ayat (1); Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan, ayat (2); Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, ayat (3); Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ayat (4); Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Visi-Misi H. Wala Kusumahadi nafasnya adalah bagaimana dan untuk mensejahterakan kehidupan bersama. Agar masyarakat Kabupaten Musi Banyuasi bisa menerima manfaat pembangun ekonomi dan keadilan sosial ekonomi. Kalau rakyat Indonesia ekonominya maju, maka bangsa dan negara juga akan maju, makmur dan sejahtera.

“Semoga Visi-Misi ini bisa menjadi jalan utama, jalan solusi dan jalan alternatif bagi penguatan dan keberlanjutan pembangunan Kabupaten Musi Banyuasin yang ingin Mewujudkan Kabupaten Musi Banyuasin Bahagia untuk Meningkatkan Kesejahteraan Bersama dengan Mempertahankan Moral Agama,Tradisi dan Budaya,” kata Haji Wala sapaan akrab H. Wala Kusumahadi.

H. Wala Kusumahadi menjabat sebagai anggota DPRD Sumsel periode 2009-2014 dari fraksi Golkar, menggantikan posisi Yan Anton Ferdian, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Banyuasin. Haji Wala sapaan akranya resmi sebagai wakil rakyat setelah digelar sidang paripurna istimewa pengganti antar waktu (PAW) DPRD Sumatera Selatan (Sumsel), Senin (27/1/2014).

“Dengan dilantiknya Wala Kusuma anggota PAW ini, diharapkan kinerja dewan semakin meningkat. Sehingga terjadi penyegaran ditubuh lembaga DPRD Sumsel,” kata Wakil Ketua DPRD Sumsel H. A. Djauhari.

Haji Wala menyatakan, dengan waktu kinerja tersisa beberapa bulan lagi, akan memaksimalkan gagasan-gagasan yang sudah ada dan program DPRD Sumsel. “Saya mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Musi Banyuasin (Muba) dan Banyuasin, akan memaksimalkan untuk perbaikan dibidang pendidikan, kesehatan dan infranstruktur,” ujar Haji Wala yang konsen dan peduli dunia pendidikan.

Ia juga menambahkan, khusus untuk kabupaten Banyuasin, ia akan memprioritaskan untuk pembagunan daerah yang tertinggal sehingga pembagunan yang dilaksanakan/ oleh Pemkab dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Banyuasin.

“Sementara banyak daerah yang terkena musibah banjir khususnya di Banyuasin akan saya sampaikan kepada pihak berwenang, sehingga banjir pada yang akan dating tidak terulang kembali, intinya tentu akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait,”ucap Wala yang mengaku tidak mencalonkan kembali pada Pemilu Legeslatif (Pileg) pada 9 April 2019 lalu.

Sebagai tokoh dan senior di Partai Golkar Kabupaten Musi Banyuasin, Haji Wala juga mendorong DPD I Partai Golkar Propinsi Sumatera Selatan melakukan bakti sosial di Musi Banyuasin yang terkena bencana pada 19 Oktober 2022. Dimana DPD I Partai Golkar Provinsi Sumatera Selatan mendatangi Desa Gasing Laut Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin, untuk memberikan bantuan paket sembako dan uang tunai kepada warga korban kebakaran.

Bantuan tali asih tersebut langsung diberikan oleh Ketua DPD Partai Golkar Prov Sumsel, H. Bobby Adhityo Rizaldi, SE.Ak, MBA, CFE., melalui Wakil Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini (MPO) Muhammad Nasir, Ssi., didampingi Wakil Ketua Bidang Kerohanian H. Rudi Apriadi dan Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Sumsel 1 Ir. H. Wala Kusumahadi, MM.

Hadir juga Wakil Ketua Kaderisasi dan Keanggotaan Surya Rahman, Kepala Desa Gasing Laut Nurbaiti Apriyani, Suis selaku Anggota DPRD Kabupaten Banyuasin dan Ketua DPRD Kabupaten Banyuasin Irian Setiawan, SH, MH., ikut hadir saat pemberian bantuan tersebut.

Saat menjabat Anggota DPRD Propinsi Sumatera Selatan Haji Wala juga menuangkan pemikirannya ketika menjadi Juru Bicara Fraksi Partai Golkar pada Rapat paripurna XLVI pemandangan umum terhadap 10 Raperda. Dimana rapat itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Sumatera Selatan H. A. Djauhari dan dihadiri Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki.

Sebanyak 10 Raperda itu adalah Raperda tentang pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal dan Raperda tentang retribusi perpanjangan izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA). Selanjutnya Raperda tentang tertib muatan kendaraan angkutan barang dan Raperda tentang perubahan ketiga atas peraturan daerah nomor 8 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja dinas daerah provinsi Sumsel.

Kemudiaan Raperda tentang pengikatan dana anggaran pelaksanaan pembangunan pekerjaan tahun jamak, Raperda tentang rencana pembangunan jangka menengah daerah Sumsel tahun 2013-2018 dan Raperda tentang perubahan atas perda Nomor 8 tahun 2011 tentang bantuan hukum cuma-cuma. Bahkan juga Raperda tentang perlindungan dan pelayanan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas di Sumsel dan Raperda tentang perubahan ketiga atas perda nomor 4 tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha.

Terus Raperda tentang perubahan keempat atas perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang perubahan organisasi dan tata kerja sekretariat daerah dan sekretariat DPRD Sumsel dan Raperda tentang perlindungan dan pelayanan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas di Sumsel. Selanjutnya, Raperda tentang perubahan ketiga atas perda nomor 4 tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha dan Raperda tentang perubahan keempat atas perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang perubahan organisasi dan tata kerja sekretariat daerah dan sekretariat DPRD Sumsel.

“Fraksi Partai Golkar menyambut baik raperda tentang pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal, karena salah satu cara mempercepat lajunya pembangunan di Sumsel maka diperlukan investor yang akan menanamkan modalnya di Provinsi Sumsel,” kata Haji Wala yang menjadi Juru bicara Fraksi Golkar DPRD Sumsel itu.

Musi Banyuasin: Sejarah, Geografis, Demografi, Tradisi dan Budaya

Kabupaten Musi Banyuasin adalah kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia yang ber-ibukota di Sekayu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah ±14.265,96 km² yang terbentang pada lokasi 1,3°–4° LS, 103°–105° BT. Musi Banyuasin saat ini di pimpin oleh Penjabat Bupati yaitu Drs. Apriyadi, M.Si. yang dilantik pada tanggal 30 Mei 2022, untuk menggantikan Dodi Reza Alex Noerdin dan Wakil Bupati Musi Banyuasin Beni Hernedi yang telah habis masa jabatannya. Kabupaten ini bermotto SERASAN SEKATE dan memiliki semboyan pembangunan Kota Randik (“Rapi, Aman, Damai, Indah, dan Kenangan”).

Jumlah penduduk kabupaten ini pada tahun 2018 berjumlah 638.625 jiwa (BPS 2019). Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin memiliki 14 kecamatan, 13 kelurahan dan 227 desa (dari total 236 kecamatan, 386 kelurahan dan 2.853 desa di seluruh Sumatera Selatan). Pada tahun 2017, jumlah penduduknya sebesar 608.125 jiwa dengan luas wilayahnya 14.266,26 km² dan sebaran penduduk 43 jiwa/km². (Wikipedia).

Sejarah Musi Banyuasin Periode 1950 – 1957

Sejak terbentuknya Republik lndonesia Serikat (RIS). pada 18 Maret 1950 dibubarkan Negara Sumatera Selatan dan disahkan sebagai Negara Serikat oleh RIS pada 25 Maret 1950 yang kemudian disusul penetapan Daerah Istimewa Bangka Belitung pada 22 April 1950. Sejak saat itu susunan pemerintah di Sumatera Selatan terdiri dari Keresidenan, Kabupaten, dan Kewedanaan. Untuk Keresidenan Palembang terdiri dari 6 Kabupaten dengan 14 Kewedanaan. Susunan tingkat pemerintahan dan status Pemerintahan Otonomi tersebut masih tetap mengacu pada Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 meskipun Undang Undang RIS yang diberlakukan.

Selanjutnya diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1950 sebagai pengganti Undang Undang. Sebagai realisasi dari PP Nomor 3 Tahun 1950 ini, Badan Pekerja yang semula hanya membantu pemerintah dalam melaksanakan tugasnya diganti dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sumatera Selatan dan DPRS yang memiliki sendiri ketua dan wakil ketuanya. Namun PP Nomor 3 Tahun 1950 belum dapat dilaksanakan sebagai mana mestinya. Oleh karena itu Kepala Daerah bersama-sama Badan Pekerja masih tetap menjalankan segala tugasnya yang semula menjadi tanggung jawab Gubernur atau Bupati.

Masih dalam rangka penataan pemerintahan di daerah, diterbitkan pula PP Nomor 39 Tahun 1950 yang menetapkan Propinsi Sumatera Selatan (termasuk lampung dan Bengkulu) dibagi atas 14 (empat belas) Kabupaten dan 1 (satu) Kota Besar Palembang, serta 1 (satu) calon Kota Besar Tanjung Karang atau Teluk Betung. Sebagai pelaksanaannya terlebih dahulu dibentuk dewan-dewan kabupaten yang baru terbentuk 4 (empat) dewan kabupaten, yaitu tiga di lampung dan satu di Bengkulu. Selanjutnya PP Nomor 39 Tahun 1950 tersebut dibekukan sebagai akibat mosi dari Hadi Kusumo. Sehingga dengan demikian pembentukan Dewan Kabupaten dan sekaligus Kabupaten Musi Banyuasin tertunda hingga tahun 1954.

Berhubung pembentukan kabupaten terus semakin mendesak, dengan mengacu pada Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (Mendagri) Nomor 2 Tahun 1951 dan dengan alasan demi kemajuan demokrasi dan revolusi makapara pemuka masyarakat, kalangan DPR dan Gubernur mengadakan musyawarah yang hasilnya dituangkan dalam Surat Keputusan Nomor 53 Tahun 1954, yang antara lain menetapkan agar segera menata Pemerintahan Marga yang maksudnya agar pemerintahan marga ini menjadi sendi dasar yang kokoh dari pemerintahan atasan dengan menggunakan hak otonomi menurut hukum asli. Hal ini memudahkan penyesuaian diri dengan pembentukan otonomi daerah sambil menunggu Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 yang sedang ditinjau kembali.

Ide untuk menata Pemerintah Marga sebagai daerah otonomi yang berhak mengurus diri sendiri itu, kelihatannya mendapat pengakuan Kolonial Belanda yang ditandai dengan dikeluarkannya Indis Gemente Ordonanti Buitinguresten (IGOB) Stl 1938 Nomor 490 yang mengatur keuangan Pemerintahan Marga. Berhubung penataan pemerintahan Marga sebagai daerah yang paling rendah menampakkan hasil yang positif, karena disamping dapat mengatur diri sendiri juga ditaati rakyat sehingga pemerintah marga terkesan lebih efektif dan dihormati oleh rakyat. Sambil menunggu Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948 diberlakukan kembali, diadakan pembentukan desa percobaan sebagai pilot proyek daerah otonom yang lebih kecil, yaitu Desa Rantau Bayur pada tahun 1953.

Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan pembentukan kabupaten otonom, sementara menunggu ketentuan lebih lanjut SK Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor 2 Tahun 1951 tanggal 25 Febuari 1951, Gubernur Kepala Daerah Propinsi Sumatera mengeluarkan Surat Instruksi Kebijasanaan Nomor: GB.30/ 1/1951 dan Surat Gubernur tanggal 10 Juli 1951 Nomor: D.P /9/ 1951 tentang persyaratan dan kriteria Pembentukan Kabupaten Daerah Otonom.

Sebagai realisasi kedua surat tersebut, Panitia Pembentukan Kabupaten Otonom (PPKO) mulai melaksanakan tugasnya. Sebagai dasar pembentukan kabupaten adalah wilayah kewedanaan dengan tolak ukur sebagai berikut:
• Penduduk yang berjumlah sekitar 300.000 jiwa,
• Daerah pertanian bahan makanan (beras) dan hasil bumi ekspor,
• Pusat-pusat perdagangan atau pelabuhan untuk ekspor-impor,
• Perhubungan yang sederhana baik jalan darat maupun air, dan
• Hubungan sejarah dan pertalian darah antara rakyat setempat.

Sesuai dengan ketentuan tersebut maka dibentuklah Kabupaten Musi lIir-Banyuasin yang merupakan gabungan dari Kewedanaan Musi llir dan Kewedanaan Banyuasin yang dimasukkan dalam lingkup Kabupaten Palembang llir, Selain itu terdapat dua kewedanaan lain yang masuk lingkup Kabupaten Palembang llir, yaitu Kewedanaan Lematang/Ogan Tengah dan Rawas. Akan tetapi hasil kerja PPKO dan DPD Propinsi Sumatera Selatan tidak berlanjut, sehingga kewedanaan masih berfungsi sampai dikeluarkannya Undang Undang Nomor: 26 Tahun 1959. Dengan Undang Undang baru ini, terbentuklah Kabupaten-kabupaten dan Kotamadya di Propinsi Sumatera Selatan, yang terdiri dari 8 (delapan) kabupaten dan 2 (dua) kotamadya, termasuk diantaranya Kabupaten Musi Ilir Banyuasin dengan jumlah penduduk 463.803 jiwa, yang ibukotanya Sekayu.

Periode 1957 – Sekarang
Sebagai titik tolak kegiatan reformasi dan rekontruksi dibidang pemerintahan periode 1957-1965, adalah hasil Pemilihan Umum (Pemilu) yang pertama tahun 1955. Pelaksanaan Pemilu ini diharapkan mampu memperkokoh struktur politik disamping sebagai landasan dasar untuk melakukan penataan bidang pemerintahan sebagai peralihan dari sistem otokrasi birokrasi kepada sistem demokrasi yang berkedaulatan dan otonom.
Bagi Daerah Musi Banyuasin, sebelum terbentuknya kabupaten tidak dapat berbuat banyak untuk melaksanakan Perundang-undangan tersebut. Baru setelah terbentuk Kabupaten Musi lIir-Banyuasin pada tanggal 28 September 1956, berhasil melaksanakan tugas dengan terpilihnya R.Ahmad Abusamah sebagai Kepala Daerah, Zainal Abidin Nuh sebagai Bupati, dan Ki.H.Mursal dari Partai Masyumi sebagai Ketua DPR. Kemudian diperkokoh dengan Undang Undang Nomor:28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat II dan Kot Praja di Sumatera Selatan.

Gagalnya Dewan Konstituante membentuk Undang Undang Pengganti UUD Sementara RIS, mengakibatkan dikeluarkanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang isinya antara lain membubarkan Dewan Konstituante, dan memberlakukan kembali UUD 1945, dan menyatakan UUD Sementara RIS tidak berlaku lagi. Sebagai tindak lanjut peristiwa ini, semua produk hukum yang bersumber pada UUD Sementara RIS diadakan penyesuaian kembali, bahkan ada yang diganti dengan produk hukum yang bersumber pada UUD 1945. Sementara menunggu ketetapan lebih lanjut, demi kelangsungan roda pemerintahan di daerah maka dikeluarkan penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 tanggal 7 Nopember 1959 tentang Pemerintahan Daerah.

Pada Bab I Pasal l penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 ini disebutkan bahwa Pemerintahan Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu setelah penyesuaian penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, kedudukan Kepala Daerah masih tetop dijabat R. Ahmad Abusamah, dan Sekretaris Daerah dijabat Abul Korry (Abdul Korry Marajib). Kemudian dikeluarkan pula penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRDGR). Dengan maksud penetapan Presiden tersebut Ketua DPRDGR ditetapkan Ki.H. Oemar Mustafah dari Partai Nahdatul Ulama (NU) dan untuk Bupati Kepada Daerah dicalonkan 2 (dua) orang, yaitu Usman Bakar, calon dari Veteran Angkatan 45, dan R. Ahmad Abusamah dari Partai Nasional lndonesio IPNII. Dari hasil pemilihan ini terpilihlah Usman Bakar sebagai Kepala Daerah yang dilantik pada tahun 1961 bertempat di Balai Pertemuan Sekanak Palembang oleh Gubernur Propinsi Sumatera Selatam Kol.Pol. Ahmad Bastari.

Sesuai dengan isi Bab II Pasal 14 Ayat 1, Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959, bahwa Kepala Daerah adalah alat Pemerintah Pusat dan alat Pemerintah Daerah. Dengan demikian Kepala Daerah diubah menjadi Bupati Kepala Daerah yang dalam hal ini adalah Bupati Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Musi Banyuasin, disingkat dengan Daswati II Musi Banyuasin. Karena itu, Usman Bakar sebagai Bupati Kepala Daerah pada waktu serah terima, menerima dua jabatan yaitu sebagai Bupati serah terima dengan Bupati Zainal Abidin Nuh dan sebagai Kepala Daerah serah terima dengan R. Ahmad Abusamah.

Untuk membantu Bupati Kepala Daerah dalam melaksanakan tugasnya, dibentuklah Badan Pemerintah Harian (BPH). Namun saat itu pembentukan BPH masih belum memungkinkan maka Bupati Kepala Daerah masih dibantu Dewan Pemerintah Daerah (DPD). Pada saat dilantiknya Usman Bakar sebagai Bupati Kepala Daerah Daswati II Musi Banyuasin, seluruh kantor pemerintahan masih berada di Kota Praja Palembang, kecuali Kantor Pekerjaan Umum dan Kesehatan yang telah berada di Sekayu. Hal ini disebabkan pada waktu pembentukan kabupetn otonom oleh PPKO, Kabupaten otonom Musi Banyuasin tergabung dalam Kabupaten Palembang Ilir di bawah Keresidenan Palembang. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor: Des.52/2/37-34 tanggal 1 April 1963 secara resmi ditetapkan Sekayu sebagai Ibukota Kabupaten Daswati II Musi Banyuasin.

Kemudian masa jabatan Bupati Kepala Daerah Daswati II Musi Banyuasin (Usman Bakar) berakhir. Sementara menunggu pemilihan Bupati, ditunjuk M. Sohan sebagai Pejabat Bupati Kepala Daerah Daswati II Musi Banyuasin yang ditugaskan melaksanakan pemerintahan disamping melaksanakan pemilihan Bupati. Pada saat pemilihan terdapat 3 (tiga) orang calon yang dlpllih, yaitu Abdullah Awam dari ABRI/TNI AD, M.Suhud Umar dari Polri, dan Arbain dari Partai Sarikat lslam lndonesia (PSII).

Dari pemilihan tersebut terpilihlah Abdullah Awam yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: UP.14/11/39-1992 tanggal 18 Desember 1965. Pada saat pemilihan Bupati Abdullah Awam, Ketua DPRD-GR masih dijabat Ki.H.Umar Mustofah dan kemudian pada masa jabatan Bupati yang sama, digantikan oleh Abusamah Sahamid dari PSII. Setelah itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: Pemda.7 /2/25/82 tanggal 3 Maret 1971 Bupati Abdullah Awam mengakhiri masa jabatannya yang kemudian digantikan oleh Syaibani Azwari periode 1971-1976 dengan Ketua DPRD-GR Abdullah Suin.

Selanjutnya masih dalam rangka penertiban struktur Pemerintah Daerah, diterbitkan Undang Undang Nomor: 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintah di Daerah. Dan sejak dikeluarkannya Undang Undang ini penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin tertib dan efektif. Hal ini dikarenakan Undang Undang tersebut lebih menyentuh kepentingan Pemerintah Pusat dan Daerah dengan adanya azas Dekonsentrasi dan Desentralisasi serta azas Pembantuan. Dengan demikian kedudukan menjadi Kepala Daerah dalam menyelenggarakan Pemerintah Daerah dan sebagai alat Pemerintah Pusat di daerah semakin jelas, sehingga Bupati sebagai penguasa tunggal di daerah merupakan salah satu sarana koordinasi yang paling tepat untuk menyentuh persepsi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974, dilaksanakan pemilihan Bupati Kepala Daerah selama 5 tahun sekali demikian juga dengan pemilihan Ketua dan Wakil Wakil Ketua DPRD setiap usai Pemilu. Pelaksanaan UU tersebut mulai berjalan mantap sejak periode Bupati Kepala Daerah dijabat H.Amir Hamzah sampai dengan terpilihnya H. Nazom Nurhawi.
Adapun urutan Bupati Kepala Daerah berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah sebagai berikut:
H. Amir Hamzah, Letkol Infantri, ditetapkan dengan SK Mendagri Nomor:Pem.7 /5/13-220 tanggal 14 Juni 1976. Sebagai pengganti Bupati Syaibani Azwari dan sebagai Ketua DPRD adalah Rozali Harom. Selanjutnya Bupati Amir Hamzah terpilih kembali untuk kedua kalinya untuk periode 1981-1986.
Sulistijono, Letkol Kavaleri, ditetapkan dengan SK Mendagri Nomor: 131.26-83 tanggal 3 Juni 1986, periode 1986-1991,dan sebagai Ketua DPRD masih dijabat Rozali Harom
Arifin Djalil, Kolonel Infantri, ditetapkan dengan SK Mendagri Nomor: 131.16488 tanggal 1 Juni 1991 periode 1991-1996, dan sebagai Ketua DPRD dijabat Alirudin SH.
Nazom Nurhawi, Kolonel CHB, dengan SK Mendagri Nomor: 13.26-404 tanggal 4 Juni 1996, periode 1996-2001, dan sebagai Ketua DPRD dijabat Dr. Zainal Ansori dari Golongan Karya.
Pada tahun 1999 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian pada tahun 2004 terjadi perubahan atas Undang-Undang tersebut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada masa otonomi daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang 32 tahun 2004, telah dilaksanakan 2 kali pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Bupati dan Wakil Bupati yang terpilih yaitu :
H. Alex Noerdin dan Mat Syuroh, periode 2001-2006, dilantik pada tanggal 31 Desember 2001. Bupati dan Wakil Bupati dilantik berdasarkan SK Mendagri Nomor 131.26.491 dan 131.26.492 tahun 2001 tanggal 26 Desember 2001 dan sebagai Ketua DPRD dijabat Letkol (CPL) Lili Achmadi.
H. Alex Noerdin dan H. Pahri Azhari, periode 2007-2012, dilantik pada tanggal 16 Januari 2007, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 tahun 2005 tentang pengesahan, pengangkatan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kab. Musi Banyuasin.
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Musi Banyuasin untuk periode 2007-2012 untuk pertama kalinya di Kab. Musi Banyuasin dipilih langsung oleh masyarakat yang sudah memiliki hak pilih sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 tahun 2005. (Wikipedia).

Geografis Musi Banyuasin
Luas wilayah Kabupaten Musi Banyuasin adalah 14.265,96 km2.[8] Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin mencakup 15% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Musi Banyuasin berada pada ketinggian 20-140 meter diatas permukaan laut (mdpl) dan terletak di antara 1,3°–4° LS, 103°–105° BT.

Kabupaten Musi Banyuasin berbatasan dengan Provinsi Jambi di sebelah utara. Di sebelah timur, Kabupaten Musi Banyuasin berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin. Kabupaten Musi Banyuasin berbatasan dengan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir di sebelah selatan. Sedangkan di sebelah barat, Kabupaten Musi Banyuasin berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Musi Rawas Utara.

Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah hujan antara 15,50-281,50 mm. Secara Topografi terdiri dari rawa-rawa dan payau. Jenis tanah yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin terdiri dari 4 jenis yaitu: Organosol (didataran rendah atau rawa-rawa), Lempung Halus (Penyebarannya sama dengan Organosol), Alluvial (disepanjang sungai musi) dan Padzolik (didaerah berbukit-bukit).

Demografi Musi Banyuasin
Bedasarkan Hasil Pencacahan Sensus Penduduk 2010, Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin Berjumlah 561.458 jiwa yang terdiri atas 288.450 jiwa laki-laki dan 273.008 jiwa perempuan. Dengan Luas wilayah 14.265,96 kilometer persegi tersebut berarti dapat disimpulkan kepadatan penduduk Kabupaten Musi Banyuasin lebih kurang 39,43 jiwa per kilometer persegi.

Sensus Penduduk 2020 yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Musi Banyuasin menyatakan bahwa Jumlah Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin pada bulan September tahun 2020 berjumlah 622.206 jiwa yang terdiri atas 320.561 laki-laki dan 301.645 perempuan. Demografi tersebut sebanyak 27,67% Generasi Milenial, 29,24% Generasi Z, 20,07% Generasi X, 8,99% Generasi Boomer. Usia produktif sebanyak 60,80% berarti banyak tenaga kerja yang tersedia.

Budaya Musi Banyuasin
Tarian: Salah satu tarian yang dikenal oleh masyarakat adalah Tari Setabik. Tari Setabik merupakan tarian penyambutan bagi tamu-tamu kehormatan. Filosofi gerak penyambutan dari tari ini dapat ditemukan saat seorang penari menyuguhkan kapur sirih untuk dicicipi oleh tamu undangan. Penyajian kapur sirih merupakan bentuk penghormatan kepada tamu yang berasal dari kebudayaan Melayu. Sementara asal nama tarian ini ada pada gerakan tabik yaitu gerak tangan kanan membentang di samping pelipis kanan seperti sedang memberikan penghormatan.

Gambo: Gambo adalah kain khas Musi Banyuasin yang menggunakan metode jumputan, diwarnai dengan dicelup getah gambir yang awalnya dianggap limbah dan dibuang percuma. produk ini tidak menghasilkan limbah kimia tetapi memanfaatkan limbah getah gambir untuk pewarna Gambo Muba.

Gambo adalah produk eco fashion yang menggunakan limbah getah gambir (gambo) sebagai bahan dasar pewarna, sehingga bersifat ramah lingkungan. Gambo Muba dalam kurun waktu yang relatif singkat, telah berkembang pesat serta telah mendapat tempat tersendiri di kalangan masyarakat, tidak saja masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin tetapi juga telah merambah sampai pada tingkat nasional bahkan internasional.

Kesenian Senjang: Kesenian senjang merupakan salah satu kesenian khas masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin. Tradisi lisan Senjang merupakan hasil praktik kebudayaan dan sebuah representasi dari masyarakat Musi Banyuasin. Senjang adalah salah satu bentuk media seni budaya yang menghubungkan antara orang tua dengan generasi muda atau dapat juga antara masyarakat dengan Pemerintah didalam penyampaian aspirasi yang berupa nasehat, kritik maupun penyampaian strategi ungkapan rasa gembira.

Dinamakan Senjang karena antara lagu dan musik tidak saling bertemu, artinya kalau syair berlagu musik berhenti, kalau musik berbunyi orang yang ber-Senjang diam, sehingga keduanya tidak pernah bertemu. Itulah yang disebut Senjang. Bila ditinjau dari bentuknya, Senjang tidak lain dari bentuk puisi yang berbentuk pantun.

Tradisi Musi Banyuasin
Beberapa tradisi yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin antara lain:
1. Nugal atau Ngicir
Tradisi nugal atau ngicir merupakan tradisi unik Kabupaten Musi Banyuasin yang masih lestari hingga kini. Tradisi ini termasuk dalam kearifan lokal dan penuh dengan nilai-nilai gotong royong, kekompakan, ramah tamah, saling berbagi, serta kebersamaan begitu kuat.

Nugal atau Ngicir adalah tradisi Masyarakat di Kecamatan Sungai Keruh menanam padi di lahan kering yang di sebut Ume (Kebun atau Ladang). Ketika musim hujan tiba masyarakat dengan kompak dan saling gotong royong untuk mengundang Nugal atau Ngicir.

Adapun Proses Nugal atau Ngicir menurut kebiasaan sebelum melakukan kegiatan tersebut, para masyarakat di jamu dengan memberi makan ketan lengkap dengan srundeng kelapa dan minum terlebih dahulu.

Kegiatan tersebut dilakukan dengan memakai sebatang kayu (Tongkat Kayu) yang dibawahnya di tajam atau di lancipkan yang berfungsi untuk membuat lobang dengan cara menujah bagian dari tanah yang akan di tanam tanaman tersebut.

2. Bekarang
Bekarang adalah tradisi kegiatan menangkap ikan yang dilakukan bersama-sama oleh masyarakat Musi Banyuasin dengan menggunakan peralatan tradisional tangkul atau anco pada saat kondisi air di suatu perairan telah surut karena musim kemarau.

3. Ningkuk (Perkenalan Bujang Gadis di Musi Banyuasin)
Ningkuk merupakan sebuah tradisi pertemuan muda mudi pada malam menjelang acara resepsi pernikahan.

Cangkir beras atau selendang telah disediakan untuk diedarkan dengan diiringi musik. Selama musik diputar maka selendang juga terus beredar sampai suatu saat musik akan dihentikan oleh moderator.

Saat musik berhenti berputar, selendang pun juga harus berhenti beredar. Siapa saja saat itu memegang selendang pada saat musik berhenti, kepadanya akan di berikan “hukuman” seperti menari berpasangan, merayu lawan jenis, berpantun, dan lain sebagainya.

Banyak nilai positif dari tradisi ningkuk, seperti unsur bersosialisasi, bertanggung jawab, kecekatan, dan tentu saja sebagai fungsi rekreasi.

4. Sedekah Rami (Bumi)
Kebudayaan di Kabupaten Musi Banyuasin masih kental dengan adat istiadat dan nilai kebudayaan yang terus dilakukan masyarakat setiap tahunnya Seperti tradisi perayaan Sedekah Rami (Bumi).

Sedekah Rami (Bumi) merupakan bagian dari rasa bersyukur masyarakat setempat kepada yang maha kuasa atas rezeki yang telah di limpahkan pada masyarakat, dan berdoa untuk menjauhkan musibah serta memohon kepada Allah. (Wikipedia).

*Profil dan Biodata H. Wala Kusumahadi*

Nama : H. Wala Kusumahadi
Tempat Lahir : Musi Banyuasin
Tanggal Lahir : 15-01-1962
Usia : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat Tinggal : Kota Palembang
Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah
Disabilitas : Bukan Penyandang Disabilitas
Pekerjaan : SWASTA/WIRASWASTA
Status Hukum : Tidak Memiliki Status Hukum

RIWAYAT PENDIDIKAN
Jenjang Pendidikan/Nama Institusi Tahun Masuk Tahun Keluar
SMA Sma Negeri 2 Palembang 1978 1981
S1 Universitas Sriwijaya 1982 1987
S2 Universitas Tridinanti Palembang 2006 2007

RIWAYAT PEKERJAAN
Nama Perusahaan / Lembaga Jabatan Tahun Masuk Tahun Keluar
PT. Jasa Aulia, Aceh Site Manager 1988 1990
PT. Parasawit, Medan Asisten Ketua 1990 1991
PT. Sawitama Satrio Persada Direktur 1992 2006

RIWAYAT ORGANISASI
Nama Organisasi Jabatan Tahun Masuk Tahun Keluar
Partai Golkar Kab. Muba Ketua Kecamatan Sanga Desa 1997 2000
Partai Golkar Kab. Muba Ketua Kabupaten Muba 2000 2001
Partai Golkar Provinsi Sumsel Wakil Ketua 2022 2025

RIWAYAT PASANGAN
Status Pasangan: Menikah.

(Sumber: disadur dari berbagai sumber)